Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Jumat 7 Januari 2022: Berkuasa Tapi Baik Hati
Ini cerita tentang penyembuhan orang yang sakit kusta. Kita bisa temukan cerita ini dalam ketiga injil sinoptis (Markus, Matius, Lukas).
Bahwa terhadap orang kusta yang tersungkur di hadapan-Nya dan memohon, "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku" (Luk 5:12), Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang kusta itu, menyembuhkannya.
Inilah kata-kata dasyat Yesus, "Aku mau, jadilah engkau tahir" (Luk 5:13). Menurut Lukas, oleh perkataan itu, "Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya".
Lalu Yesus memberi perintah kepadanya untuk menghadap imam dan mempersembahkan persembahan untuk pentahirannya (Luk 5:13-14).
Namun alur cerita berubah menurut Lukas. Ia tidak menulis tentang bagaimana si kusta itu melakukan kewajiban sesuai perintah Yesus, tapi ia langsung menulis:
"Tetapi kabar tentang Yesus makin jauh tersiar dan datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka" (Luk 5:15).
Dengan catatan terakhir itu, sang penginjil mengungkapkan secara jelas gambaran dan imannya akan Yesus.
Kita tangkap gagasan utamanya. Bahwa Yesus itu manusia yang berkuasa. Ia memang seorang Galilea, tapi Ia adalah seorang yang berkuasa istimewa.
Orang Yahudi berpendapat bahwa kusta hanya dapat disembuhkan oleh Allah sendiri. Allah menyembuhkan kusta lewat nabinya seperti ditunjukkan oleh Musa dan juga nabi Elisa.
Dengan mengacu kepada nas kitab nabi Yesaya tentang Mesias di mana saat membacakan "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, ..." (lih. Luk 4:17-21), Yesus menegaskan bahwa Dia-lah yang menggenapinya; maka Lukas menunjukkan lewat peristiwa penyembuhan orang kusta bahwa Yesus adalah Mesias. Bukankah sebagai orang yang berkuasa dan dengan kuasa yang ditunjukkan-Nya, Yesus itu sungguh Mesias?
Dengan cerita tentang peristiwa penyembuhan si kusta, Lukas juga mewartakan bahwa Yesus pun seorang yang baik hati. Ia mengasihi manusia dan suka menolong.
Orang Yahudi beranggapan bahwa dengan menyentuh orang sakit kusta, si penyentuh menjadi najis pula. Namun Lukas menunjukkan, Yesus yang juga seorang Yahudi, justru menjamah orang yang sakit kusta. Itu bisa terjadi karena Ia mengasihinya. Hati-Nya penuh kasih.
Orang kusta itu pasti merasakan bahwa Yesus mengasihinya. Sebab Ia dijamah oleh Yesus. Jamahan tangan Yesus adalah tanda lahiriah dan kelihatan dari kasih-Nya.
Cerita penyembuhan orang kusta oleh Yesus sebagai ungkapan iman penginjil Lukas, kiranya menyentuh hati dan iman kita.
Sebagai Mesias, Yang Terurapi, Yesus pun mengasihi kita. Ia menyentuh dan menjamah diri kita masing-masing. Ia tidak mengambil jarak karena kita najis. Ia menjamah dan membuat kita jadi tahir kembali.
Ia tidak merasa berkurang wibawanya, tergerus kekuasaannya dengan mengunjungi keluarga kita, duduk lesehan dan makan bersama di rumah kita.