Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Rabu 11 Agustus 2021, Pesta Santa Klara dari Asisi: Memberi Total
Nama Clara berasal dari bahasa Latin (Clarus-Clara-Clarum) yang dalam bahasa Italia: Chiara artinya terang, cahaya, sinar.
Renungan Harian Katolik Rabu 11 Agustus 2021, Pesta Santa Klara dari Asisi: Memberi Total (Mat 18: 15-20)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Gereja Katolik pada hari ini merayakan Pesta Santa Klara dari Asisi (Clare of Assisi). Ia lahir 16 Juli 1194 dan meninggal 11 Agustus 1253, pada umur 59 tahun. Ayahnya bernama Favarone dan ibunya Hortulana adalah golongan bangsawan.
Nama Clara berasal dari bahasa Latin (Clarus-Clara-Clarum) yang dalam bahasa Italia: Chiara artinya terang, cahaya, sinar.
Klara adalah perempuan pertama pengikut Santo Fransiskus Asisi. Klara dan Fransiskus adalah dua orang kudus yang hidup di abad pertengahan dari kota Asisi dan mewariskan tradisi yang sama.
Santa Klara terpesona dengan cara hidup Fransiskus. Ia mengikuti Fransiskus dengan melarikan diri dari kemewahan hidup rumah dan keluarganya yang aristokrat.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 11 Agustus 2021: Menegur Sesama dalam Kasih Persaudaraan
Sebagai tanda kehormatan dan pertobatan, Fransiskus menggunting rambut Klara yang cantik ini.
Fransiskus lalu mengirim Klara ke Biara Rubiah (Benediktin) San Paulo untuk tinggal di sana. Jaraknya sekitar 4 kilometer dari tempat tinggal Fransiskus.
Keluarganya yang terhormat karena kaya di kota Asisi berusaha mencarinya. Saat tahu bahwa keluarga mencarinya, Klara berlindung di altar gereja, membuka tutup kepala lalu memperlihatkan rambutnya yang sudah dipotong Santo Fransiskus.
Klara menunjukkan bahwa ia telah memilih “sesuatu” yang lain. Kerinduannya ialah bukan menikah dan mewariskan kekayaan keluarga tetapi mencari sesuatu yang bagi dia lebih bermakna.
Klara telah terpikat dengan suatu kehidupan yang miskin, sederhana. Klara menunjukkan penolakannya kepada keluarga yang mencarinya dengan memegang erat altar gereja yang menjadi simbol bahwa sekarang ia berlindung pada gereja, bukan berlindung pada keluarganya. Ia telah meninggalkan rumah, keluarga dan sekarang ini mengandalkan Tuhan.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 11 Agustus 2021: Menegor Sesama
Keluarganya lalu pulang tanpa membawa Klara. Ia mendirikan Ordo Santa Clara (OSC) yang menjadi ordo kedua dalam keluarga besar Fransiskan. Pengikut Santa Klara biasa disebut para Klaris.
Klara dan biarawati lainnya ingin hidup seperti kaum miskin sehingga mereka hidup dalam kesederhanaan. Ketika ayahnya meninggal dan mewariskan hartanya, Klara memberikan semuanya kepada kaum miskin.
Gereja Katolik memberinya gelar “Kudus” melalui Kanonisasi pada 26 September 1255 di Roma oleh Paus Aleksander IV (Atawolo, 2021).
Santa Klara membiarkan rambutnya digunting sebagai tanda pertobatan. Ia memberi total dirinya untuk dikuasai oleh Tuhan sehingga menjadi alat kasih-Nya yang miskin untuk mengasihi orang-orang miskin dengan cinta Allah yang besar.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 9 Agustus 2021: Jadi Sandungan
Melalui pengabdiannya kepada kaum tersisih di dunia ini, Santa Klara ingin menjadi “terang” bagi orang-orang miskin agar memiliki harapan bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka dalam penderitaan-Nya.
“Pertobatan” Santa Klara menjadi simbol spiritual bahwa orang mesti “meninggalkan” sebuah situasi dosa yang mapan untuk menemukan sebuah nilai yang lebih utama. Proses pertobatan itu memerlukan kerelaan dan korban yang tidak kecil.
Tuhan Yesus dalam Injil hari ini mengajarkan sebuah seni untuk menyelamatkan jiwa sesama yang tersesat dalam jalur dosa, dengan jalan yang manusiawi: menangkap ikan tanpa memperkeruh airnya.
Agar proses itu mendapatkan hasil yang sesuai harapan, niat yang baik saja tidaklah cukup tapi mesti dibarengi dengan cara yang tepat.
Mengoreksi dan mengingatkan saudara agar mengantarnya pada sikap yang benar memerlukan jiwa besar dan hati yang rela berkorban.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 6 Agustus 2021: Menuju Golgotha
Kita mesti tetap menghormati orang lain meski kita tahu dia telah keliru atau berdosa sekalipun karena dia tetap memiliki harga diri dan ingin mendapatkan perlakuan yang terhormat.
Perlakuan yang menghormati sesama ini sekaligus mengonfirmasi kesadaran bahwa kita juga adalah manusia lemah dan rapuh.
Memiliki jiwa besar dan hati yang rela berkorban adalah tanda kedewasaan dan kematangan dalam iman. Orang berusaha menyelamatkan hidup sesama tapi tetap bijaksana menempuh cara yang human.
Orang yang sedang berada dalam posisi tertekan akibat salah dan dosa sesungguhnya berada pada level terendah emosi kemanusiawiannya.
Apalagi seluruh dirinya telah dikuasai rasa bersalah yang besar. Orang dalam posisi seperti ini mesti “disentuh” dengan rasa cinta dan kasih yang tulus. Kasih selalu berkiblat pada orang lain. Orang “menyalibkan” egoisme agar mampu menyalurkan kasih itu kepada orang lain.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 5 Agustus 2021: Dia yang Dikagumi
Kita belajar itu dari Nabi Musa: Ia setia mengantar bangsa Israel keluar dari tanah Mesir menuju Kanaan, tanah terjanji.
Sebuah ziarah panjang dengan pengalaman jatuh-bangun, pasang-surut iman dan banyak pengalaman menakjubkan yang meneguhkan iman Israel.
Namun di atas Gunung Nebo, Tuhan bersabda, “Inilah negeri yang Kujanjikan….Kepada keturunanmulah akan Kuberikan…Aku mengizinkan engkau melihatnya..tapi engkau sendiri tidak akan menyeberang ke sana” (Ul 34:4).
Orang yang berhati besar dan rela berkorban, tidak memikirkan apa yang akan ia dapatkan, tetapi apa yang dapat ia berikan.
Kita juga belajar dari Santa Klara: Menjadi miskin di hadapan Allah berarti siap menerima kelimpahan kasih Allah untuk dibagikan kepada orang miskin, kecil dan hina agar kebahagiaan benar-benar menjadi milik mereka di dunia ini.