Suku Boti TTS Hidup Selaras Alam: Batang Damar Pengganti Sabun Cuci Pakaian
Suku Boti Kabupaten TTS hidup selaras alam: batang damar pengganti sabun cuci pakaian
Suku Boti Kabupaten TTS hidup selaras alam: batang damar pengganti sabun cuci pakaian
POS-KUPANG.COM - JUMAT, 28 Mei 2021. Matahari hampir di atas kepala. Saya menghela napas sembari turun dari sepeda motor. Kemudian berdiri di pintu gerbang dengan papan berwarna hijau. Saya disambut tulisan dalam dua bahasa, "SELAMAT DATANG DI DESA BOTI atau Wellcome to Boti" yang terpampang pada gerbang perkampungan adat Boti.
Desa Boti berada di Kecamatan Ki'e, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jaraknya lebih kurang 43 kilo meter ke arah Timur dari Kota SoE, ibu kota Kabupaten TTS.
Penduduk Suku Boti terbagi menjadi Boti Dalam dan Boti Luar. Boti Dalam merupakan sebutan bagi penduduk Suku Boti yang masih memegang teguh kepercayaan suku mereka, Halaika. Sedangkan Boti Luar ialah sebutan bagi warga Suku Boti yang sudah memeluk agama di luar kepercayaan suku.
Baca juga: Promo Sawer Alfamart Senin 14 Juni 2021, Indomilk UHT Rp 15.000, Fortune Minyak Rp 28.200
Baca juga: Monica Soraya: Adopsi 13 Bayi
Suku Boti dipimpin oleh seorang kepala suku yang sering dipanggil Raja Boti. Namah Benu, begitu namanya. Siang itu, Namah Benu menerima kedatangan saya di sonaf dengan hangat. Namah berbicara dengan bahasa Dawan, diterjemahkan oleh Eli Tasuib.
Saya melempar pandangan ke sekeliling sonaf yang dipenuhi pohon dan tanaman. Suasana di Boti sejuk. Namah bercerita, mereka sangat dekat dengan alam. Bagi mereka, alam adalah ibu yang menyusui; memberikan kehidupan bagi manusia.
"Adat dan tradisi orang Boti yang tetap dijaga dan dipelihara sampai saat ini tidak terlepas dari alam," kata Eli Tasuib.
Warga Boti Dalam terdiri dari 319 jiwa yang tersebar dalam 76 kepala keluarga (KK). Kedekatan mereka dengan alam terlihat dari cara hidup mereka yang bergantung pada alam.
Baca juga: Warga Weliman Krisis Air Bersih
Baca juga: Selayang Pandang Tentang Biboki-TTU, Nekaf Mese, Ansaof Mese: Sebuah Tinjauan Sosio-Kultural (1)
Berkebun, misalnya. Mereka menanam berbagai jenis tanaman, seperti jagung, pisang, ubi kayu, ubi jalar, labu, kacang-kacangan, dan lainnya. Benih jagung mereka jaga turun temurun dari zaman nenek moyang.
Warga Boti Dalam melakukan tiga kali ritual dalam setahun. Pertama, ketika ingin membersihkan kebun. Kedua, saat menanam. Ketiga, saat panen.
"Kami doa ke alam karena alam yang keluarkan makanan. Sesudah panen doa lagi, bilang ke alam kami mau panen," ungkap Namah.
Sebagian hasil panen akan disimpan di rumah bulat, sebagian lagi dikonsumsi sehari-hari. Menariknya, mereka memiliki alat makan yang terbuat dari tempurung kelapa. Piring, sendok, dan gelas itu dibuat oleh para lelaki Boti.
Kedekatan dengan alam terlihat jelas ketika mereka sakit. Adik perempuan Namah, Mollo Benu menggunakan kemiri sebagai obat pijat. Buahnya dihancurkan, dicampur kunyit, direbus, lalu diminum. Anaknya, Lius menambahkan, jika jatuh dari pohon, mereka akan meminum kemiri dan kunyit.
"Kalau sakit kepala, tempel daun anone ke dahi. Kalau batuk, rebus kelapa dan kunyit, lalu minum," kata Lius.
Bukti bahwa alam memberikan apapun yang mereka mau juga terlihat dari cara mereka mencuci rambut. Menurut tradisi, mereka mencuci rambut dengan buah pohon kbene poat. Jika tidak, mereka bisa gunakan tanah hitam. "Bukan sembarang tanah, ada tanah khusus," jelas Eli.