Berita Nasional
Blokir Jalan, Warga Tuntut Ganti Rugi 'Waduk Jokowi' di Aceh Utara
Pemilik lahan Waduk Jokowi di Kecamatan Raya Bakong, Kabupaten Aceh Utara, menuntut ganti rugi lahan untuk waduk tersebut.
Blokir Jalan, Warga Tuntut Ganti Rugi 'Waduk Jokowi' di Aceh Utara
POS-KUPANG.COM - Pemilik lahan Waduk Jokowi di Kecamatan Raya Bakong, Kabupaten Aceh Utara, menuntut ganti rugi lahan untuk waduk tersebut.
Selagi ganti ruginya belum dibayarkan, maka warga meminta proses pengerjaan di lokasi waduk tersebut dihentikan.
Pembangunan Waduk Krueng Keureuto itu dilaksanakan oleh PT Brantas Abipraya.
Kepala Desa Blang Pante, Marzuki Abdullah membenarkan adanya tuntutan warga tersebut.
Namun, dia membantah kalau warga setempat menolak pembangunan waduk tersebut.
Baca juga: Jokowi Resmikan Pabrik Biodiesel Milik Pengusaha di Kalimantan Selatan, Ini Profil Lengkapnya
Dia menyebutkan, pemilik lahan mendukung pembangunan waduk yang diresmikan Presiden Joko Widodo itu.
“Namun soal tanah, itu harus diganti rugi dulu. Tanah itu harta masyarakat, jadi harus diizinkan dan diganti rugi secepatnya,” kata Marzuki.
Dia menyebutkan, pemerintah desa sudah berkali-kali menyurati Balai Sungai Wilayah Sumatera 1 untuk proses pembayaran lahan warga.
“Termasuk kita surati Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh, BPN Aceh Utara dan lainnya. Ini bukan warga tak mendukung pembangunan ya, kita dukung. Tapi hak rakyat juga harus diberikan,” kata dia.

Sebelum pelunasan lahan dipenuhi, maka seluruh proses pengambilan tanah dihentikan sementara waktu.
“PT Brantas Abipraya kita minta hentikan dulu proses pengambilan tanah. Tunggu sampai proses pembayaran lunas semua untuk seluruh warga. Saya lupa detailnya, tapi ratusan pemilik lahan,” kata Marzuki.
Warga sudah memblokade jalan dengan menimbun tanah di jalur kendaraan, sehingga mobil tak bisa melintas untuk mengangkut material tanah yang akan digunakan untuk pembangunan Waduk Krueng Keureuto.
Tak Ada Pemblokiran
Manajer PT Brantas Abipraya, kontraktor pembangunan Waduk Krueng Keureto (masyarakat lokal menyebutnya Waduk Jokowi), Gea Fahmi, mengklaim tidak ada peristiwa pemblokiran jalan oleh masyarakat lokal dan pemilik lahan di sekitar waduk Jumat 22 Oktober 2021.
Pemilik lahan di Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara sebelumnya melakukan blokade jalan pada Jumat.
“Hari ini tidak ada aksi apa-apa. Hari Jumat memang tidak ada aktivitas di lokasi pembangunan, karena mengikuti kearifan lokal,” kata Gea, dihubungi per telepon, Jumat.
Saat ditanya, soal aksi warga itu apakah berdampak pada penghentian sementara pembangunan, Gea menyebutkan, timnya masih bertugas untuk menyelesaikan kontruksi bendungan.
“Untuk kegiatan konstruksi bendungan masih berlanjut, yang terhenti hanya lokasi pengambilan material saja,” sebut Gea.
Baca juga: Jokowi: Nilai Ekspor Indonesia 2021 Mencapai Puncak
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Utara, Erfendi, dihubungi terpisah, menyebutkan, terjadi sengketa antar dua desa yaitu Desa Plu Pakam, Kecamatan Tanah Luas dan Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, tentang tapal batas wilayah antar dua desa itu.
Tapal batas inilah yang menjadi lokasi pengambilan material untuk pembangunan Waduk Krueng Keureto, Aceh Utara.
“Proses hukum masih berlangsung. Setahu saya masih kasasi di Mahkamah Agung. Jadi, tidak bisa dibayar dulu ganti rugi lahan lokasi pengambilan tanah untuk waduk itu. Kan dalam proses hukum memang belum boleh kami bayarkan. Nanti setelah selesai semua, baru dibayar,” terang dia.
Tapal batas ini berada di dua desa yaitu Desa Plu Pakam, Kecamatan Tanah Luas, dan Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara.
Warga dari keduanya mengklaim sebagai pemilik lahan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon, Aceh Utara memutuskan bahwa Desa Plu Pakam, Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara sebagai pemilik lahan.
Baca juga: Jokowi Ungkap China dan Beberapa Negara Eropa Kini Krisis Energi Tapi Indonesia Diuntungkan, Kenapa?
Sebaliknya, Pengadilan Tinggi Banda Aceh menganulir putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon dan memenangkan Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong sebagai pemilik lahan.
Lalu, Desa Plu Pakam melakukan kasasi ke Mahkamah Agung RI atas putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh itu.
“Setelah selesai proses hukum dari Mahkamah Agung (MA) maka kami putuskan siapa yang berhak sebagai pemilik lahan yang sah,” pungkas Erfendi.*
Artikel ini telah tayang di Kompas.com