Berita Timor Leste

Cerita Musisi Timor Leste, Nekat Rekam Lagu di Gua Saat Diinvasi Indonesia: Sejarah dan Sakral

Cerita Musisi Timor Leste, Nekat Rekam Lagu di Gua Saat Diinvasi Indonesia: Sejarah dan Sakral

Editor: maria anitoda
istimewa
Cerita Musisi Timor Leste, Nekat Rekam Lagu di Gua Saat Diinvasi Indonesia: Sejarah dan Sakral 

POS-KUPANG.COM - Cerita Musisi Timor Leste, Nekat Rekam Lagu di Gua Saat Diinvasi Indonesia: Sejarah dan Sakral

Dianggap mati selama bertahun-tahun, musisi dan pejuang kemerdekaan Timor Leste ini kembali untuk memberikan penghormatan kepada bangsanya melalui musik.

Domingos Pinto Gabrial, juga dikenal sebagai Berliku, adalah seorang guru sekolah berusia 19 tahun di timur laut kota Baucau ketika pasukan Indonesia menginvasi Timor Timur pada bulan Desember 1975.

Baca juga: Warga di Perbatasan NTT Sempat Ancam Serbu Timor Leste , Nyatakan Perang Demi Hak Atas Tanah

Baca juga: Kerajaan di Timor Barat Siap Perang Lawan Timor Leste, Sengketa Batas Baru Selesai 2 Tahun Lalu

Dia bergabung dengan banyak anak muda yang melarikan diri ke pegunungan untuk bergabung dengan tentara perlawanan yang baru dibentuk, FALINTIL (Forcas Armadas de Libertacao de Timor-Leste, atau Angkatan Bersenjata untuk Pembebasan Timor Timur). “Kami tidak punya pilihan, kami hanya harus bertarung."

Melansir Al Jazeera (18/4/2021), Berliku kini menjadi penyanyi utama Maubere Timor, sekelompok veteran yang menyanyikan lagu-lagu patriotik yang digubah di pegunungan selama hari-hari gelap pendudukan Indonesia.

Maubere Timor merilis album pertama mereka pada tahun 2017, dengan 12 lagu yang berisi semangat juang gerakan perlawanan di bawah pendudukan yang berlangsung selama 24 tahun.

Lebih dari 20 tahun setelah referendum kemerdekaan, dan hampir 18 tahun sejak negara itu akhirnya dinyatakan merdeka, Maubere Timor berusaha untuk menangkap keadaan bangsa melalui musiknya.

Baca juga: Indonesia Tak Lirik Timor Leste Yang Jadi Koloni Portugis Sejak Abad 16, Ternyata Ini Penyebabnya

Baca juga: Timor Leste Bukan Saja Miskin Tapi Juga Tingkat Buta Huruf Tinggi, Pembaca Media Terbatas

Berliku bercerita bahwa kehidupan di pegunungan itu sulit, dengan pertempuran yang berlangsung setiap hari dengan pasukan pendudukan Indonesia.

Dalam satu pertempuran, Berliku ditembak lima kali. Dia juga terluka di kaki saat serangan bom.

Dia menunjukkan bekas lukanya, mengatakan bahwa, di atas pegunungan, perlu untuk "bertahan hidup".

“Hidup atau mati, kemerdekaan (adalah) satu-satunya jawaban. Tidak ada pilihan lain.”

Pada tahun 1983, pemimpin perlawanan Xanana Gusmao, yang kemudian menjadi presiden pertama Timor Timur merdeka, menyadari bahwa tidak mungkin mengalahkan Indonesia hanya dengan kekerasan.

Jadi Gusmao menggunakan musik untuk tujuan mereka.

Dinamakan seperti burung yang bernyanyi setiap pagi, Berliku diberi julukan oleh pemimpin perlawanan itu karena dia suka menyanyi dan menggubah lagu saat jeda dalam pertempuran.

Berliku didorong untuk mulai menulis musik dan puisi untuk disebarkan ke masyarakat, jelasnya, untuk menggunakan “musik atau alat apa pun yang bisa kita peroleh untuk melawan orang Indonesia”.

Sumber: Grid.ID
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved