Berita Pemprov NTT

Marsekal Pratama TNI Pur Embu Agapitus Prakarsai Seminar Bertema Suanggi di Desa Ladolima Nagekeo

memiliki arti yang sama, yaitu berkaitan dengan roh jahat, menyembah berhala dan tidak percaya pada Tuhan.

Penulis: Paul Burin | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG.COM/ISTIMEWA
Para peserta mengikuti seminar bertema Suanggi di Desa Ladolima, Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Jumat, 24 September 2021. 

Marsekal Pratama TNI Pur Embu Agapitus Prakarsai Seminar Bertema Suanggi di Desa Ladolima, Nagekeo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Marsekal Pratama TNI (Purnawirawan) Drs. Embu Agapitus, M.Si (Han) memrakarsai sebuah seminar yang bertopik, Fenomena Pe'u Polo (Tuduhan sebagai Santet, Sihir dan Suanggi) yang Marak Berkembang di Desa Ladolima Raya, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat, 24 September 2021.

Seminar ini meninjau beberapa aspek penting, yakni teologi, kesehatan, hukum dan psikologis.

Seminar yang berlangsung di Aula Paroki Santo Mikael Mundemi pukul 10.45 Wita hingga pukul 14.30 Wita, dihadiri kepala dan perangkat desa, para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat, kepala sekolah, utusan pelajar dan masyarakat setempat.

Hadir pula Pastor Paroki Mikael Mundemi, RD Yohanes Soro, Pr. Sedangkan ketua panitia kegiatan ini dipercayakan kepada Beni Embu.

Marsekal Pratama TNI ( Purn) Embu Agapitus dalam sambutannya mengatakan, kegiatan seminar tersebut merupakan bentuk kepedulian dan kecintaannya sebagai anak asli Mundemi untuk memberikan pencerahan dan mempererat persaudaraan serta memupuk perdamaian di Ladolima Raya.

Baca juga: Zeth Sony Libing : Pemprov NTT Serius Kembangkan Pariwisata Labuan Bajo

Kegiatan ini kata Mantan Kepala Staf Komando Garnisum Tetap II/Bandung, ini semata untuk mengubah pola pikir terkait fenomena Pe'u Polo di wilayah itu.

Embu Agapitus yang juga lulusan Sepamilwa ABRI tahun 1986 ini berharap agar kegiatan ini dapat memberikan pencerahan sekaligus mendorong adanya rekonsiliasi/ perdamaian bagi para pihak yang sedang berkonflik untuk dapat menyelesaikannya secara kekeluargaan.

Pakar Teologia, Dr. Lukas Djua, SVD, menggarisbawahi bahwa fenomena Pu'u Polo merupakan masalah yang aktual, umum, sensitif dan berat.

Kejadian seperti ini kata dia, hampir terjadi di berbagai belahan dunia dan kerapkali menebar konflik. Setiap kelompok masyarakat memahami akan hakekat dari Pe'u Polo atau suanggi ini secara berbeda-beda.

Namun, memiliki arti yang sama, yaitu berkaitan dengan roh jahat, menyembah berhala dan tidak percaya pada Tuhan.

Baca juga: PON Papua, Pemprov NTT Minta Altet Jaga Sportivitas

Pe'u Polo kata dia, tak dapat dibuktikan dengan akal sehat, namun dapat mengakibatkan konflik horisontal di tengah masyarakat. Juga menuduh orang melakukan sesuatu tanpa bukti dan memberi streotip negatif kepada orang lain. Pun memberi saksi sosial yang amat berat kepada orang atau keluarga yang disebut sebagai suanggi.

Kapolsek Mauponggo, Ipda Yakobus Sanam, S.H, mengatakan bahwa sampai saat ini tak ada aturan tentang orang yang melakukan sihir/suanggi sebagai perbuatan pidana dan bisa dihukum.

Ia juga mengatakan bahwa menuduh orang sebagai suanggi karena mendengar dari seorang yang sedang mengalami kerasukan/kesurupan atau dari dukun tak dapat dibenarkan dalam hukum.

Kepala UPTD Puskesmas Maunori, Stefanus Sanga, A.Md mengatakan bahwa sampai dengan saat ini tidak ada keterkaitan antara ilmu sihir dengan dunia kesehatan.

Halaman
12
Sumber: Pos Belitung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved