Opini Pos Kupang

Berharap Pada VBL

Persoalan kinerja dan prestasi seorang kepala daerah merupakan diskursus yang menarik perhatian publik untuk diperbincangkan

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Oleh: Arnoldus Wea, Tokoh Muda NTT

POS-KUPANG.COM- Persoalan kinerja dan prestasi seorang kepala daerah merupakan diskursus yang menarik perhatian publik untuk diperbincangkan. Baik atau buruknya kinerja seorang pemimpin, jelas akan berpengaruh terhadap organisasi birokrasi, situasi pembangunan, dan kondisi kesejahteraan masyarakat.

Akhir-akhir ini, sebagian kalangan masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan beragam pendapat tentang sosok Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) sebagai seorang Gubernur.

Setelah kurang-lebih tiga tahun menjadi kepala daerah, ia dianggap lemah dalam mengimplementasikan berbagi wacana pembangunan ke dalam program konkret dan terukur.

Meskipun begitu, dalam berbagai kesempatan, VBL terus berupaya membangun harapan publik lewat beragam retrorika yang terkadang tidak cukup rasional. Belum tuntas pada satu wacana, ia kemudian bergerak melompat untuk mengumbar wacana baru. Dan tentu saja, semuanya tanpa arah implementasi yang jelas.

Baca juga: Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat  : Tes PCR Gratis Bagi Warga, Begini Syaratnya

Sejauh ini, sebagai seorang kepala daerah, VBL belum mampu mengerjakan berbagai janji politiknya. Ia pernah mengatakan bahwa jika terpilih, ia akan menuntaskan persoalan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan daerah.

Pada sektor pendidikan dan urusan SDM, ia berjanji akan mengirim seribu orang per tahun untuk kegiatan belajar ke luar negeri, mengembangkan balai latihan tenaga kerja di setiap kabupaten dan membangun taman baca sekaligus perpustakaan di setiap desa.

Di bidang infrastruktur, ia berjanji bahwa dalam waktu tiga tahun, jalan, air dan listrik sudah terpenuhi. Pada bidang ekonomi dan pertanian, akan dibangun tambak garam, pabrik es untuk ikan, budidaya kelor dan program "tanam jagung panen sapi".

VBL juga pernah berjanji akan mengembangkan pariwisata. Untuk itu, ia mengeluarkan Pergub tentang English Day bagi para ASN dan masyarakat umum. Ia pun pernah bertekad kuat di depan publik untuk mewujudkan NTT dengan kemampuan menghasilkan sumber air yang langsung bisa diminum pada setiap area jalan dan pusat-pusat keramian atau wilayah pemukiman.

Baca juga: Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat Resmikan Graha PPNI NTT 

Sementara itu, di bidang kesehatan, ia berjanji akan membangun rumah sakit apung, pengembangan kelor sebagai sumber gizi, juga menyediakan pesawat khusus bagi tenaga medis di daerah pedalaman.

Masih ada banyak rencana lain yang dinilai terlalu gamang yang pernah diucapkan oleh VBL. Misalnya, belum lama ini, VBL berencana untuk membeli satelit demi kepentingan keamanan wilayah, sebagai ikhtiar untuk mensejajarkan NTT bukan dengan daerah lain, tetapi dengan bangsa lain atau negara tetangga.

Hemat saya, persoalan tidak tuntasnya berbagi wacana seorang pemimpin atau kepala daerah dalam tataran implementasi, dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, berkaitan ketidakcerdasan pemimpin. Pemimpin yang cerdas mampu mengkoordinasikan sebuah organisasi dan dapat melahirkan visi yang rasional serentak proporsional.

Dalam kecerdasan, pemimpin dapat berkata sekaligus bertindak secara terukur. Untuk hal ini, diperlukan kecermatan berpikir, berkata, dan bertindak. Mimpi besar mestinya dibangun pada sebuah kerangka yang rasional, sehingga, mimpi tidak menjadi dongeng belaka, melainkan dapat diejawantahkan dalam program yang konkret.

Di atas segala kelemahannya dalam mengerakan berbagi sektor pembangunan, VBL pernah mengatakan bahwa kemiskinan di NTT disebabkan oleh kebodohan dan kemalasan masyarakat.

