Opini Pos Kupang
PPN Sembako dan Konflik Agensi
Rumor pemerintah akan merubah lanskap perpajakan tampaknya mendekati kenyataan setelah bocornya draft RUU perubahan kelima
Demikian pula halnya jika tarif pajak 100 persen, pemerintah tidak akan mendapatkan penerimaan pajak.
Teori ini menjelaskan bahwa diperlukan tarif pajak yang ideal, sehingga dapat memberikan kontribusi peningkatan penerimaan pajak. Untuk itu, diperlukan grand strategi perpajakan yang mengandung unsur kebaruan dan dapat mendorong perekonomian.
Dalam konteks itu, kenapa dipersoalkan kebijakan pengenaan PPN sembako khususnya beras premium? Hal ini karena konstruksi logika yang dibangun pemerintah sebagai dasar kebijakan.
Pemerintah, mengklaim, PPN sembako khususnya beras premium itu menyubstitusi komoditi pangan lainnya dan diletakkan diluar konteks agregat jenis sembako yang telah ada.
Klaim pemerintah ini debatable. Pemerintah sebaiknya sadari dan percaya, pengenaan PPN sembako tidak bisa dianalisis secara otonom tanpa mempertimbangkan efek penjalaran terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya.
Sebagai misal, komoditas yang berkontribusi besar terhadap harga pangan dari tahun ke tahun tidak pernah berubah, antara lain beras. Padahal, kunci pengendalian inflasi adalah menjaga stabilitas harga pangan.
Bukti bahwa pengenaan PPN sembako tak bisa diisolasi dari sektor lainnya bisa dilihat dari perkembangan inflasi. Persoalan menjadi semakin tidak sesederhana ketika terjadi kompleksitas dalam sumber dan implikasi inflasi. Inflasi yang tinggi sering kali dianggap momok perekonomian.
Berdasarkan analisis ini, patut diduga, pengenaan PPN Sembako bisa bermakna ganda. Disatu pihak, itu menjadi pertanda baik karena bisa mengisi pundu-pundi negara.
Meski demikian, pada saat yang sama timbul kerisauan, PPN sembako justru mencerminkan keraguan masyarakat untuk berkonsumsi. Akibatnya, berpotensi mengganggu target pertumbuhan ekonomi.
Konflik Agensi
Di dalam disiplin ilmu keuangan, kita mengenal istilah agency cost, yaitu kerugian yang terjadi sebagai dampak konflik agensi yang terjadi antara pemilik dan pengelola sebuah entitas atau organisasi.
Pro dan kontra sehubungan dengan rencana pengenaan PPN sembako ini tidak lain adalah suatu bentuk lain pertikaian yang tidak ada habisnya antara pemilik (principal) dan pengelola (agent) yang dapat mendatangkan kerugian (agency cost), yang dalam hal ini adalah negara.
Pemilik negara-dalam hal ini adalah rakyat-akan selalu bertentangan dengan pemerintah, yang berperan sebagai manajemen dari negara tersebut. Pemerintah yang selalu mengurangi pos pengeluaran karena ingin mengejar target pencapaian laba dalam neraca pembayaran, biasanya selalu ditentang oleh rakyat sebagai pemilik negara.
Idealnya, target pencapaian pemerintah tidak perlu bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Sebagaimana pada tingkat perusahaan, pencapaian target laba layaknya dapat berdampak juga pada nilai pasar perusahaan walaupun tidak mutlak terjadi.
Pengurangan pengeluaran negara idealnya ditujukan untuk kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Pemerintah tentu punya dasar pertimbangan kondisi ideal tersebut.