Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Minggu 13 Juni 2021, Pekan Biasa XI: Bersyukur
Yesus memakai perumpamaan tentang benih yang tumbuh untuk menggambarkan peran penabur dan proses bagaimana benih itu “berziarah” dari satu biji
Renungan Harian Katolik, Minggu 13 Juni 2021, Pekan Biasa XI: Bersyukur (Mrk 4:26-34)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Selama kurang lebih dua tahun saya tinggal di komunitas Soverdi Waikomo. Rumah ini berdiri di bukit. Pemandangan sangat indah. Di depan berdiri tegak Ile Lewotolok yang beberapa waktu lalu memuntahkan lahar panas. Laut biru depan Kota Lewoleba tampak romantis kala malam hari ketika nelayan-nelayan “menyuluh” (melaut) dengan kerlap-kerlip lampu di atas sampan.
Kondisi alam memang kering dan gersang. Rumah ini hanya berharap pada hujan musiman, padahal air limpah. Kreativitas penghuni “rupanya” sudah pensiun. Tinggal menikmati saja sehingga yang gersang pun tampak indah. Kepasrahan itu tanda bahwa ziarah mendekati ujung senja.
Saya berusaha menanam bunga tapi kondisi bukit diseraki batu karang tanpa tanah. Solusinya adalah membeli pot dan polibek untuk diisi tanah dan ditanami bunga dan berbagai jenis sayuran. Memelihara tanaman berarti belajar filosofi pertumbuhannya. Sebuah biji kecil dibenam ke dalam tanah, tumbuh menerobos tanah, bang kecil lalu tumbuh menjadi besar dan berbuah atau berbunga. Sebuah keajaiban.
Kita tahu bagaimana proses tanaman itu tumbuh. Tapi kita tidak pernah tahu bagaimana kejadiannya. Ada sebuah tangan tak tampak tapi begitu berkuasa yang mengatur proses dan menarasikan secara ajaib bagaimana ia bertumbuh setiap waktu.
Yesus memakai perumpamaan tentang benih yang tumbuh untuk menggambarkan peran penabur dan proses bagaimana benih itu “berziarah” dari satu biji hingga menghasilkan panenan menunggu musim tuai tiba.
Menurut Mark Lane dalam Coming of the Kingdom, Penginjil Markus memilih perumpamaan tentang penabur, benih yang tumbuh dan perumpamaan tentang biji sesawi untuk merincikan penanaman benih, pertumbuhan, pendewasaan dan pematangan serta penuaian hasil dengan jelas. Perumpamaan itu memang tidak merinci bagaimana petani berproses sejak persiapan area, curah hujan, sinar matahari, pembajakan, penanaman, penyiangan hingga musim panen.
Logika hidup pertanian itu tentu menjadi domain dari petani yang Yesus sebut “penabur” dalam Injil. Penabur telah melaksanakan pekerjaannya hingga menanam. Setelah menabur benih di atas lahan, petani harus menyerahkan saat bertunas, bertumbuh, penyerbukan dan pematangan kepada Allah.
Petani bisa menjelaskan proses tumbuhnya tanaman tapi dia tidak tahu kejadiannya. Petani hanyalah seorang pekerja yang saat tertentu menabur dan menuai. Tapi Allah yang memegang rahasia kehidupan. Allah yang mengontrol kehidupan ini. Allah yang mengatur mekanisme semua elemen alam ini.
J. Calvin memandang teks perumpamaan ini Yesus alamatkan kepada pelayan-pelayan Firman yang menaburkan benih di tengah dunia. Pekerjaan itu membutuhkan proses yang sangat panjang, kadang melelahkan dan sering kehilangan harapan karena tidak segera mendapatkan hasil akhir.
Yesus mengingatkan para pengikut-Nya agar tidak perlu resah dan berkecil hati. Mereka mesti sabar untuk mengikuti seluruh proses pertumbuhan selaras dengan gerak alam ini. Mereka bisa pergi tidur malam hari dan bangun esok pagi untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Tetap melakukan apa yang bisa dilakukan sesuai konteks kemampuannya. Allah yang akan mengubah keresahan dan ketidaksabaran mereka ketika musim panen itu tiba (Bdk Harmony of the Evangelists, 1949:128).
Perumpamaan ini menyadarkan kita bahwa di tengah dunia ini, kita hanya pekerja Allah. Kita adalah orang suruhan, hamba dari Allah sebagai pemilik seluruh semesta ini. Kemampuan kita sangat terbatas. Kita tidak mungkin mengerjakan semua hingga tuntas karena bakat, potensi kita sangat terbatas.
Sebagai pekerja, kita harus selalu sadar bahwa kita membutuhkan partisipasi dan intervensi Allah dalam seluruh pekerjaan kita untuk menyempurnakannya. Kita mesti bertanggung jawab mengerjakan apa yang menjadi bagian kita hingga tuntas. Urusan lain yang lebih mendalam adalah karya rahmat Allah.
Kita mesti belajar bersabar seperti para petani yang setia mengikuti laju gerak alam semesta. Sebagai orang beriman, kita mesti percaya bahwa Allah akan terus berkarya melalui kita yang rapuh dan terbatas ini sambil membuka diri pada kerja rahmat Allah yang berada di luar jangkauan kemampuan manusiawi kita. Partisipasi dalam karya Allah berarti kita menyumbang bagian (pars) kita dalam rencana kerja besar Allah.