REI NTT Minta Pemkot/Pemkab Lakukan Review RDTR dan Tarif BPHTB
DPD REI Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta Pemerintah Kota/Kabupaten untuk melakukan peninjauan ulang (review) Rencana Det
Penulis: F Mariana Nuka | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Intan Nuka
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Dewan Pimpinan Daerah Real Estat Indonesia (DPD REI) Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta Pemerintah Kota/Kabupaten untuk melakukan peninjauan ulang (review) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Ketua REI NTT, Bobby Pitoby menyebut, ketiadaan review tersebut menjadi suatu kendala investasi di NTT, terutama di Kota Kupang. Revisi terhadap RDTR dikiranya dapat mengakomodir pemukiman-pemukiman di Kota Kupang.
"Kota Kupang yang sudah berkembang begitu pesat membutuhkan semua sumber daya dan lahan-lahan yang diperuntukkan untuk perumahan dan tempat lain dengan jelas agar pembangunan itu bisa berjalan dengan baik," kata Bobby di ruang kerjanya, Kamis (20/5).
Menurutnya, REI NTT telah melakukan kolaborasi dengan pemerintah selama tiga tahun terakhir, tapi belum ada hasil yang didapatkan. Dia menilai hal tersebut jelas menghambat investasi. Padahal, peninjauan ulang (review) tersebut untuk mengakomodir pembangunan rumah subsidi, terkhususnya di Kota Kupang agar backlog perumahan di Kota Kupang bisa tercapai secepatnya.
Selain permintaan review RDTR, Bobby juga meminta pemerintah meninjau kembali tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pemerintah telah membantu meringankan beban masyarakat dengan memberikan angsuran dan uang muka yang mudah dijangkau. Tapi, tarif BPHTB yang tinggi memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah (BPR) untuk memperoleh rumah tersebut.
"Adanya kendala pembayaran BPHTB dan perpajakan yang sangat memberatkan MBR. Masyarakat punya kemampuan terbatas untuk menyiapkan uang di depan, atau uang muka atau pajak di depan yang harus dibayarkan. Ini kendala besar bagi MBR untuk membeli rumah," sambungnya.
Bobby menjelaskan gamblang, sesuai UU No 28 tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ditetapkan bahwa Nilai Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NOPTKP) sebesar Rp60 juta. Selanjutnya, BPHTB dibayarkan berdasarkan harga jual rumah dikurangi NOPTKP Rp60 juta dikalikan lima persen. Menurutnya, NOPTKP tersebut ditetapkan karena harga rumah subsidi di tahun 2009 tersebut hanya sebesar Rp55 juta. Namun kini, harga rumah subsidi tahun 2021 sebesar Rp168 juta. Oleh karena itu, NOPTKP tersebut harus ditinjau kembali. REI NTT pun berharap pemerintah kota/kabupaten di NTT bisa melakukan peninjauan ulang terhadap tarif BPHTB agar bisa membantu MBR yang ingin membeli rumah.
"Ini yang kami mohon agar pemerintah bisa tanggap dan bisa menyesuaikan NOPTKP ini agar membantu MBR untuk memperoleh rumah yang layak huni," pintanya.
Ditemui terpisah, Ketua Komisi III DPRD Kota Kupang Tellendmark J Daud menyampaikan, sudah ada peraturan daerah (perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada tahun 2011 dan telah direvisi sebanyak satu kali. Adapun revisi bisa dilakukan dengan jangka waktu perda berjalan minimal lima tahun.
Baca juga: Universitas Pertahanan RI Buka Politeknik Pertahanan Siap Dibuka di Atambua, Kabupaten Belu
Kini, perda tersebut telah berjalan selama sepuluh tahun dan sudah layak direvisi lagi. Alasannya, ada banyak deviasi di lapangan terkait penggunaan lahan.
"Sebagai contoh, deviasi yang terjadi di belakang kantor gubernur. Di RTRW itu kan daerah persawahan, artinya fungsinya juga bisa untuk menampung air. Tapi sekarang terlihat deviasi peruntukkan. Kita lihat di situ berdiri banyak bangunan. Sehingga sudah sewajarnya perda RTRW ini direvisi," katanya saat ditemui di Ruang Fraksi Golkar DPRD Kota Kupang, Senin (24/5) siang.
Tellend mengatakan, kewenangan usulan revisi ini tentunya ada pada dinas teknis, yakni Dinas Pekerjaan Umum Kota Kupang Bidang Tata Ruang Kota Kupang. Komisi III DPRD Kota Kupang sendiri telah menyarankan pemerintah kota melalui dinas teknis agar merevisi perda sesuai kondisi di lapangan. Namun diakuinya, anggaran untuk melakukan revisi tersebut cukup besar karena harus mengukur secara detail lokasi yang direvisi.
"Kemarin mungkin karena kendala anggaran jadi belum sempat diusulkan oleh dinas teknis. Kalau diusulkan ke DPRD, sudah pasti kami akan mendukung itu dan harus dilakukan revisi sesuai kondisi yang ada," sambungnya.
Dia berharap, pemerintah bisa tanggap dengan kondisi tersebut. REI juga harus proaktif untuk berkoordinasi dengan pemerintah sehingga pemerintah bisa tahu lahan mana saja yang perlu dilakukan revisi untuk kebutuhan REI.