Berita NTT
KPU NTT Rencana Sederhanakan Desain Surat Suara Pemilu 2024
Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT menggelar diskusi publik rencana penyederhanaan desain surat suara Pemilu tahun 2024
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM,Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM, WAINGAPU - Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTT menggelar diskusi publik rencana penyederhanaan desain surat suara Pemilu tahun 2024.
Penyederhanaan surat suara ini bertujuan memberikan kemudahan bagi pemilih serta mengurangi beban bagi penyelenggara pemilu.
Diskusi publik ini berlangsung secara daring atau zoom pada Jumat 3 September 2021. Acara ini dibuka oleh Ketua KPU NTT, Thomas Dohu.
Hadir, semua komisioner KPU NTT, Pemprov NTT (Biro Pemerintahan), Korem 161 Wirasakti, Kajati NTT, Pengadilan Tinggi Kupang, Polda NTT, Yohanes Kornelius Ethelbert (Fisip Unwira, Melkisedek Neolaka (Fisip Undana), KIP NTT, Parpol tingkat provinsi NTT dan lainnya.
Baca juga: Ketua KPU NTT : PSU Pilkada Sabu Raijua Berlangsung Aman, Lancar dan Partisipasi Pemilih 72 Persen
Ketua KPU NTT, Thomas Dohu mengatakan, rancangan penyederhanaan desain surat suara itu belum diatur dalam peraturan KPU.
"Ini masih dalam bentuk rancangan dan adanya rencana penyederhanaan ini dengan melihat kondisi pelaksanaan pemilu sebelumnya. Pada pemilu sebelumnya, tingkat kerumitan cukup tinggi karena memiliki lima surat suara," kata Thomas.
Dijelaskan, rancangan penyederhanaan surat suara itu juga bertujuan memberi kemudahan bagi pemilih dan mengurangi beban penyelenggara.
Ketua Divisi Teknis KPU Provinsi NTT, Lodowyk Fredrik mengatakan, KPU RI saat ini berencana menyederhanakan surat suara dengan tujuan agar pemilu lebih mudah, murah cepat dan akuntabel.
Baca juga: KPU NTT Siap Eksekusi Putusan MK Soal Pilkada Sabu Raijua
"Maka itu KPU RI berupaya agar ada masukkan penyederhanaan surat suara tahun 2024. Upaya itu, tidak semata memudahkan pemilih untuk menentukan pilihan, tetapi agar pemilu itu lebih murah, menarik dan sah," kata Lodowyk
Dijelaskan, aspek penting desain surat suara, yakni kemampuan pemilih untuk mengenali kandidat atau partai yang menjadi peserta pemilu, agar pemilih dapat memberikan suaranya dengan cara yang benar dan sah.
Sedangkan dampak ikutan dari penyederhanaan surat suara adalah antara lain,akan terjadi proses pemilihan di hari H lebih singkat atau tidak memakan waktu bagi pemilih di bilik suara.
"Dalam melakukan tata kelola pemungut suara di TPS, maka dapat juga mengurangi beban KPPS serta mengurangi logistik. Bahkan, memudahkan petugas sortiran dan mengurangi gudang penyimpanan serta mengefisienkan penggunaan anggaran," katanya.
Lodowyk juga menjelaskan soal surat suara dari pemilu ke pemilu mulai sejak tahun 1955, yaitu memberikan suara dengan cara mencoblos atau menulis, tahun 1971 dengan mencoblos, tahun 1977-1997 juga mencoblos.
Pemilu 1999-2004 mencoblos, sementara pemilu tahun 2009 dengan cara mencontreng, dan pemilu tahun 2014 dan 2019 kembali dengan cara mencoblos.
Sedangkan alasan penyederhanaan, menurut Lodowyk, antara lain, beban kerja KPPS, sehingga penyelenggara Ad Hoc mengalami kelelahan secara fisik dan meninggal, tingginya angka surat suara yang tidak sah pada Pemilu 2019 (infografis KPU), Putusan MK No 147/PUU-VII tahun 2009 tanggal 30 Maret terkait pemaknaan mencoblos pemungutan suara dengan elektronik dengan syarat komulatif dan dapat dimaknai dengan cara lain.
Bahkan, adanya kesulitan pemilih dalam memberikan hak suara karena banyaknya surat suara yang menyebabkan tingginya surat suara tidak sah (survey LIPI 2019 survey Litbang Kompas 2021)
Dikatakan, upaya yang sudah dilakukan KPU, yaitu penggunaan teknologi informasi dalam pungut hitung dan rekapitulasi, menyusun kajian dan penelitian /Riset penyederhanaan desain surat suara Pemilu 2024, mengadakan simulasi terkait draf desain penyederhanaan surat suara dan dilanjutkan dengan survey dan atau Forum Group Discusion (FGD).
Dikatakan, KPU saat ini sementara melakukan kajian terhadap beberapa model surat suara, yaitu, model 1 penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara dengan cara menuliskan nomor urut pasangan calon, partai politik, dan caleg dianggap mudah bagi pemilih dibandingkan pemilu tahun 2019.
Pada pelaksanaan simulasi yang dilakukan KPU, tata cara pemberian suara selain mencoblos dilakukan juga dengan cara menandai dan menuliskan nomor urut pada kolom yang disediakan dalam surat suara.
Menurut Lodowyk, model 5 pemisahan surat suara DPD dengan surat suara Presiden, DPR dam DPRD dapat mengakomodasi jumlah calon anggota DPD lebih banyak (Pemilu 2019 Sulawesi Tenggara 46 calon).
Sementara model 6 pemisahan surat suara DPD dengan surat suara Presiden, DPR, DPRD dengan cara mencontreng berpeluang mengenal kolom calon yang lain.
Sedangkan dalam hal penyederhanaan desain surat suara dengan metode pemberian suara menandai dan menuliskan perlu dilakukan perubahan UU.
Parpol Masih Keberatan
Peter Nenohay dari DPD Partai Golkar NTT mengatakan, sebaiknya desain surat suara masih sama seperti pemilu tahun 2019 lalu.
"Saya masih ragu dengan penyederhanaan desain surat suara, terutama bila ada penggabungan antara surat suara Presiden dan DPR ,DPRD.
Sekretaris DPW PAN NTT, Marthen Lenggu mengharapkan, penyederhanaan desain surat suara dapat memudahkan masyarakat untuk memilih.
"Tentu juga bagi penyelenggara untuk mengurangi beban kerja. Kita juga berharap masih seperti desain surat suara pemilu tahun 2019 lalu," kata Marthen.
Yohanes Kornelius Ethelbert (Fisip Unwira mengatakan, penyederhanaan desain surat suara tentu baik agar ada efisiensi anggaran. "Saya apresiasi apa yang dilakukan oleh KPU ini," kata Yohanes.
Melkisedek Neolaka dari Fisip Undana mengatakan, upaya penyederhanaan surat suara tentu menjadi apresiasi, karena fakta selama ini pemilih yang ada di desa atau pelosok masih kesulitan untuk memilih karena banyaknya surat suara.
"Efisiensi itu baik, tapi kita tidak usah pikir soal anggaran, karena efisiensi anggaran juga bisa membuat demokrasi amburadul. Penyederhanaan juga membuat upaya mencoblos lebih baik," kata Neolaka.
Maryanti Luturmas Adoe dari KIP NTT mengatakan, surat suara yang digunakan pada Pemilu 2019 sudah baik, walaupun ada suara sah dan tidak sah tinggi, karena bisa terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja.
"Tapi jika seperti paparan dari KPU bahwa, justru yang banyak tidak sah pada surat suara pemilihan DPD, padahal pemilihan DPD tidak begitu rumit. Oleh karena itu menurut saya tetap gunakan desain surat suara seperti Pemilu 2019 lalu," kata Maryanti.
Ferry Jahang dari Harian Pagi Pos Kupang mengatakan, upaya penyederhanaan tentu perlu dikaji dengan baik, sebab dengan melihat di NTT ada parpol yang sudah menjaring banyak bakal caleg dan ini juga akan berimbas pada desain surat suara. (*)