Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Kamis 29 Juli 2021: Jaring
Tuhan Yesus menyatakan bahwa Kerajaan Sorga laksana pukat. Orang sering menyebut kata lain dari pukat adalah jaring.
Anda terkurung dalam sebuah ruang bersama yang tidak mampu Anda hindari lagi. Anda terlalu lemah untuk melawan kemahakuasaan Tuhan yang memiliki tenaga rohani untuk menyatukan semuanya.
Melalui pelukisan tersebut, saya hendak mengajak Anda untuk memperhatikan makna jaring sebagai sarana untuk mengumpulkan dalam konteks keberagaman dan kebhinekaan kita. Makna pukat itu mendapatkan perluasaannya dalam konteks hidup sosial.
Dalam bahasa Biblis, keberagaman dan kebhinekaan itu adalah perluasan dari keunikan dan kekhasan manusia yang berbeda satu sama lain sesuai rencana Tuhan atas diri kita masing-masing di atas dunia ini.
Keberagaman dan kebhinekaan sebagai ungkapan lebih jauh dari keunikan dan kekhasaan setiap orang sebagai karya Allah mesti mendapatkan ruang pemaknaannya dalam konteks hidup bersama di tengah dunia sosial ini.
Ketika semua ikan itu dikumpulkan dalam pasu, serentak saat itu juga teretas relasi, hubungan dan tumbuh komunikasi satu sama lain. Proses mengumpulkan berarti pula mulai menghubungkan satu sama lain.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 28 Juli 2021: Mutiara Berharga
Proses menghubungkan satu sama lain itu memungkinkan terbentuknya jejaring meski dalam perumpamaan itu berarti terjadi pemisahan. Tapi dalam konteks relasi sosial, mulai terjalin jejaring antara yang berbeda dan yang akan terpisah.
Makna jaring atau pukat ini kita alami secara konkret dalam gereja. Keterbukaan adalah ciri utama eksistensi gereja di tengah dunia.
Seperti pukat yang ditebar di tengah laut terbuka menerima semua jenis ikan yang masuk, demikian pun gereja membuka diri sebagai representasi dari Tuhan yang terbuka menerima semua orang, entah orang baik atau orang jahat.
Gereja dengan tangan terbuka menerima semua orang yang datang kepadanya. Gereja tidak pernah mengambil peran seperti orang-orang duniawi yang begitu mudah kita memisahkan satu dengan yang lain dengan saling membedakan.
Memang kita harus mengakui betapa sulit mengumpulkan yang berbeda dalam sebuah ruang yang sama. Bahkan, perbedaan sering dianggap sebagai salah satu potensi ancaman bagi segelintir orang yang kerdil.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 26 Juli 2021, Pesta Santo Yakim dan Santa Anna: Bijaksana
Maka, di mata mereka yang dangkal ini, yang berbeda harus dibungkam, dibinasakan. Padahal yang berbeda itu adalah unik, khas dan menjadi rahmat untuk saling memerkaya dari kelebihannya masing-masing walau kelebihan itu bertakhta di atas keterbatasan.
Dalam konteks gereja yang hidup di negara Indonesia, perbedaan itu merupakan sebuah kenyataan yang niscaya. Perbedaan justru menjadi kekayaan yang mesti diterima dan bukannya sebuah keburukan yang harus dilenyapkan.
Orang yang menolak perbedaan adalah orang yang tidak sadar akan diri dan kehilangan kewarasannya sebagai manusia.
Kit hidup dalam kebhinnekaan namun tetap disatukan dalam ketunggalan. Itulah gereja dan Indonesia. Kita berbeda namun tetap satu.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 23 Juli 2021: Tanah Subur
Kita mesti membangun jejaring di antara kita satu sama lain agar perbedaan masing-masing kita disinergikan untuk membangun sebuah keberasamaan hidup yang tetap saling menghargai dan menghormati realitas kebhinekaan.