Pilpres 2024
Ini Bedanya Puan Maharani & Ganjar Pranowo, Akankah Kisah Jaka Tingkir Terulang di PDIP? Simak Ini
Ini kisah lama tentang Jaka Tingkir. Kisah ini sepertinya akan terulang dalam pencapresan 2024, manakala PDI Perjuangan salah mengambil keputusan.
POS-KUPANG.COM - Ini kisah lama tentang Jaka Tingkir. Kisah ini sepertinya akan terulang dalam pencapresan 2024, manakala PDI Perjuangan dihadapkan pada dua figur ini.
Lantas, apa kaitan antara kisah Jaka Tingkir dengan figur yang disebut-sebut bakal menjadi capres yang diusung PDI Perjuangan?
Siapakah figur yang bakal dipilih oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri untuk diusung sebagai capres? Apakah Puan Maharani atau Ganjar Pranowo
Akankah Bu Mega memilih Puan Maharani yang adalah pewaris sah takhta PDIP?
Baca juga: Megawati-Prabowo Didorong Maju Pada Pilpres 2024, Kata Direktur Mega Pro: Nggak Ada Yang Bisa Lawan
Bukankah saat ini popularitas Ganjar Pranowo yang juga Gubernur Jawa Tengah terus melejit menyaingi Prabowo Subianto, melampaui Anies Baswedan dan bahkan meninggalkan Puan Maharani?
Apakah hanya karena seorang pewaris sah takhta PDIP, yakni Puan Maharani yang kini menjadi Ketua DPR RI, Megawati lantas membuang Ganjar Pranowo?
Tegakah putri Bung Karno itu menyakiti hati rakyat hanya karena pilihan politik untuk membesarkan PDIP?
Daftar pertanyaan ini akan semakin panjang manakala diurai satu per satu.
Baca juga: Survei LSI: Airlangga Hartarto King Maker Pilpres 2024
Tapi adalah baik kalau kita simak tulisan opini yang dibuat Anang "Gusdur" Harris Himawan (Ki Ageng Munggung)
CEO Rumah Sejarah Indonesia, seperti yang dikutip Pos-Kupang.com dari TribunBatam.id berikut ini:
Cerita ini bermula dari tahun 1568 M, sebagai tahun bersejarah diangkatnya seorang ksatria Gung Binathoro Bagus Jaka Tingkir alias Mas Karebet.
Sosok itu merupakan putra Ki Ageng Pengging cucu Brawijaya V, pungkasaning ratu Majapahit.
Baca juga: Jokowi Bicara Pilpres 2024 dan Kiblat Relawan Jokowi: Sabar Sabar Dulu
Pengangkatan Jaka Tingkir menjadi Sultan Pajang bukanlah didasarkan pada suka atau tida suka.
Loyalitasnya pada Kesultanan Demak tak bisa dianggap enteng.
Saat Demak diambang kehancuran akibat pemberontakan Arya Jipang, Jaka Tingkir tampil sebagai benteng terakhir Kasultanan Islam di Jawa bagian tengah tersebut.