Opini Pos Kupang
SR. Robertilde, SspS, Melayani Tanpa Batas
Sekolah Tentang Hidupnya Sr. Robertilde, Wihelmina Anthonia van de Meer, SSpS, atau biasa di panggil Sr. Rober, adalah seorang biarawati katolik
Oleh: Sr. Herlina Hadia, SSpS
POS-KUPANG.COM - Sekolah Tentang Hidupnya Sr. Robertilde, Wihelmina Anthonia van de Meer, SSpS, atau biasa di panggil Sr. Rober, adalah seorang biarawati katolik dari Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS), yang didirikan St. Arnoldus Yansen.
Ia berkebangsaan Belanda yang mendedikasikan hidupnya untuk orang-orang Manggarai.
Ia memutuskan masuk Biara SSpS di Baexem, pada tanggal 15 April 1954 dan mengikrarkan kaul kekalnya pada tanggal 02 Januari 1963, di tempat yang sama.
Sebagai seorang misionaris, ia siap sedia untuk diutus ke mana saja.
Baca juga: Opini Pos Kupang, 7 Oktober 2019, NTT Terancam ASF, Penyakit Mematikan pada Babi
Setelah mengikrarkan kaul kekalnya dalam Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus, ia meminta untuk pergi ke tanah misi, namun karena kesehatannya maka untuk sementara ia harus tinggal dan bekerja di Belanda sebagai apoteker.
Sampai akhirnya, ia diizinkan untuk berangkat ke tanah misi, Indonesia dan tiba di Jakarta pada tanggal 21 April 1967.
Pada tahun yang sama ia meneruskan perjalanannya ke Flores dan mendapat tugas pelayanan di Lela selama tiga tahun.
Ia bekerja di poliklinik milik SSpS dan mengajar farmasi di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Lela.
Pada bulan Januari 1972 Suster mulai bekerja di Manggarai-Ruteng.
Baca juga: Opini Pos Kupang 22 Juli 2019, Pendidikan di NTT dan Revolusi Industri 4.0
Ia bekerja di paroki mengurus gudang obat-obatan milik keuskupan dan milik pemerintah serta bekerja di sekretariat keuskupan Ruteng.
Kemudian tahun 1978 Suster pindah ke Cancar. Bersama Mgr. Vitalis Djebarus, SVD dan tim dari Keuskupan, ia berpatroli mengelilingi Manggarai.
Manggarai pada saat itu sedang mengalami tingginya jumlah kematian anak dan menekankan program pengurangan jumlah anak di dalam keluarga.
Melihat keadaan itu, Sr. Robertilde memperkenalkan dan menawarkan metode Billings yang juga cocok dengan adat dan keadaan masyarakat setempat.
Walaupun program ini, sejak saat itu, mengalami banyak pertentangan karena dianggap bukan program pemerintah.
Baca juga: Opini Pos Kupang 17 Juli 2019: UU Jakon vs UU Tipikor