Berita Sikka
Re-imagine Bikon Blewut, Wajah Flores dalam Koleksi dan Arsip Museum Bikon Blewut
Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Katolik ( STFK) Ledalero menyelenggarakan pameran seni rupa bertajuk Re-Imagine Bikon Blewut
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Untuk mewujudkan proses ketiga ini, Komunitas Kahe menggalang partisipasi dan kontribusi dari sejumlah seniman rupa di sekitar Maumere.
Kehadiran mereka tidak hanya berhenti pada pentas seni, tetapi untuk merespons ruang, narasi sejarah, dan koleksi-koleksi yang terdapat di dalam Museum Bikon Blewut.
Dalam risetnya, Komunitas KAHE menemukan dua sisi tilik yang menandai berdirinya Museum Bikon Blewut. Di satu sisi, Bikon Blewut mulai exist sejak proses penemuan, penggalian, dan pengumpulan kolek-si yang dilakukan oleh Dr. Th. Verhoeven pada tahun 1965 di Todabelu, Mataloko, Flores.
Namun, kedua sisi tilik tersebut tidak dimaksudkan untuk menempatkan Bikon Blewut dalam dua proses historis yang terpisah.
Justru, keduanya saling terkait dan mengandaikan satu terhadap yang lain. Museum Bikon Blewut lahir dari kerja-kerja geologi, antropologi, dan etnologi yang dikembangkan dalam beberapa periode ekspedisi.
Periode pertama dimotori oleh para misionaris asing yang turut memberi warna pada perkembangan teori-teori kebudayaan, mulai dari Dr. Th. Verhoeven, SVD; Paul Arndt, SVD; W. Koppers, SVD; M. Guisinde, SVD; W. van Bekum, SVD; dan P. Mommersteeg, SVD.
Beberapa dari antara mereka adalah murid-murid awal Wilhem Schmidt (1868-1954), seorang pencetus teori difusi kebudayaan dengan salah satu publikasi terkenal berjudul Der Usprung Der Gottesdee.
Tahapan pertama ini berlangsung pada 1965 di Todabelu, Mataloko, Flores. Pada periode berikutnya mulai terlibat beberapa misionaris lokal, di antaranya Darius Nggawa, SVD; Piet Petu, SVD; Frans Nurak, SVD; dan Rokus Due Awe SVD.
Pada perkembangannya, Piet Petu, SVD kemu-dian menjadi salah satu tokoh penting dalam pendirian Museum Bikon Blewut.
Sebagai sebuah museum yang mendekati standar museum modern, Bikon Blewut baru mulai beroperasi dan dikenal sebagai museum berkat direksi dan kurasi Piet Petu, SVD, sejak tahun 1983 di Ledalero, Maumere, Flores.
Bikon Blewut mengoleksi artefak-artefak yang merepresentasikan kehidupan dan kebudayaan Flores dalam dialektika sejarah.
Pengetahuan yang tercermin dan beririsan dengan koleksi-koleksi museum Bikon Blewut perlu terus menerus diberikan konteks agar berdaya sebagai sumber informasi yang hidup.
Namun, perlu juga ditekankan bahwa museum Bikon Blewut sendiri adalah sebuah artefak.
Sejarah kehadirannya beririsan langsung dengan sejarah misi dan modernisasi yang dimotori oleh Gereja, bias-biasnya, tegangan-tegangan di sekitar kolonialisme dan evangelisasi, pemberadaban dan alienasi budaya, pemberdayaan dan kapitalisasi pengetahuan yang berlangsung di sekitar itu.
Dengan R-IBB ini, Komunitas KAHE berusaha menghadirkan wacana seni budaya ke ruang publik agar dengan cara demikian publik menjadi semakin akrab dengan identitas kebudayaannya yang secara historis merupakan hasil persilangan dari berbagai konteks.
R-IBB juga diharapkan mampu menstimulasi metode pengelolaan Museum Bikon Blewut agar semakin relevan dengan masyarakat. (*)