Berita Sumba Timur
Cerita Warga Katundu di Pesisir Selatan Sumba Timur Dengan Pesona Emas Merah Sargassum
Masyarakat lokal setempat mengenal tumbuhan laut yang masuk genus makroalga planktonik pada ordo Fucales itu dengan sebutan Kalalit.
Penulis: Ryan Nong | Editor: Rosalina Woso
Wulang dan warga yang mengusahakan sargassum mengumpulkannya hingga wilayah Lamba, pesisir yang berjarak 1 kilometer dari tenda mereka.
Mereka mencari dan mengumpulkan Sargassum atau Kalala selama masa meting (air laut surut dalam bahasa lokal) yang berlangsung sekira 7 hari.
Setelah itu mereka akan melakukan pengepakan untuk dijual kepada para pengepul yang datang ke Desa itu.
"Biasanya kita 7 hari cari untuk 1 kali timbang. Kalau cuaca cerah biasanya jemur cukup sehari. Selanjutnya ditampung untuk timbang," sebut Wulang.
Baca juga: Buser Polres Sumba Timur Amankan Spesialis Begal Dengan Senjata Tajam
Wulang mengaku biasa mendapat hingga 60 karung Sargassum basah jika cuaca bersahabat.
Sementara warga lain yang lebih kuat bisa mendapatkan hingga 80 karung.
Dari 60 karung basah itu, setelah dijemur dan dipak akan menjadi 15 karung Sargassum kering. Tiap karung beratnya berkisar 80 kg hingga 100 kg.
"Satu karung itu isinya tidak menentu antara 80 sampai 100 kg. Kalau harga per kilogram antara Rp 1.300 sampai 1.400 tergantung pembeli," tambah ayah 5 anak ini.
Wulang mengaku, dari setiap musim mencari Sargassum selama September hingga November, ia bisa mendapatkan hasil penjualan hingga Rp 20 juta.
Uang itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membiayai kebutuhan yang sekolah anak anaknya.
"Kalau habis musim ya kita kembali jadi petani, tanam jagung bawang sama lombok. Selain itu juga mencari ikan," kata dia.
Usaha mencari Sargassum telah mereka mulai sejak 4 tahun lalu. Saat itu, ada pembeli dari Surabaya yang datang ke tempat mereka dan memprospek warga.
Sejak saat itu, warga mulai mencari Sargassum. Harga per kilogram Sargassum saat itu hanya Rp 600.
Baca juga: 99 Desa Di Sumba Timur Akan Gelar Pilkades Serentak, Ini Daftarnya
Warga lainnya, Tamu Apu Bangiluda, 23 tahun, juga mengaku mencari Sargassum sebagai mata pencaharian selama periode Agustus hingga November.
Ibu dua anak itu mengaku awalnya mereka merupakan petani budidaya rumput laut. Namun sejak produksi rumput laut menurun drastis, mereka memanfaatkan waktu untuk mencari Sargassum.