Breaking News

Opini Pos Kupang

Pastor Bonus Itu Telah Pergi (In Memoriam P. Yulius Bere, SVD)

MINGGU, 12 Juni 2011 hari bersejarah bagi ke 75 calon siswa Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Oleh: Gabriel A. I Benu, Bekerja di Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang

POS-KUPANG.COM- MINGGU, 12 Juni 2011 hari bersejarah bagi ke 75 calon siswa Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang. Di tengah terik matahari bulan Juni, saya bersama ke-74 teman lainnya mulai memasuki masa testing masuk Seminari selama seminggu. Kami mulai masuk dalam suasana baru, memulai pengalaman hidup baru, teman-teman baru dan juga pembina-pembina baru.

Hari itu, kami disambut oleh seorang paruh baya (di kemudian hari kami memanggilnya Opa) di pendopo utama Seminari. Dengan penuh kebapaaan ia menyambut kami dengan senyum yang selalu kami ingat hingga saat ini. Orang tua dengan tubuh sedikit membungkuk namun tetap energik dan selalu murah senyum itulah P. Yulius Bere, SVD.

P. Yulius Bere, SVD. Pendiri sekaligus Rektor pertama Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang. Rabu, 15 September 2021 kemarin, beliau menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Katolik Marianum Halilulik Atambua sekitar pukul 11.00 siang dalam usia 81 tahun, 60 tahun hidup membiara dalam Serikat Sabda Allah (SVD) dan 50 tahun hidup sebagai imam. Sedih. Duka menyelimuti hati semua anak didik dan alumni Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang. Doa dan tangis mengiringi kepergian beliau. Sang Pastor Bonus. Gembala yang baik.

Sosok Pater Yulius Bere adalah sosok yang mencintai Ekaristi. Seorang imam yang menjadikan Ekaristi sungguh-sungguh sebagai sumber dan puncak hidup setiap orang Katolik. Dalam pengalaman kami bersamanya saat masih di Seminari Menengah, Ia tidak pernah sekalipun menolak bila diminta merayakan Ekaristi.

Begitu juga saat merayakan Ekaristi, beliau tidak pernah merayakan secara tergesa-gesa. Bahkan kami juga sering mengeluh. Misa terlalu lama. Belum lagi homili. Misa yang biasanya berlangsung normal satu setengah jam, akan terjadi lebih dari itu.

Ini bukan dibuat-buat. Seringkali beliau mengatakan, "waktu adalah milik Tuhan, maka jangan sering lihat-lihat arloji atau jam dinding kalau sementara mengikuti Misa Kudus". Kebiasaan ini seringkali membuat banyak orang bosan. Namun, itu sekali-kali tidak membuat beliau kemudian terpengaruh. Bahasa nasehat yang sering dilontarkannya, "Ikut Tuhan punya pikiran. Jangan ikuti pikiranmu saja".

Selain itu beliau adalah seorang pribadi yang sangat mencintai Kitab Suci. Semasa bertugas di Seminari, setiap pagi ia selalu membawakan renungan pagi yang disiarkan Radio Verbum Tirilolok. Hidupnya selalu bernafaskan Kitab Suci. Hal ini terjadi bukan saja karena beliau adalah seorang biarawan Serikat Sabda Allah (SVD), tetapi karena kecintaannya secara pribadi.

Kesehariannya selalu dimulai dengan membaca Kitab Suci. Semasa di seminari bila jadwalnya memimpin Ekaristi mingguan, maka sudah barang tentu selalu dimulai dengan renungan pagi sebelum misa lalu dilanjutkan lagi saat renungan atau homili saat Misa. Teks Kitab Suci yang selalu beliau kutip ialah Mazmur 8 tentang misteri manusia. Teks Mazmur ini bahkan digubah sendiri olehnya menjadi sebuah lagu yang sering dinyanyikan dalam berbagai kesempatan.

P. Yulius Bere, SVD, adalah sfigur yang sangat mencintai sosok Bunda Maria. Ini tampak dalam kesehariannya yang selalu berdoa Rosario. Rosario dan pater tidak bisa dipisahkan. Bisa dikatakan, sosok P. Yulius Bere tanpa Rosario itu mustahil. Di mana pun dan ke mana pun ia pergi, doa Rosario selalu didaraskan. Bahkan saat menyetir mobil pun doa Rosario tetap didoakan.

Dalam suatu kesempatan, saat masih duduk di bangku kelas X seminari, saya dan beberapa teman diajak beliau pergi mengikuti Misa Pontifikal di Paroki St. Maria Mater Dolorosa So'e TTS.

Saat berangkat dari Seminari kami mulai berdoa Rosario dipimpin oleh Pater yang sementara menyetir. Jika saya tidak salah ingat, waktu itu kami mendoakan 450 kali doa Salam Maria.

Dari Kupang hingga Benlutu

Ketika menjabat sebagai Rektor Seminari untuk kedua kalinya dari tahun 2009-2018, beliau sangat menekankan pentingnya berdoa Rosario dan perlunya seorang calon imam mencintai Rosario. Dalam setiap kesempatan rekoleksi bulanan, tema yang selalu beliau bicarakan ialah tentang Bunda Maria.

Buku yang sering dipakai dan masih segar dalam ingatan setiap alumnus yang pernah mendapat didikan beliau ialah, "Our Lady Speaks to Her Beloved Priests" (Pesan-Pesan Bunda Maria Kepada Imam-Imamnya yang Terkasih) yang ditulis oleh Padre Don Stefano Gobbi.

Devosi Bunda Maria menjadi rutinitas tetap di Seminari. Ini adalah cara beliau membangun kecintaan kami pada Bunda Maria sebagi Ratu para imam dan calon imam. Setiap Sabtu pertama dalam bulan, selepas santap malam, beliau akan bersama-sama dengan kami berdoa Rosario sambil mempersembahkan doa-doa kami di depan patung Bunda Maria.

Dalam keadaan lelah karena mendoakan begitu banyak orang yang datang meminta doa, beliau tidak pernah sekalipun absen saat doa Rosario bersama. Terkadang sebagai seminaris rasa bosan itu muncul. Saat berdoa Rosario peristiwa pertama, kami akan segera beritahu beliau bahwa sudah masuk peristiwa ketiga. Pater, maafkanlah kenakalan-kanakalan kami.

Kecintaannya yang besar pada Bunda Maria dan kami para seminaris, membuatnya bisa semalam-malaman berjalan keliling asrama dengan Rosario di tangan untuk mendoakan kami.

Dalam suatu kesempatan beliau bercerita sambil menasehati kami untuk mencintai Bunda Maria sebab perjuangannya saat awal merintis dan membangun Seminari St. Rafael Oepoi Kupang ini adalah berkat doa Rosario.

Pencinta Doa Rosario itu telah pergi. Ia pergi kapada Allah, saat Gereja memperingati Bunda Maria Berdukacita. Inilah balasan Bunda Maria. Balasan atas cinta seorang anak yang hingga dalam masa-masa kritisnya tetap mencintai Maria. Bahkan saat dalam kondisi sakrat maut sekalipun, untaian Rosario tidak lepas dari darinya.

Bertahun-tahun kemudian kami sadari bahwa beliau menempatkan secara total seluruh karya pelayanannya bagi Allah dalam Gereja di bawah perlindungan Bunda Maria.

Formator Sejati

Beliau adalah pendiri sekaligus rektor pertama Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang di tahun 1984. Nama pelindung St. Rafael diambil olehnya bersama P. Gabriel Atok, SVD berdasarkan sejarah misi Katolik di Kerajaan Amabi yang pertama kali dimulai oleh P. Rafael De Viega, OP.

Nama St. Rafael diusulkan dan kemudian disetujui oleh Mgr. Gregorius Monteiro, SVD. Uskup Agung Kupang kala itu. Dengan demikian, berdirilah secara resmi lembaga pendidikan dan pembinaan calon imam tingkat menengah di Keuskupan Agung Kupang yang diberi nama Seminari Menengah St. Rafael yang bertempat di Oepoi pada tanggal 15 Agustus 1984 dengan motto, Mens Sana In Corpore Sano Ad Plantandum Semina Verbi Dei (Jiwa yang sehat ada di dalam tubuh yang sehat untuk menyemaikan benih-benih sabda Allah).

Dengan berpelindungkan St. Rafael maka peringatan berdirinya Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang dirayakan pada setiap tanggal 29 September saat Gereja merayakan Pesta Tiga Malaikat Agung St. Mikhael, St. Gabriel dan St. Rafael. Tanggal 29 September nanti Seminari Oepoi akan memasuki usia yang ke-37 tahun. Terima kasih Pater untuk perjuangan dan jasa-jasamu. Seminari St. Rafael Oepoi ada hingga hari ini dan masih akan tetap ada. Doakanlah para seminaris. Anak-anak kecintaanmu.

Sebagai seorang formator calon-calon imam, ada kalimat yang selalu beliau katakan kepada kami. Beliau kutip dari Mgr. Theodorus Sulama (Alm) mantan Uskup Atambua. "Jika kamu mau cari enak di paroki lebih baik. Tapi, jika kamu mau bentuk masa depan Gereja maka seminari adalah tempat terbaik". Kata-kata inilah yang selalu menginspirasinya sebagai formator, bapa dan gembala yang baik.

Ia akan berderai air mata bila seorang seminaris dikeluarkan dari seminari. Selalu ia berselisih pendapat hanya karena berupaya untuk mempertahankan siswa seminari yang akan dikeluarkan. Ia selalu mengutip salah satu ayat Kitab Suci, "Tuan, berilah hamba satu tahun lagi untuk merawatnya.".

Ia selalu menerapkan prinsip bahwa setiap calon imam perlu diasah, diasih, dan diasuh. Sebagai seminaris (Latin: Semen: Bibit) siswa seminaris harus disemaikan dengan baik di seminari (Latin: Seminarium: tempat penyemaian).

Ia adalah pribadi yang sangat mencintai setiap seminaris. Walau tangan kirinya akan spontan menampar bila marah, tetapi tangan kanan biasanya langsung memeluk dengan kasih sayang. Bapa yang selalu berbelas kasih. Ingatan akan kami para anak didiknya begitu kuat. Selepas pendidikan dari seminari menengah pun beliau selalu mengingat kami dengan baik. Dan bila berpapasan akan selalu ada kenangan yang diceritakan kembali oleh beliau.

Sebagai seorang formator beliau selalu menunjukkan keteladanan hidup. Disiplin selalu dipegang teguh. Bahasa yang selalu diulang-ulang, "Ikut aturan seminari. Jangan ikut aturan mu". Tu qui servat disciplinam, disciplina servabit te (Barangsiapa melayani aturan maka aturan akan melayaninya). Pada salah satu kesempatan beliau bahkan menyebut salah satu kelebihan seminari yakni memiliki laboratorium iman yakni Kapela (Gereja), sebagai sentral utama kehidupan seminari.

Landasan karya pastoralnya di seminari ialah teks Yohanes 10 tentang Gembala yang Baik. "Gembala yang Baik mengenal domba-domba-Nya, domba-domba mengenal Gembala dan Gembala memanggil setiap domba dengan nama masing-masing". Dasar inilah yang membuat beliau dikenal oleh kami sebagi Pastor Bonus. Gembala Baik. Ia mengenal kami satu per satu. Nama kami bahkan keluarga kami. Saya belajar bahwa inilah satu kemampuan yang perlu ada dalam diri seorang formator. Kemampuan untuk mengenal. Karena dari mengenal setiap formator akan mampu untuk memahami setiap formandi (para seminaris).

Ia telah pergi. Ia telah kembali. Ia telah pulang ke Yerusalem Surgawi, tempat segala harap akan terpenuhi. Tetapi, ia telah mewariskan warisan paling berharga yakni keteladanan hidup.

Teladan hidup untuk menjadi sederhana, rendah hati dan kudus. Ia telah mewariskan keteladanan hidup yang akan selalu merdu di telinga setiap orang yang pernah mengenalnya dan cerita yang tak pernah usai diceritakan orang-orang yang pernah dididiknya.

Terima kasih dan mohon maaf. Selamat jalan tuan Pater. Bapa kami. Gembala baik. Doakan kami yang sedang mengembara di dunia ini. Doakan kami pada Yesus Putera Maria supaya kelak kita berjumpa di keabadian Surgawi. *

Baca Opini Pos Kupang Lainnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved