Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Selasa 1 Februari 2022: Percaya Tinggal Bersamanya

Macan itu binatang buas. Ia sangar dan menakutkan. Ada ungkapan, "Jangan membangunkan macan tidur". Bahaya!

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
RD. Fransiskus Aliandu 

Renungan Harian Katolik Selasa 1 Februari 2022: Percaya: Tinggal Bersamanya (Markus 5:21-43)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Hari ini imlek, tahun baru China. Menurut penanggalan Tiongkoa, ini tahun Macan Air.

Macan itu binatang buas. Ia sangar dan menakutkan. Ada ungkapan, "Jangan membangunkan macan tidur". Bahaya!

Tapi Yesus hari ini bilang, "Jangan takut, percaya saja!" (Mrk 5:36).

Dalam pengalaman sehari-hari, percaya memaksudkan kapasitas manusia yang memungkinkan relasi lebih dalam antara diri seseorang dengan realitas lebih tinggi yang dipercaya. Jadi, pada pengalaman awali, percaya mengatakan relasi.

Percaya itu sebuah peziarahan, perjalanan, sebuah keberangkatan dalam rangka menuju ke. Percaya, karenanya, tidak bisa disempitkan dalam kata atau rumusan kata. Percaya juga bukan sebuah disposisi manusia meletakkan dirinya secara buta kepada yang tidak dikenalinya.

Percaya itu sebuah perjalanan, maka siapa pun akan mengalami jatuh bangun, naik turun, tempuh jalan yang berlekuk-liku. Bahkan terkadang tercebur di kubangan kegelapan dalam hidupnya. Mengapa sampai orang jatuh? Kehidupan terlalu kompleks untuk dimengerti dalam satu dua kalimat.

Baca juga: Renungan Harian Katolik, Minggu 30 Januari 2022: Kuasa Allah Unggul

Sebagai sebuah perjalanan, percaya itu merupakan sebuah relasi, dan relasiku dengan Tuhanku. Relasi itu tidak serta merta mudah dan jelas. Tuhan kerap tidak hadir saat aku sendirian. Saat aku gagal dan jatuh. Tuhan tidak tampak dalam pandangan mataku.

Tapi lantaran relasi itu, aku tetap bisa melihat kehidupan ini dengan mata lain, dengan mata ilahi. Karena relasi yang kuat, aku tetap melakukan perjalanan, pendakian menuju bukan diriku sendiri, melainkan Tuhan.

Sebagai kelanjutannya, aku harus berani melalui ambang pintu kepribadianku untuk melepaskan diri dari keterbatasanku. Karena percaya yang sesungguhnya baru menjadi nyata pada titik, di mana pikiran dan dayaku seakan-akan menyerah, angkat tangan dan mengaku kalah.

Kekalahan ini bukanlah suatu kekalahan dalam arti kata yang lazim ditanggapi oleh manusia biasa. Tidak. Kekalahan dalam hal ini adalah suatu kemenangan, di mana aku meletakkan kehendak manusiawiku di depan kaki kehendak Tuhan. Di sana aku menggapai kemenangan. Di mana aku bertekuk lutut di depan bimbingan Tuhan, di sana aku mencatat kemenangan.

Kalah di hadapan Tuhan berarti aku telah memenangkan Sabda-Nya. Sabda-Nya melingkupi aku. Aku lenyap dan habis dalam pelukan Sabda itu. Dan, karenanya aku tidak tinggal lagi bersama diriku, kesenanganku, kebanggaanku, melainkan aku bersama Tuhanku dan tinggal bersama-Nya.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa percaya berarti suatu penyerahan diri kepada Tuhan. Perjalanan dan pendakianku menuju bukan diriku, melainkan Tuhan, untuk dimiliki, dipeluk, dirangkul oleh Tuhanku.

Percaya inilah yang dimiliki dan diperlihatkan Yairus, kepala rumah ibadat, salah satu pelaku cerita tuturan Markus kali ini.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved