Pilpres 2024

Ini Bedanya Puan Maharani & Ganjar Pranowo, Akankah Kisah Jaka Tingkir Terulang di PDIP? Simak Ini

Ini kisah lama tentang Jaka Tingkir. Kisah ini sepertinya akan terulang dalam pencapresan 2024, manakala PDI Perjuangan salah mengambil keputusan.

Editor: Frans Krowin
dpr.go.id / TRIBUNNEWS Dany Permana
Puan Maharani dan Ganjar Pranowo 

Padahal, di sisi lain, Demak masih menyisakan seorang pangeran muda, putra ragil dari Trenggono yakni Pangeran Timur.

Namun mengingat pengalaman dan jam terbangnya di pemerintahan masih minim, maka melalui konsensus politik ia cukup ditempatkan sebgai seorang Adipati Madiun, Adipati Rangga Jumeno.

Baca juga: PILPRES 2024 - Wacana Duet Megawati-Prabowo Kembali Mencuat, Begini Reaksi Gerindra

Mandat dan amanat yang diemban Jaka Tingkir, ia laksanakan sebaik-baiknya.

Melalui bantuan tangan dingin Sunan Giri Prapen, seluruh Adipati di sepanjang Pantura dan Timur Pulau Jawa, menyatakan tunduk dan loyal terhadap Jaka Tingkir sebagai Sultan Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya.

Pajang dalam kemakmuran di bawah kepemimpinannya.

Pada masa kepemimpinannya, pasar ekspor bahan pokok meningkat daripada tahun-tahun ketika Demak mengalami krisis dan masa peralihannya ke Pajang.

Baca juga: Mega-Prabowo Duet Ideal Pilpres 2024, Gerindra Pilih Diam, PDIP Malah Jagokan Puan Maharani, Lho?

Kini, sejarah itu berulang.

Muncul sosok dalam "rumah politik" PDIP, Ganjar Pranowo yang memiliki segudang pengalaman dan teruji, baik dalam masa-masa ia pernah menjadi anggota DPR maupun kepemimpinannya di Jawa Tengah.

Sosok Ganjar ini bersaing dengan Puan yang saya anggap adalah Trah Politik Sukarno atau pewaris sah tahta partai.

Sebagaimana Jaka Tingkir, seorang Ganjar adalah sosok yang kaya pengalaman.

Pahit getirnya sebagai politisi maupun memimpin daerah sudah banyak ia alami.

Baca juga: Megawati Sapa Prabowo Sebagai Sahabat, Nitizen Nilai Sapaan Beraroma Pilpres 2024, Benarkah?

Jam terbangnya sangat tinggi dan tak bisa diragukan dalam hal manajerial.

Maka, andai saja, kelak terjadi persaingan dalam "rumah politik lama", toh bisa pindah ke "rumah politik baru".

Rakyat bukan melihat kemegahan "rumah politik".

Buat apa rumah politik lama kalau isinya hanya dihuni banyak pecundang.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved