Masyarakat Adat Kolibuto Lembata Gugat Kades Merdeka dan Pengusaha Benediktus Lelaona 

Masyarakat Adat Kolibuto Lembata Gugat Kades Merdeka dan Pengusaha Benediktus Lelaona  Masyarakat adat Kolibuto menggugat secara perdata Kepala Desa M

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Ferry Ndoen
zoom-inlihat foto Masyarakat Adat Kolibuto Lembata Gugat Kades Merdeka dan Pengusaha Benediktus Lelaona 
Foto/Ricko Wawo
Masyarakat adat Kolibuto menggugat secara perdata Kepala Desa Merdeka Petrus Puan Wahon dan investor lokal Benediktus Lelaona.  Gugatan Masyarakat Adat Kolibuto tercatat di Pengadilan Negeri Lembata dengan nomor perkara:10/Pdt.G/2021/PN.Lbt. Tampak tiga kuasa hukum masyarakat adat Kolibuto, Juprians Lamabelawa (tengah), Rafael Ama Raya (kanan) dan Gaspar Sio Apelaby (kiri). 

Masyarakat Adat Kolibuto Lembata Gugat Kades Merdeka dan Pengusaha Benediktus Lelaona 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo

POS-KUPANG.COM-LEWOLEBA-Masyarakat adat Kolibuto menggugat secara perdata Kepala Desa Merdeka Petrus Puan Wahon dan investor lokal Benediktus Lelaona. 

Gugatan Masyarakat Adat Kolibuto tercatat di Pengadilan Negeri Lembata dengan nomor perkara:10/Pdt.G/2021/PN.Lbt.

Gugatan itu ditujukan Kepada Tergugat 1 Presiden RI, cq. Gubernur NTT, cq. Bupati Lembata, cq. Camat Lebatukan, cq. Kepala Desa Merdeka dan Tergugat 2 adalah Benediktus Lelaona.

Rafael Ama Raya, salah satu Kuasa Hukum Masyarakat Adat Kolibuto, Kecamatan Lebatukan menjelaskan bahwa kliennya telah mendaftarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Lembata pada hari Senin, 31 Juni 2021.

Masyarakat adat melayangkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri Lembata lantaran Kepala Desa Merdeka pada tanggal 26 September 2018 lalu telah menghibahkan tanah milik Masyarakat Adat Kolibuto kepada pihak investor atas nama Benediktus Lelaona tanpa sepengetahuan Masyarakat Adat Kolibuto.

Dijelaskan Ama Raya, sesuai penuturan para kliennya, tanah itu bukan tanah milik desa Merdeka, melainkan tanah ulayat Masyarakat Adat Kolibuto.

"Jika kepala desa Merdeka mengaku tanah itu milik desa, kami tantang kepala desa, apa bukti alas hak atas kepemilikan tanah itu? sejak kapan tercatat sebagai aset desa Merdeka? apa dasar perolehannya jika tanah itu tanah desa? Desa Merdeka peroleh dari mana dan dengan cara apa desa perolehan tanah itu? jangan main hibah seenaknya sementara itu bukan aset desa," ujar Ama Raya, Selasa, 31 Mei 2021.

Salah satu pengacara muda LBH SIKAP ini menegaskan, kepala desa tidak boleh hibah sesuka hati sementara barang atau tanah itu sendiri bukan milik desa. Hal itu melanggar hukum karena melanggar hak orang lain.

Jika tanah tersebut bukan milik desa, lalu kepala desa menghibahkan kepada pihak lain dalam hal ini pihak investor, katanya, maka tindakan itu melanggar hukum karena melanggar hak Masyarakat Adat Kolibuto.

Ama Raya berujar karena hibah yang diberikan kepala desa Merdeka ke pihak Benediktus Lelaona itu dilakukan dengan cara melanggar atau menabrak hak orang lain maka hibah tersebut sudah tentu tidak bernilai dan batal demi hukum.

Untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah yang dihibahkan tersebut, maka kliennya yang merasa haknya dilanggar atau dirugikan, berhak melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Lembata untuk mengambil kembali tanah milik Masyarakat Adat Kolibuto yang dihibahkan kepala desa Merdeka secara melawan hukum itu. 

Rekannya Gaspar Sio Apelaby juga menyatakan hal yang sama. Dia mengungkapkan, hibah yang diberikan kepala desa Merdeka kepada Benediktus Lelaona itu cacat hukum. Alasannya, tindakan itu dibuat secara melawan hukum karena ada hak orang lain yang dilanggar disitu. 

"Karena hibah itu dibuat secara melawan hukum maka digugat untuk dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Lembata dan dikembalikan kepada pemilik lahan yang sebenarnya yaitu Masyarakat Adat Kolibuto, selanjutnya mau dimanfaatkan untuk apa, ya itu kembali kepada Masyarakat Adat Kolibuto itu sendiri," ujar Apelaby.

Juprians Lamablawa selaku ketua Tim Penasihat Hukum Masyarakat Adat Kolibuto mengungkapkan bahwa ada dua hal yang membuat hibah tersebut harus dibatalkan. Pertama, hibah itu diberikan oleh orang yang tidak berhak atas tanah yang dihibahkan.  penghibahan oleh pasal 1666 KUH Perdata menyebutkan, hibah juga adalah suatu perjanjian antara si pemberi hibah dan si penerima hibah.

Jika hibah adalah suatu perjanjian maka, hibah tersebut harus merujuk pada Pasal 1320 KUH Perdata sebagai syarat sahnya suatu perjanjian.

Jika hibah tersebut melanggar syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang diatur pasal 1320 KUH Perdata maka hibah tersebut gugur atau batal demi hukum.

Kata Lamabelawa, selain hibah tersebut dibuat dengan menabrak syarat sahnya perjanjian karena tidak memenuhi salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yaitu 'causa halal', hibah itu pun batal demi hukum karena hibah yang diberikan oleh Kepala Desa Merdeka kepada Benediktus Lelaona melanggar Pasal 1682 KUH Perdata.

Katanya, Pasal 1682 KUHPerdata pada pokoknya menegaskan jika hibah itu berupa barang tidak bergerak seperti halnya tanah, maka penghibahan tersebut wajib dilakukan dihadapan Notaris/PPAT, tidak bisa dibuat dengan hibah dibawah tangan.

Pengacara Kongres Advokat Indonesia ini, jika penghibahan dibuat di bawah tangan dengan mengandalkan materai 6000 (enam ribu) maka hibah atas tanah tersebut batal demi hukum dan sudah barang tentu tidak bernilai hukum, tandas.

Untuk diketahui, Masyarakat Adat Kolibuto terdiri dari tujuh suku yakni suku Wuhan, Lewar, Manuk, Wuwur, Wahon, Huran dan satu sukunya tidak memiliki keturunan lagi. Masyarakat adat ini merupakan pemilik ulayat wilayah yang secara administratif desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan. 

"Mereka masih eksis sampai hari ini. Kalau merujuk pada konstitusi menjamin hak masyarakat adat. Dalam eksistensinya juga punya wilayah ulayat," pungkasnya.*)

Masyarakat adat Kolibuto menggugat secara perdata Kepala Desa Merdeka Petrus Puan Wahon dan investor lokal Benediktus Lelaona. 
Gugatan Masyarakat Adat Kolibuto tercatat di Pengadilan Negeri Lembata dengan nomor perkara:10/Pdt.G/2021/PN.Lbt. Tampak tiga kuasa hukum masyarakat adat Kolibuto, Juprians Lamabelawa (tengah), Rafael Ama Raya (kanan) dan Gaspar Sio Apelaby (kiri). 
Masyarakat adat Kolibuto menggugat secara perdata Kepala Desa Merdeka Petrus Puan Wahon dan investor lokal Benediktus Lelaona.  Gugatan Masyarakat Adat Kolibuto tercatat di Pengadilan Negeri Lembata dengan nomor perkara:10/Pdt.G/2021/PN.Lbt. Tampak tiga kuasa hukum masyarakat adat Kolibuto, Juprians Lamabelawa (tengah), Rafael Ama Raya (kanan) dan Gaspar Sio Apelaby (kiri).  (Foto/Ricko Wawo)
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved