Opini Pos Kupang

Selayang Pandang Tentang Biboki-TTU, Nekaf Mese, Ansaof Mese: Tinjauan Sosio-Kultural (selesai)

Selayang Pandang Tentang Biboki-TTU, Nekaf Mese, Ansaof Mese: Sebuah Tinjauan Sosio-Kultural (selesai)

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Selayang Pandang Tentang Biboki-TTU, Nekaf Mese, Ansaof Mese: Tinjauan Sosio-Kultural (selesai)
DOK POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Inilah salah satu filosofi masyarakat tradisional Biboki, yang membuat masyarakat Biboki mempunyai `naluri dan jiwa' untuk `bersatu dan bersaudara' khususnya di antara mereka, dan serentak juga memampukan mereka untuk `bersatu dan bersaudara' dengan semua orang, baik dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan maupun dalam konteks kehidupan menggereja.

Masyarakat Biboki sekarang ini terhimpun dalam enam kecamatan. Dahulu hanya dua: Kecamatan Biboki Utara dengan ibukotanya Manumean, yang kemudian dipindahkan ke Lurasik, dan Kecamatan Biboki Selatan dengan ibukotanya Manufui. Sebelumnya, ketika Kabupaten Timor Tengah Utara masih dalam pola Swapraja, seluruh teritorial Kerajaan Biboki merupakan hanya satu Swapraja yaitu Swapraja Biboki dengan ibukotanya Manufui.

Sekarang ini sudah ada enam kecamatan di Biboki. Kecamatan Biboki Utara dimekarkan menjadi tiga, yaitu Biboki Utara dengan ibukotanya Lurasik, Biboki `Feot-Leu' (Saudari Keramat) dengan ibukotanya Manumean, dan Biboki `An-Leu' (Putra Keramat) dengan ibukotanya Ponu.

Biboki Selatan pun dimekarkan menjadi tiga: Kecamatan Biboki Selatan dengan ibukotanya Manufui, Kecamatan `Moen-Leu' (Saudara Keramat) dengan ibukotanya Mena-Kaubele, dan Biboki `Tanpah' (Penerobos Bumi) dengan ibukotanya di Oenopu.

Ada filosofi di balik nama-nama dari kecamatan-kecamatan yang dimekarkan ini. Biboki `Moen-Leu', `Feot-Leu', `An-Leu', dan `Tanpah'. Penamaan kecamatan-kecamatan baru ini menampakkan filsafat masyarakat Biboki yang sangat menjunjung tinggi `kosmopolitan' kekeluargaan dan kekerabatan.

Istilah `Mone-Feto-Anah', yang artinya `Saudara-saudari-Anak' menunjukkan adanya spiritualitas kekeluargaan dan kekerabatan dalam mengelola kehidupan bersama dan dalam pemerintahan.

Filosofi `afinitas dan afilialitas', yaitu budaya `persamaan, pertalian keturunan, bergabung dan bersatu' hidup dan kuat dalam masyarakat Biboki.

Budaya `afinitas dan afilialitas' masyarakat Biboki bersumber juga pada sistem-sistem`kekeluargaan' yang telah dihayati sejak ratusan tahun yang lalu oleh leluhur-leluhur orang Biboki dalam pola hubungan `feto-mone, olif-tataf, bae feto-bae mone', yaitu pola hubungan `saudara-saudari, adik-kakak, ipar perempuan-ipar laki-laki'. Pola hubungan seperti ini tidak hanya berada dalam tatanan `darah dan perkawinan', tetapi juga dalam tatanan `sosial-politik'.

Suku-suku dan marga-marga membangun hubungan kekeluargaan, kekerabatan dan persahabatan di antara mereka berdasarkan `perjanjian, kesepakatan, jasa dan persahabatan'. Bentuk-bentuk pertalian dalam berbagai dimensi hidup yang dijiwai oleh pola-pola hubungan tradisional `feto-mone, olif-tataf, bae feto-bae mone' ini yang telah menjadi roh dan jiwa dari persatuan dan persaudaraan masyarakat Biboki hingga hari ini.

Ada istilah adat lain dari masyarakat tradisional Biboki yang biasa saya dengar dari mulut marga saya dari garis keturunan ibu, `Tmaneak', adalah `Tmaneak Usif, Tmaneak Tob', artinya `Mengasihi Raja, Mengasihi Orang Kebanyakan'.

Dalam istilah adat ini terkandung filsafat `mengasihi manusia' dari segala strata dan semua golongan'. Inilah `keuniversalan' manusia Biboki, yang telah menjadi landasan persatuan dan persahabatan mereka dengan semua orang dari segala latarbelakangnya. Raja tetap raja, rakyat tetap rakyat, tetapi mereka semua adalah `manusia yang dikasihi'.

Filosofi `tmaneak usif, tmaneak tob' bernilai dan merupakan filosofi `kekristenan' dari masyarakat tradisional Biboki. Sebelum tiba agama Kristen melalui bangsa Portugis dan Belanda di Timor, leluhur-leluhur manusia Biboki sudah menemukan dan menghadirkan `nilai kesamaan dalam kemanusiaan' bagi semua orang.

Satu penemuan dan terobosan yang luar biasa dalam konteks manusia, budaya dan peradaban `purba'.

Inilah salah satu landasan `keberanian dan kemuliaan' manusia Biboki: `Merah menyala dalam kobaran api cinta kasih'! Mungkin karena itu, walau masyarakat Biboki adalah `masyarakat adat', namun darinya telah `lahir' banyak imam.

Adatnya Keras, Tetapi Hatinya Mulia!

Mengapa Biboki selalu `bersatu dan bersaudara', yaitu `nekaf mese, ansaof mese'? Karena mereka selalu mewarisi sejarah `perjanjian dan kesepakatan' leluhur-leluhurnya untuk menjadi satu komunitas adat dalam naungan `Neno Biboki, Funan Biboki'.

Kesetiaan kepada `janji dan kesepakatan' para leluhur masyarakat tradisional Biboki, telah menghantar manusia Biboki sampai pada `kekinian' yang bersatu dan bersaudara.`Nekaf mese, ansaof mese.

Tah toko hunaka mese, tiun toko oemata mese. Tmaneak usif ma tmaneak tob' = `Sehati, Sejiwa. Makan dari Ladang yang sama, Minum dari Mataair yang sama. Mengasihi Raja dan serentak mengasihi Rakyat'. Proficiat Biboki! (*)

Kumpulan Opini Pos Kupang

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved