Megawati-Prabowo Bakal Ditinggalkan Konstituen Jika Berduet Pada Pilpres 2024, Kata Siapa? Simak Ini
Meski saat ini Megawati Soekarnoputri & Prabowo Subianto digadang-gadang untuk maju pada Pilpres 2024, tapi hal itu diprediksi akan menuai kontroversi
POS-KUPANG.COM, JAKARTA -- Meski saat ini Megawati Soekarnoputri & Prabowo Subianto digadang-gadang untuk maju pada Pilpres 2024, tapi hal itu diprediksi akan menuai kontroversi.
Sejumlah kalangan menyebutkan bahwa pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto itu bakal tidak akan dipilih kalangan milenial.
Sejumlah lembaga survei mengungkapkan, bahwa jumlah pemilih muda yang berusia 17-40 tahun akan mendominasi suara pada Pemilu Presiden pada 2024 mendatang.
Pemilih muda atau biasa disebut sebagai pemilih yang berasal dari kalangan mileniel tersebut, mencapai 60 persen.
Para pemilih di kalangan ini, diprediksi lebih menginginkan regenerasi kepemimpinan, dibandingkan dengan mempertahankan kepemimpinan yang sudah berusia lanjut.
Pendapat tersebut diamini pula oleh Pengamat Politik dari UAI (Universitas Al Azhar Indonesia) Ujang Komarudin. Dia mengatakan, pemilih milenial umumnya menginginkan adanya regenerasi kepemimpinan.
Karenanya sosok seperti Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kurang 'dilirik' oleh kalangan milenial.
"Mega-Prabowo pasangan tidak laku jual. Karena pasangan tua. Sedangkan tren pemilih di 2024 kurang lebih 60 persen pemilih muda atau milenial. Justru akan ditinggalkan," ujar Ujang kepada Tribun Network, Rabu 9 Juni 2021.
Ujang mengatakan skenario yang memungkinkan jika PDI Perjuangan berkoalisi dengan Gerindra, yang akan dipasangkan adalah Prabowo dengan Ketua DPR Puan Maharani. Dan, bisa saja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Puan.
"Skenarionya tetap Prabowo-Puan. Bisa jadi Anies-Puan. Prabowo akan masih maju karena tiga kali belum jadi. Karena 2024 tidak ada inkumben. Kader Gerindra juga mendorong-dorong Prabowo," tutur Ujang.
Kemudian, Ujang menyarankan agar Pilpres sebaiknya lebih dari dua pasangan calon. Sebab, untuk menghindari polarisasi seperti pada Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019."Tidak bagus dan tidak baik.
Terutama untuk menghidari polarisasi. Banyak pilihan lebih baik, karena banyak kader terbaik bangsa yang bisa didorong. Bisa tiga sampai empat paslon," imbuh Ujang.
Sementara itu, Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan tidak ada calon yang cukup dominan di Pilpres 2024. Karenanya peluang Mega-Prabowo tetap terbuka lebar.
"Pada saat yang bersamaan kecenderungan partai politik kita itu cenderung diatur dan mudah dikendalikan, terutama oleh PDIP yang kemudian mendapatkan dukungan penuh dari Gerindra," ucap Adi.
Menurut Adi, pengaruh PDIP dan Gerindra dalam koalisi pemerintah amat besar sekali. Karenanya, jika Mega-Prabowo disandingkan, partai politik lain kemungkinan akan memberikan dukungan.
"Bisa saja tidak ada lawan berat kalau semua parpol dikondisikan," ujar Adi.
Respon dari Petinggi Partai Soal Prabowo-Puan
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Gerindra belum membahas soal pasangan Capres - Cawapres untuk Pilpres 2024. Termasuk soal duet Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri.
"Gerindra baru akan bicara tahapan-tahapan itu (duet, red) pada 2023," kata Dasco merespons wacana duet Megawati-Prabowo.
Dasco menerangkan antara Gerindra - PDIP tidak ada masalah dalam berkoalisi. Namun, Dasco tidak ingin kedekatan antara Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri ditafsirkan macam-macam.
"Kalau wacana boleh-boleh saja, tetapi ini (wacana, red) jangan kemudian (membuat) persahabatan sudah lama, kemudian dibuat penafsiran yang katakanlah, nanti membuat suasana tidak kondusif," kata Dasco.
Sedangkan Politikus PDIP Tjahjo Kumolo tak ingin berandai-andai terkait pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung partainya pada Pemilihan Presiden 2024.
Ia meminta publik bersabar menunggu waktu PDIP memutuskan dan mengumumkan hal tersebut."Tidak bisa berandai-andai. Tunggu tanggal mainnya saja," kata Tjahjo.
Berdasarkan undang-undang, ucap Tjahjo, dinyatakan bahwa pengajuan pasangan capres-cawapres merupakan hak dan kewenangan partai politik atau gabungan parpol.
Tjahjo tidak mempermasalahkan bila ada kader PDIP yang bermanuver mencari popularitas jelang Pilpres 2024.
Pasalnya, menurutnya, keputusan mengusung pasangan capres-cawapres nantinya ditentukan oleh parpol.
"Lihat undang-undang masih begitu, sekarang orang mau malang-melintang, mau jadi popoler, kuncinya nanti didukung parpol atau gabungan parpol atau tidak, karena ini adalah domain parpol untuk menentukan siapa capres," ucap Tjahjo. (tribun network/denis destryawan)
Berita Terkait Lainnya Ada Di Sini
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul: Wacana Duet Mega-Prabowo Terus Bergulir, Bagaimana Pendapat Pengamat Politik?