Pada sisi yang berbeda VBL mestinya juga cukup memahami bahwa ketidakmampuan pemimpin dalam memecahkan masalah adalah sebuah bentuk ketidakcakapan yang setali tiga uang dapat juga memiskinkan masyarakat.

Alat ukur kecerdasan dan kemampuan seorang pemimpin dapat dilihat dari gaya kepemimpinan, kinerja, dan prestasi.

Dan hari ini, publik belum melihat VBL sebagai Gubernur yang mampu mendesain proses pembangunan NTT ke arah yang lebih baik sesuai dengan retorikanya. VBL mungkin sosok yang cerdas sebagai pribadi tetapi, ia belum cakap dalam konteks membangun daerah.

Ia hebat berpolitik, tetapi belum bisa dinilai pandai dalam merumuskan arah pembangun. Pada titik ini, bisa dikatakan bahwa masyarakat telah gagal memilih pemimpin yang cerdas untuk melahirkan ide, gagasan, atau visi yang rasional dan terukur, sekaligus mampu mengimplementasikannya.

Berbagai janji dan wacana yang sangat gampang diucap di ruang publik dan pada akhirnya tidak dikerjakan, dengan begitu dapat diduga bahwa, VBL berbicara tanpa kajian.

Sebagai kepala daerah yang paling menentukan arah pembangunan daerah, VBL dapat dinilai belum memahami secara baik tentang konsep pembangunan itu sendiri.

Wacana-wacana lewat beragam retorika kemudian gagal dalam penerapan, hendak menunjukkan bahwa sebagai pemimpin, ia memiliki banyak ide kreatif tetapi tidak realistis.

Ia belum mengetahui secara baik tentang tahapan pembangunan, kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan di daerah serta solusi alternatif.

Kedua, ketidakberpihakan pemimpin terhadap masyarakat. Persoalan ketidakberpihakan sudah sangat sering dijumpai dalam banyak kasus, pemimpin kerapkali berbicara untuk kepentingan rakyat dalam konteks politik elektoral, tetapi dalam konteks regulasi dan kebijakan, justru terlihat nihil.

Masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam memaknai regulasi dan kebijakan sangat sulit membuktikan pada posisi mana mereka diabaikan lewat suatu kebijakan maupun aturan.

Disparitas ekonomi yang NTT yang terus melebar hendak menunjukkan secara gamblang soal ketidakberpihakan pemimpin terhadap masyarakat kecil.

Ketiga, hilangnya integritas pemimpin. Integritas merupakan salah satu atribut terpenting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Integritas berkaitan dengan konsistensi antara kata dan tindakan.

Integritas bersinergi jelas dengan mutu, sifat, dan keadaan yang memiliki potensi untuk memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Pemimpin yang berintegritas setidaknya terukur lewat sikap dan kebijakan yang konsisten, bukan wacana tanpa implementasi.

Berbagai agenda kepemimpinan VBL lebih sering berhenti pada tataran wacana. Lalu, apa yang dapat generasi muda NTT pelajari dari tipe dan gaya seorang pemimpin semacam VBL?

Apakah pemimpin itu dilahirkan, dibentuk, serta memiliki integritas ataukah asal punya seribu satu macam retorika semu? Apakah demokrasi dalam Pemilihan Umum dimaksudkan hanya agar sebuah daerah memiliki kepala, atau benar-benar pemimpin?

Dalam konteks keteladanan, sebagai Gubernur, VBL belum menampilkan model kepemimpinan yang bisa dipelajari dan ditiru oleh generasi muda.

Orang muda sebagai generasi yang terus belajar dari teori dan praktik di lapangan lewat performa para pemimpin saat ini, bisa saja mengambil cara-cara yang keliru saat terjun ke dalam dunia politik praktis.

Benar bahwa, politik adalah sebuah jalan terbuka bagi siapa saja untuk mengabdi kepada rakyat. Namun, siapapun yang berada di ruang politik harusnya memiliki kecerdasan, keberpihakan, dan integritas.

Kita masih berharap disisa waktu mendatang, Gubernur dapat bekerja maksimal dalam menjaga integritas agar dapat ditiru generasi muda dan kita juga berharap VBL bisa memberikan yang terbaik bagi NTT di sisa masa kepemimpinannya. Semoga.**

Baca Opini Pos Kupang Lainnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved