Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Sabtu 7 Agustus 2021: Iman

Penyerahan diri itu membuktikan bahwa kita mengakui kehadiran, peran dan penyertaan Tuhan dalam seluruh hidup dan karya setiap hari.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Sabtu 7 Agustus 2021: Iman (Mat 14: 17-20)

POS-KUPANG.COM - Santo Ignasius dari Loyola mempunyai satu nasihat yang indah. “Berdoalah sungguh-sungguh seakan-akan segala sesuatu bergantung pada Allah dan berusahalah sungguh-sungguh seakan-akan segala sesuatu bergantung pada kamu.”

Ungkapan bijak ini mengingatkan kita bahwa iman menjadikan orang semakin berserah total kepada Allah dan dengan demikian ia semakin yakin dengan apa yang ia kerjakan. Iman berarti berserah total kepada kemahakuasaan Tuhan.

Penyerahan diri itu membuktikan bahwa kita mengakui kehadiran, peran dan penyertaan Tuhan dalam seluruh hidup dan karya setiap hari.

Ketika kita menjadi sadar bahwa Tuhan sungguh hadir dalam kehidupan, kita memiliki kepercayaan dalam diri bahwa apa yang kita kerjakan dengan niat yang tulus dan murni akan diberkati Tuhan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 7 Agustus 2021: Doakanlah yang Sakit

Ketulusan dan kemurnian adalah tanda spiritual bahwa karya kita direstui Tuhan karena sejalan dengan kehendak dan misi-Nya.

Murid-murid datang dan bertanya kepada Yesus: mengapa mereka tidak menyembuhkan orang yang sakit?

Yesus menjawab secara terus terang menghujam ke hati. “Karena kamu kurang percaya” (Mat 17: 20).

Murid-murid yang setiap hari mengikuti Yesus tentu akan merasa sangat terpukul. Ternyata, pilihan untuk mengikuti Yesus secara total pun belum menjadi jaminan bahwa kehadiran, hidup dan karya kita menjadi sebuah mukjizat bagi orang lain.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 4 Agustus 2021, Credo et Spero: Percaya dan Berharap

Iman itu terkait erat dengan dua hal: karya Allah di satu sisi dan usaha, perjuangan dan kerja keras manusia seumur hidup. Yang pasti adalah Allah setia.

PersoalanNya adalah apakah kita berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengimani Allah yang tidak tampak dalam mata manusiawi kita? Bukankah kita terkadang seperti Rasul Thomas: hanya bisa percaya kalau benar-benar melihat, mengalami dan merasakan?

Peringatan Yesus itu menjadi inspirasi bagi kita yang masih berziarah di dunia ini agar tidak melulu mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri. Tuhan memberi kita kemampuan yang “terbatas” bagi masing-masing orang.

“Keterbatasan” itu menjadi ilham agar kita lebih mengandalkan sentuhan tangan Allah yang Mahakuasa untuk mengisi ruang-ruang kosong yang membuat kita “terbatas” itu.

Tuhan juga menghadirkan banyak orang: orangtua, saudara, saudari, tetangga, kenalan, sahabat dan kekasih yang menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk menyempurnakan kekurangan kita.

Soalnya adalah apakah hati kita tidak tertutup oleh bentangan rasa angkuh manusiawi yang tidak mampu kita kendalikan?

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 5 Agustus 2021: Membaca Kehendak Allah

Sombong dan angkuh menjadi tirai yang menutup ruang bagi kehadiran Tuhan dan sesama dalam seluruh perjalanan hidup dan karya-karya kita.

Keterbukaan diri inilah yang sesungguhnya menjadi perjuangan panjang seumur hidup karena terkadang kemanusiaan mendominasi pikiran dan hasrat kita.

Leo Tolstoy adalah penulis dan sastrawan tenar asal Rusia. Ia lahir dari keluarga yang makmur. Karya-karya sastra melambungkan namanya dan menuai banyak uang. Ia hidup dengan foya-foya, minum, mabuk dan merambah “dunia selanjutnya.”

Ia juga seorang tentara yang membunuh banyak orang. Pada usia 50 tahun, ia mengalami krisis usia pertengahan yang menekan dan menyeretnya ke ambang bunuh diri. Saat itulah, ia menjadi sadar bahwa ia tak bisa hidup tanpa sebuah tujuan tertinggi yang memberi makna kehidupan.

Tolstoy yang lahir dari keluarga Ortodoks ini akhirnya mulai hidup baru dengan iman sederhana dan tak “mempertanyakan” seperti yang dianut seorang petani Rusia yang sederhana yang setiap pagi melewati rumahnya menuju ke gereja.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 2 Agustus 2021: Kamu Harus Memberi

Menurutnya, hanya iman kepada Tuhanlah “yang memendam kebijaksanaan manusia terdalam” dan hanya iman yang membuatnya hidup.

Ia menulis dalam buku A Confession (Sebuah Pengakuan) sebagai berikut, “Aku kembali kepada kepercayaan akan Tuhan, pada kesempurnaan moral dan tradisi yang membawa makna kehidupan.”

Iman adalah jalan kembali kepada makna terdalam hidup manusia yaitu Tuhan. Saat kita “bertemu” Tuhan, kita merasakan keabadian rindu di dunia. “Keabadian” itu mesti kita retas selama ziarah di atas dunia fana ini. *

Renungan harian lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved