Warga Desa di Labuan Bajo Konsumsi Air Kali, Marselinus Jeramun:Catatan Merah Perumda Wae Mbeliling

Warga 1 Desa di Labuan Bajo Konsumsi Air Kali, Marselinus Jeramun: Catatan Merah Bagi Perumda Wae Mbeliling

Penulis: Gecio Viana | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA
Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Mabar, Marselinus Jeramun 

Selanjutnya, untuk saat ini harus dilakukan suplai air untuk warga melalui mobil tanki air.

"Emergensi menggunakan mobil-mobil tanki yang mereka miliki, daripada hanya menjual kepada yang punya uang saja, sesekali ya memenuhi kebutuhan masyarakat itu juga menurut saya penting, (daripada) mengejar keuntungan yang juga tidak jelas apakah untung atau tidak kita ini," ujarnya.

Pihaknya pun akan meminta Perumda Wae Mbeliling untuk segera turun ke desa untuk melakukan survei.

"Saya sampaikan kepada pak bupati sebentar, ya secepatnya turun langsung ke lapangan, kita punya banyak mobil tanki baik di Perumda Wae Mbeliling, bencana alam karena tidak ada alasan. Pemerintah jangan menunda-nunda, tepatnya turun langsung, saya kira ini jauh lebih berdampak," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, kesulitan mengakses air bersih mengakibatkan ratusan warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), mengonsumsi air dari saluran irigasi pertanian, Kamis 3 Juni 2021.

Aktivitas ini dilakukan warga sejak dulu karena tidak ada alternatif akses air bersih.

Ironisnya, warga sering menemukan tinja (feses), yakni kotoran hasil pencernaan manusia.

Demikian disampaikan warga Kampung Weor Dusun Bancang, Desa Persiapan Golo Tanggar, Agustina ilut (24) didampingi rekannya Maria Nasti (20), saat ditemui usai menimba air irigasi.

"Kadang kami timba air masuk (tinja) dalam ember," keluh Maria Nasti diamini Agustina ilut.

Sebagai ibu rumah tangga, aktivitas menimba air irigasi yang bersumber dari kali Wae Rae dilakukan pada pagi dan sore hari. 

"Kami ambil air dari selokan untuk keperluan memasak, minum, cuci, mandi kami semua ambil air untuk keperluan," jelas Agustina ilut.

Dijelaskannya, air yang ditimba tidak langsung digunakan, namun didiamkan beberapa saat agar lumpur dalam air dapat mengendap.

Akses air baku semakin sulut saat memasuki musim penghujan, sebab banjir yang terjadi mengakibatkan warga terpaksa menggunakan air yang bercampur lumpur.

"Kalau banjir air tidak bisa timba, kami tunggu 2 hari, paling pakai air hujan," bebernya.

Sebagai ibu rumah tangga, keduanya merasa sedih karena menggunakan air yang tidak layak untuk memenuhi kebutuhan anak serta anggota keluarga lainnya.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved