Breaking News

Opini Pos Kupang

PPN Sembako dan Konflik Agensi

Rumor pemerintah akan merubah lanskap perpajakan tampaknya mendekati kenyataan setelah bocornya draft RUU perubahan kelima

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Oleh: Habde Adrianus Dami, Mantan Sekda Kota Kupang, Pendiri Institut Kebijakan Publik dan Penganggaran (KUPANG Institute)

POS-KUPANG.COM - Rumor pemerintah akan merubah lanskap perpajakan tampaknya mendekati kenyataan setelah bocornya draft RUU perubahan kelima atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Terlebih Kementerian Keuangan diketahui membuat skenario rencana pengenaan pajak pertambahan nilai sembako, ( PPN Sembako). Hal ini menjadi ramai diperbincangkan.

Seperti, tanggapan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyayangkan bocornya draft ini ke masyarakat.

Selanjutnya dikatakan "Ini memang situasinya menjadi agak kikuk karena ternyata dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan ke DPR juga sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita, yang keluar sepotong-potong yang kemudian di-blow up dan seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak bahkan mempertimbangkan situasi ini" pungkas Sri Mulyani (detikfinance, 12/06/2021).

Baca juga: Opini Pos Kupang, 7 Oktober 2019, NTT Terancam ASF, Penyakit Mematikan pada Babi

Berbeda dengan respon pemerintah, menurut Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, bahwa "untung dokumen publik ini bocor. Diskusi publik pun bisa terjadi, meskipun kacaunya bukan main" (Viva.com, 14/06/2021).

Demikian juga, Bambang Soesatyo, Ketua MPR, menilai pemberlakuan PPN terhadap sembako berpotensi memberatkan kehidupan masyarakat, sehingga perlu dikaji ulang RUU KUP. (Pos Kupang, 12/06/2021).

Oleh karena itu, rencana pengenaan PPN sembako masih terus di dengungkan, bahkan cenderung membelah opini publik ke dalam pro dan kontra yang simplistis.

Meskipun begitu, di satu sisi kita patut bersyukur bahwa diskursus publik yang sehat dan elaboratif mampu menyediakan mata awas agar program ini ditempa dan matang.

Efek Penjalaran

Rendahnya penerimaan pajak negara, akibatnya APBN mengalami defisit yang akan meningkatkan risiko fiskal yang pada gilirannya kondisi fiskal belum sustainable, pengelolaan fiskal yang tidak rasional akan memperburuk kondisi ekonomi kita.

Baca juga: Opini Pos Kupang 10 April 2019:Pemilu dan Persoalan Kepercayaan

Oleh karena itu, inovasi keuangan sesungguhnya menjadi bahu sandar perekonomian. Karena itu, ambisi yang besar dari pemerintah melalui kebijakan pengenaan PPN sembako tidaklah salah, walau tidak sepenuhnya dapat dibenarkan.

Secara sederhana, PPN merupakan pungutan yang dikenakan pada setiap proses dan transaksi produksi barang dan jasa tersebut sampai pada dan di nikmati konsumen.

Yang terakhir inilah yang pada akhirnya menanggung atau membayarkan pungutan atau pajak itu. Adapun tujuan pungutan ialah untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara. (Situmorang, 2021).

Terkait tarif pajak, teori Laffer (2004) dalam Irwan (2016), menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara tarif pajak dan penerimaan negara dari pajak. Laffer menyatakan dalam teorinya bahwa pada tingkat tarif sebesar nol persen, pemerintah tidak mendapatkan penerimaan yang bersumber dari pajak.

Demikian pula halnya jika tarif pajak 100 persen, pemerintah tidak akan mendapatkan penerimaan pajak.

Teori ini menjelaskan bahwa diperlukan tarif pajak yang ideal, sehingga dapat memberikan kontribusi peningkatan penerimaan pajak. Untuk itu, diperlukan grand strategi perpajakan yang mengandung unsur kebaruan dan dapat mendorong perekonomian.

Dalam konteks itu, kenapa dipersoalkan kebijakan pengenaan PPN sembako khususnya beras premium? Hal ini karena konstruksi logika yang dibangun pemerintah sebagai dasar kebijakan.

Pemerintah, mengklaim, PPN sembako khususnya beras premium itu menyubstitusi komoditi pangan lainnya dan diletakkan diluar konteks agregat jenis sembako yang telah ada.

Klaim pemerintah ini debatable. Pemerintah sebaiknya sadari dan percaya, pengenaan PPN sembako tidak bisa dianalisis secara otonom tanpa mempertimbangkan efek penjalaran terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya.

Sebagai misal, komoditas yang berkontribusi besar terhadap harga pangan dari tahun ke tahun tidak pernah berubah, antara lain beras. Padahal, kunci pengendalian inflasi adalah menjaga stabilitas harga pangan.

Bukti bahwa pengenaan PPN sembako tak bisa diisolasi dari sektor lainnya bisa dilihat dari perkembangan inflasi. Persoalan menjadi semakin tidak sesederhana ketika terjadi kompleksitas dalam sumber dan implikasi inflasi. Inflasi yang tinggi sering kali dianggap momok perekonomian.

Berdasarkan analisis ini, patut diduga, pengenaan PPN Sembako bisa bermakna ganda. Disatu pihak, itu menjadi pertanda baik karena bisa mengisi pundu-pundi negara.

Meski demikian, pada saat yang sama timbul kerisauan, PPN sembako justru mencerminkan keraguan masyarakat untuk berkonsumsi. Akibatnya, berpotensi mengganggu target pertumbuhan ekonomi.

Konflik Agensi

Di dalam disiplin ilmu keuangan, kita mengenal istilah agency cost, yaitu kerugian yang terjadi sebagai dampak konflik agensi yang terjadi antara pemilik dan pengelola sebuah entitas atau organisasi.

Pro dan kontra sehubungan dengan rencana pengenaan PPN sembako ini tidak lain adalah suatu bentuk lain pertikaian yang tidak ada habisnya antara pemilik (principal) dan pengelola (agent) yang dapat mendatangkan kerugian (agency cost), yang dalam hal ini adalah negara.

Pemilik negara-dalam hal ini adalah rakyat-akan selalu bertentangan dengan pemerintah, yang berperan sebagai manajemen dari negara tersebut. Pemerintah yang selalu mengurangi pos pengeluaran karena ingin mengejar target pencapaian laba dalam neraca pembayaran, biasanya selalu ditentang oleh rakyat sebagai pemilik negara.

Idealnya, target pencapaian pemerintah tidak perlu bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Sebagaimana pada tingkat perusahaan, pencapaian target laba layaknya dapat berdampak juga pada nilai pasar perusahaan walaupun tidak mutlak terjadi.

Pengurangan pengeluaran negara idealnya ditujukan untuk kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Pemerintah tentu punya dasar pertimbangan kondisi ideal tersebut.

Permasalahannya, kita tidak bisa selalu mengharapkan kondisi yang ideal pada negara kita, yang kondisinya lebih cenderung untuk menjadi tidak stabil. Sementara pengenaan PPN sembako sudah jelas akan menaikan harga barang kebutuhan pokok, yang pada akhirnya menyulitkan kehidupan rakyat.

Sekarang, bila konflik agensi ini memang tidak dapat dihindari, kepentingan siapakah yang harus lebih diprioritaskan? Dalam kondisi apapun, kepentingan pemilik haruslah lebih utama dibandingkan dengan kepentingan pengelola.

"Sunset Policy"

Karakter setiap kebijakan tidak akan dapat menjadi tajam dan radikal, tetapi harus mengakomodasikan spektrum kepentingan politik yang sangat luas melalui proses kompromi dan negosiasi yang terus-menerus.

Kebijakan yang berakar banyak seperti ini kemungkinan besar akan membuat tidak adanya istilah kebijakan strategis. Sebab, semua akan menjadi "strategis" karena semua hal jadi penting.

Oleh karena itu, upaya kebijakan pengenaaan PPN sembako, jangan sampai menjadi tidak realistis, cenderung kontraproduktif, dan seolah-olah menjadi sangat represif terhadap pelaku ekonomi dan masyarakat.

Sebagaimana pengalaman pemberian insentif pajak, misalnya amnesti pajak yang tidak memenuhi target penerimaan pajak.

Mengingat, dampak pengenaan PPN sembako mempunyai efek domino yang sangat sensitif, fleksibel, dan cepat. Kompleksnya masalah dan perbedaan tingkat kesiapan masyarakat, respon pemerintah yang diambil mestilah tidak tunggal dan kaku, tetapi berlapis.

Sebab, bagaimanapun, untuk bisa merespons secara produktif pengenaan PPN sembako, harus dimulai dari pemahaman tentang esensi, tujuan, format, skala, latar belakang dan kekuatan ekonomi kita.

Akhirnya, ditengah aneka fakta dan keterbatasan yang ada, semoga ada sunset policy memitigasi ketidakpastian kebijakan pengenaan PPN sembako ini tidak berkelanjutan dan bisa segera diakhiri. (*)

Baca Opini Pos Kupang Lainnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved