Berita Lembata
Badan Anggaran DPRD Lembata Rekomendasi Rapat Kerja Dengan Pemda Bahas Festival Sare Dame
di Lamalera ada suku Bataona perannya apa. Di sana itu penting untuk diketahui dan mau kita angkat
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA--Badan Anggaran DPRD Lembata mengeluarkan rekomendasi supaya digelar rapat kerja bersama dinas terkait untuk membahas festival Sare Dame yang masih menuai polemik.
Hal ini disebutkan Anggota DPRD Lembata Petrus Bala Wukak saat ditemui di Kantor DPRD Lembata, Rabu, 5 Januari 2022.
"Ini belum final. Semua di badan anggaran protes soal diksi Sare Dame. Kami minta untuk diubah karena substansinya bisa memicu konflik," kata politisi Partai Golkar ini.
Dalam salinan rekomendasi tersebut disebutkan, pertama badan anggaran menyatakan sepakat namun dengan catatan judul atau tema kegiatan tersebut ditinjau kembali untuk direvisi.
Baca juga: Muhammadiyah Genjot Percepatan Vaksinasi Covid-19 di Lembata
Penggunaan kata Sare Dame dianggap bisa menimbulkan penafsiran berbeda dan membuka ruang konflik baru di tengah masyarakat terutama komunitas-komunitas adat.
Kedua, badan anggaran memberikan catatan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk meninjau kembali alokasi anggaran untuk kegiatan bertema Sare Dame pada Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Badan anggaran menilai kegiatan ini harus berada di bawah tanggung jawab bidang kebudayaan pada Dinas Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan. Badan anggaran meminta diadakan rapat kerja untuk membahas hal ini.
Bupati Lembata Thomas Ola, kepada awak media usia mengikuti rapat paripurna di Gedung DPRD Lembata, Selasa, 4 Januari 2022 menegaskan bahwa tidak ada seremonial orang berdamai karena perang semua itu sudah selesai. Paji dan Demon itu sudah selesai. Taan Tou.
Dijelaskan, sare Dame dan seremonial itu dapat dilakukan oleh suku-suku tertentu yang ada di kampung-kampung.
Menurut Bupati Lembata, Thomas Ola, eksplorasi budaya Lembata itu ada dua aspek. Ada aspek makro dan aspek mikro.
“Pemerintah daerah kabupaten Lembata tidak dapat melakukan Sare Dame karena struktur adatnya jelas. Suku mana yang melakukan, itu di semua kampung ada”, ungkapnya.
“Yang kita mau adalah mengangkat nilai budaya Lembata. Dan di kampung-kampung ada suku yang punya peran itu dan itu yang mau kita angkat. Suku Belutowe di Kedang perannya apa, Suku Langoday di Ile Ape perannya apa, di Lamalera ada suku Bataona perannya apa. Di sana itu penting untuk diketahui dan mau kita angkat”, kata Bupati Thomas.
Dijelaskan, yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten Lembata adalah mengangkat nilai atas fenomena yang terjadi.
“Fenomenanya apa, seperti erupsi, banjir bandang, badai seroja. Ini banjir dimana-mana, jalan putus dimana-mana. Maka yang kita angkat adalah mengangkat nilai adat dan kearifan lokal untuk nanti diwariskan kepada anak cucu. Karena itu hasil akhir dari eksplorasi budaya Lembata”, ucapnya.
Ia menambahkan, nilai adat dan budaya dan kearifan lokal harus diangkat ke permukaan agar bisa menjadi kearifan nasional, dan untuk dunia pendidikan nanti bisa menjadi muatan lokal bahkan bisa menjadi Munas (muatan nasional).
“Dalam jangka pendek pada peringatan Statement 7 maret nantinya, itu kan gebyarnya atau prosesi panggungnya. Bagaimana pentas seni budaya Lembata, di sana ada tarian dan syairnya semuanya ada di situ. Kalau dibilang kita menimbulkan konflik, kita tidak tidak sedang menimbulkan konflik. Gejala dan fenomena alam yang terjadi akhir-akhir ini yang mau kita angkat”, beber Bupati Thomas Ola.
“Kalau kalian mau menghentikan banjir itu syairnya bagaimana, kalau mau membuka kebun baru itu mantranya bagaimana, untuk menanam padi dan jagung itu syairnya bagaimana. Hal-hal ini yang perlu kita angkat dan warisan kepada anak cucu kita”, ucapnya.
Sementara terkait anggaran 2,5 M untuk mensukseskan kegiatan Sare Dame, Bupati Lembata Thomas Ola mengatakan memang sangat dibutuhkan untuk mendekati para pemangku kepentingan yang ada di Lembata.
Disampaikan, prosesi panggung pun tidak hanya ada di desa Hadakewa dan kota Lewoleba, tetapi di kampung-kampung juga harus menunjukkan panggungnya.
“Misalnya di kampung ada tarian yang mengangkat budaya terkait alam, maka kita membutuhkan anggaran untuk melaksanakan kegiatan pentas tersebut," tutupnya. (*)