Advertorial
Kerja Keras Gubernur dan Wagub VBL-JNS Sukses Turunkan Stunting di NTT
Permasalahan gizi buruk atau stunting masih menjadi momok dalam pembangunan manusia Indonesia, NTT provinsi tertinggi.
Penulis: Gerardus Manyela | Editor: Gerardus Manyela
Laporan Wartawan POS KUPANG.COM, Gerardus Manyella
POS KUPANG.COM, KUPANG -Permasalahan gizi buruk atau stunting masih menjadi momok dalam pembangunan manusia Indonesia.
Salah satu provinsi yang memiliki masalah stunting cukup tinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Menko PMK, Muhadjir Effendy, pemerintah sangat menaruh perhatian besar dalam penanganan stunting ini. Apalagi, Presiden RI Joko Widodo telah mencanangkan target yang ambisius, yaitu berada di angka 14% pada tahun 2024. Pemerintah berusaha mempercepat penanganan stunting di seluruh Indonesia, termasuk NTT.
Untuk penanganan stunting, perlu difokuskan di bidang sanitasi, imunisasi dasar, keluarga berencana, pemenuhan air layak dan lain-lain. Sehingga diperlukan koordinasi dan sinergi antar kementerian dan lembaga terkait dalam pelaksanaan program dan efisiensi anggaran.

Selain itu, permasalahan stunting juga sangat erat kaitannya dengan permasalahan di ranah keluarga. Karena itu, edukasi dan sosialisasi kepada keluarga terkait gizi anak juga penting dilakukan.
Lanjut Menko PMK, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menjadi lead untuk melakukan dan sosialisasi stunting di keluarga. Selain itu, dalam sosialisasi dan edukasi ini juga diperlukan keterlibatan tokoh masyarakat agar sosialisasi bisa dilakukan dengan maksimal.
Menyikapi masalah stunting, Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat-Josef A Nae Soi (VBL-JNS), terus bekerja menggerakkan semua kekuatan dan memotivasi masyarakat agar sadar terhadap masalah gizi keluarga. Semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dikerahkan untuk memerangi stunting sesuai tugas dan fungsinya. Bahkan Gubernur VBL berani membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang diketuai Ir. Sarah Lery Mboeik beranggotakan semua komponen untuk terus mengadvokasi dan menginvestigasi, mencari dan menemukan akar permasalahan agar dicarikan solusi pemecahannya.
Alhasil, stunting di NTT dari tahun ke tahun terus menurun dan diharapkan dapat mencapai titik terendah. Kelor yang telah diakui dunia sebagai makanan yang sangat berkhasiat, terus dikampanyekan agar masyarakat terus menanam dan mengonsumsinya agar dapat melahirkan generasi NTT yang sehat dan kuat, yang bebas dari stunting yang disebabkan gizi buruk.

Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catatan Sipil, dr. Messerasi Ataupah mengatakan kondidinya terus menurun.
"Kita berharap stunting yang menjadi masalah utama di NTT dapat diatasi. Keadaan saat ini berada di posisi 22 % tahun 2021 dari kondisi sebelumnya tahun 2018 mencapai 35 % dan tahun 2017 tertinggi di posisi 40%. Kita berusaha bisa turun satu digit lagi," kata dr. Messe.
Masalah saat ini, kata dr. Messe, pandemi Covid-19, menyebabkan kesulitan ekonomi yang akan berdampak pada asupan gizi keluarga. Namun dengan adanya kampanye konsumsi kelor dapat meningkatkan gizi anak dan menurunkan angka stunting. Kelor itu sangat ampuh, murah dan mudah didapatkan.
Dokter Messe mencontohkan gizi masyarakat Flores Timur dan Ngada yang sejak dulu sangat tinggi mengonsumsi kelor. Kondisi tubuh masyarakatnya tinggi dan kekar karena kelor merupakan emas hijau yang memiliki nutrisi yang tinggi dan sangat cocok mengurangi stunting.
Secara terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi NTT, Iwan M Pelokilla, S.Sos menjelaskan, penanganan stunting tidak semata-mata tugas dinas kesehatan tapi harus lintas program dan lintas sektor (konvergensi), jadi masing-masing OPD sudah memahami secara jelas apa tugas dan tanggung jawabnya.
Misalnya dinas kesehatan tugasnya apa, pertanian tugasnya apa, peternakan tugasnya apa, PUPR tugasnya apa, PMD tugasnya apa, dan lainnya. Dinkes bertugas intervensi spesifik bidang kesehatan.

Berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penanganan stunting koordinatornya ada di BKKBN dan melibatkan banyak sektor.
Iwan menjelaskan berdasarkan data aplikasi e-PP GBM (elektronik Pencatatan, Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat keadaan stunting di NTT terus menurun dengan perincian, tahun 2018 tercatat 35,4%, tahun 2019 turun ke 30%, tahun 2020 turun ke 24,2% dan Februari 2021 bertengger di angka 23,2%.