Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Selasa 20 Juli 2021: Menjadi Saudara Yesus

Persaudaraan antarmanusia tidak hanya tergantung pada hubungan darah saja. Ada kekuatan lain dalam relasi sosial yang menyatukan perbedaan kita.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Selasa 20 Juli 2021: Menjadi Saudara Yesus (Mat 12: 46-50)

POS-KUPANG.COM - “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?” (Mat 12:48)

Kitab Suci sebenarnya banyak menjelaskan bagaimana persaudaraan itu dipahami dan dibangun. Arti sempit, saudara adalah orang sekandung melalui darah-daging. “Kemudian daripada itu diperanakkannya Habel, adik Kain…” (Kej 4: 2).

Istilah saudara juga digunakan untuk mereka yang berkaitan satu sama lain melalui hubungan rohani. Persaudaraan berkat iman. “Hai tuan-tuan dan saudara sekalian, beranilah aku menyatakan kepadamu dari hal nenek moyang kita Daud…” (Kis 2: 29) atau karena kesamaan fungsi: “…Sorang setiawan adanya akan membagi-bagi kepada saudaranya dalam segala pangkatnya, baik yang besar dan baik yang kecil” (2Taw 31: 15).

Di sini kita memahami bahwa persaudaraan antarmanusia tidak hanya tergantung pada hubungan darah saja. Ada kekuatan lain dalam relasi sosial yang menyatukan perbedaan kita.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 20 Juli 2021, Humanae Voluntati Dei: Pelaksana Kehendak Allah

Narasi “persaudaraan” dalam Perjanjian Lama mengingatkan kita bahwa ternyata perintah Allah tidak cukup untuk mengembalikan dan menghadirkan persaudaraan yang dikehendaki-Nya. Berkali-kali persaudaraan antarmanusia tergoncang dan retak, bahkan terputus.

Matius menuturkan, Yesus dicari oleh ibu dan saudara-saudara-Nya. Mungkin yang dimaksudkan adalah “saudara dan ibu kandung. Mereka berusaha menemui Yesus yang sedang berbicara dengan orang banyak di sinagoga.

Seseorang menyampaikan keberadaan mereka kepada Yesus. Tapi Yesus menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan bahwa para murid adalah keluarga baru-Nya. “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?” (Mat 12:28).

Pertanyaan itu sama sekali tidak mengurangi rasa hormat Yesus terhadap ibu dan saudara-saudara biologis-Nya. Yesus mendefinisikan kembali keanggotaan dalam keluarga-Nya, yang diperluas melampaui hubungan darah. Siapa pun yang melaksanakan kehendak Bapa di Surga adalah keluarga-Nya. Relasi dengan Allah layaknya hubungan keluarga.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 20 Juli 2021: Saudara-saudari

Melalui bacaan Injil hari ini, kita mendengarkan Yesus yang menekankan keluarga baru-Nya, yang tidak lagi terbatas pada ikatan darah. Satu-satunya syarat keanggotaan adalah menaati serta melaksanakan kehendak Allah yang Yesus telah ajarkan dan lakukan. Apakah kita sudah termasuk dalam anggota keluarga baru Yesus?

Kitab Suci Perjanjian Baru menyebutkan persaudaraan universal yang diidealkan dan diperjuangkan para nabi. Persaudaraan sejati yang meliputi semua orang tanpa sekat dan tembok terwujud dalam Yesus Kristus. “Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki–laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah Ibu-Ku” (Mat 12: 50), Luk 8: 21).

Maksudnya, ketika membangun persaudaraan sejati maka yang harus kita lakukan adalah mengikuti jalan yang dibenarkan Yesus. Dia tidak pernah membedakan umat-Nya berdasarkan jenis kelamin, keturunan, profesi, dan sebagainya.

Saudara dalam kata Yunani adelphos tidak hanya berarti “saudara sekandung”. Kata itu dapat berarti kaum sebangsa (Rom 9: 3), atau sesama saudara: “…dan pergilah berdamai dulu dengan saudaramu,lalu kembali untuk mempersembahkan …” (Mat 5: 23). Berulangkali dalam Perjanjian Baru disebutkan “Saudara–saudara Yesus” (Yoh 2: 12).

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 19 Juli 2021: Jangan Memusnahkan

Kitab Suci memberi inspirasi untuk mengartikan dan menentukan arah bagaimana relasi antarumat beriman dan antarumat beragama sekarang ini dikembangkan. Persaudaraan memang universal, persaudaraan harus merupakan suatu persekutuan, bukan hanya dengan Kristus tetapi sekaligus persekutuan satu sama lain sebagai saudara dalam Kristus.

Relasi kemanusiaan kita harus dijiwai perintah Yesus (Mat 5: 21–26). Ada kewajiban saling menegur, terutama kasih kepada orang-orang yang paling kecil, sebab dalam diri mereka itu kita menjumpai Kristus yang konkret.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved