Kesaksian Polisi India Soal Covid: 30 Tahun Mengabdi Tak Ada Kasus Semengerikan Ini, Mayat Menumpuk
Kesaksian Polisi India Soal Covid: 30 Tahun Mengabdi Tak Ada Kasus Semengerikan Ini, Mayat Menumpuk
POS-KUPANG.COM - Kesaksian Polisi India Soal Covid: 30 Tahun Mengabdi Tak Ada Kasus Semengerikan Ini, Mayat Menumpuk
Tsunami Covid-19 India hingga kini masih terus disoroti dunia.
Banyak korban mulai berguguran akibat tsunami covid-19 India yang terus menyerang dan menghancurkan layanan kesehatan di negara tersebut.
Baca juga: Warga India Sampai Segininya, Atasi Corona dengan Cara Potong Lidah Berharap Dewa Terkesan
Baca juga: WHO Tingkatkan Level Varian B.1.617, Covid-19 India Kemungkinan Berubah Jadi Krisis Global
Tsunami Covid-19 India bahkan membuat negara tersebut kehabisan stok oksigen.
Dikutip Gridhot dari artikel sebelumnya, para pasien sampai harus membawa tabung oksigen sendiri jika ingin selamat saat dikarantina akibat covid-19.
Kini banyak pihak berusaha sekeras mungkun untuk bisa membantu seluruh warga yang kesusahan.
Salah satunya adalah polisi yang satu ini.
Dikutip Gridhot dari Al Jazeraa, Kumar (56) merupakan petugas kepolisian di Delhi.
Kini dirinya sudah bertugas lebih berat dari biasanya untuk membantu proses kremasi ribuan jasad yang meninggal akibat covid-19.

"Selama 30 tahun aku mengabdi, tidak pernah aku merasakan krisis semengerikan ini," ungkap Kumar.
"Mayat terus menumpuk memenuhi krematorium karena minimnya tempat prosesi, Ini sangat menyakitkan. Tapi kamu memberikan yang terbaik untuk menghormati mereka yang telah tiada," tambahnya.
Kumar sampai harus menunda pernikahan putrinya akibat pekerjaan luar biasa berat ini.
Keluarganya kini mendukung penuh apa yang dia lakukan untuk banyak orang.
Baca juga: Rakyat India Sampai Putus Asa,Jenazah Pasien Covid-19 Dibuang ke Sungai Gangga hingga Terdampar
Baca juga: Sudah Lebih Dari Seperempat Juta Rakyat India Meninggal Karena Covid-19, Korban Masih Berjatuhan
"Keluargaku mendukung penuh untuk tugas ini. Anaknya dengan tegas mengatakan 'Papa, tolong jangan pulang dulu, kamu melakukan hal yang benar' Dukungan mereka memberikanku kekuatan besar,"
"Banyak jasad yang datang tanpa satupun ditemani keluarga mereka. Bahkan keluarga dekat mereka tak menghadiri pemakaman karena ketakutan tertular covid-19,"
Kumar tak hanya berusaha mengatur jalannya proses kremasi, namun dirinya benar-benar membantu tiap keluarga untuk membopong jasad hingga mengumpulkan kayu untuk pembakaran.
"Saya sudah divaksin dua kali. Saya pakai masker, face shield, sarung tangan, dan mandi air panas tiap pulang ke rumah. Seharusnya itu cukup," katanya.
BACA JUGA BERITA LAINNYA:
Virus corona telah menghancurkan India.
Kondisi India makin parah. Dilaporkan mayat bergelimpangan di setiap sudut kota.
Sementara India mulai mengalami kekurangan stok oksigen, tempat tidur di rumah sakit serta kamar mayat.
Di satu sisi jumlah kremaotrium melimpah.
Hingga kini kondisi India akibat Covid-19 dilaporkan belum menunjukkan tanda-tanda reda.
Para pakar memprediksi jika situasi terus berlanjut, jumlah kematian di negara Asia Selatan ini bakal menyentuh angka satu juta orang per 1 Agustus mendatang.
Jurnal Kesehatan Lancet mengeluarkan prediksi mengutip perkiraan yang dikeluarkan Pusat Penelitian Kesehatan Global Independen ( Institute for Health Metrics and Evaluation) dari Universitas Washington.
“Institute for Health Metrics and Evaluation memperkirakan bahwa India akan mengalami 1 juta kematian yang mengejutkan akibat Covid-19 pada 1 Agustus. Jika hasil itu terjadi, Pemerintah (Perdana Menteri Narendra) Modi akan bertanggung jawab atas bencana nasional yang muncul akibat kelalaian,” katanya.
Kementerian Kesehatan India hari Minggu (9/5) melaporkan 4.092 kematian selama 24 jam terakhir. Ini menjadikan jumlah kematian keseluruhan menjadi 242.362.
Baca juga: Duta Besar India Apresiasi Bantuan Tabung Oksigen dari Indonesia
Baca juga: Varian Covid-19 India dan Malaysia Masuk Indonesia, Menyebar di Sumatera, Kalimantan hingga Bali
Kasus baru Covid-29 dilaporkan naik 403.738, hanya sedikit dari rekor dan meningkatkan total sejak awal pandemi menjadi 22,3 juta.
Dalam empat bulan terakhir, dilaporkan adanya 10 juta kasus.
New Delhi telah berjuang untuk menahan wabah, yang telah membanjiri sistem perawatan kesehatannya, terutama pada gelombang kedua Covid ini yang dijuluki sebagai Tsunami Covid-19 di India.
Sementara banyak ahli menduga jumlah kasus baru dan jumlah kematian resmi terlalu rendah.
Jurnal itu mengatakan bahwa satuan tugas Covid-19 pemerintah belum bertemu selama berbulan-bulan hingga April, ketika virus melonjak.
Awal bulan ini, Reuters melaporkan bahwa forum penasihat ilmiah yang dibentuk oleh pemerintah telah memperingatkan para pejabat India pada awal Maret tentang varian baru dan lebih menular dari virus korona yang terjadi di negara itu.
Empat dari ilmuwan mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah federal tidak berusaha untuk memberlakukan pembatasan besar untuk menghentikan penyebaran virus meskipun ada peringatan dari mereka.
Pemerintah mengizinkan festival keagamaan Hindu diikuti oleh jutaan orang.
Sementara Perdana Menteri Modi, pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa dan politisi oposisi mengadakan rapat umum politik untuk pemilihan daerah.
Peristiwa ini, kata para ahli, ternyata menjadi "sumber penularan yang super".
Seperti dikutip dari Aljazeera, jurnal kesehatan itu mengimbau Pemerintah India untuk mengadopsi strategi ganda untuk melawan epidemi dengan mempercepat vaksinasi nasional dan mengurangi penularan virus mematikan.
“Keberhasilan upaya itu akan bergantung pada pemerintah yang mengakui kesalahannya, memberikan kepemimpinan yang bertanggung jawab dan transparansi, dan menerapkan respons kesehatan masyarakat yang berlandaskan sains,” katanya.
Transparansi Lebih
Lancet juga menyebutkan, upaya Modi untuk menahan kritik "tidak bisa dimaafkan".
Kadang-kadang, pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi tampak lebih berniat menghapus kritik di Twitter daripada mencoba mengendalikan pandemic, sebutnya.
India sangat terpukul keras oleh gelombang Covid-19 kedua dengan kasus dan kematian mencapai rekor tertinggi setiap hari.
Dengan kekurangan oksigen dan tempat tidur di banyak rumah sakit, serta kamar mayat dan krematorium yang melimpah, para ahli mengatakan jumlah sebenarnya untuk kasus Covid-19 dan kematian bisa jauh lebih tinggi di negara ini.
Pada hari Sabtu, Kepala peneliti Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa varian B.1.617 dari COVID-19, yang pertama kali terdeteksi di India Oktober lalu, jelas merupakan faktor penyebab bencana yang terjadi di negara terpadat kedua di dunia itu. .
Baca juga: WHO Tingkatkan Level Varian B.1.617, Covid-19 India Kemungkinan Berubah Jadi Krisis Global
Baca juga: Rakyat India Sampai Putus Asa,Jenazah Pasien Covid-19 Dibuang ke Sungai Gangga hingga Terdampar
“Sudah banyak akselerator yang dimasukkan ke dalam ini,” kata Soumya Swaminathan, 62, menambahkan bahwa varian baru mungkin tidak kebal dari vaksin.
Banyak negara bagian India telah memberlakukan penguncian ketat selama sebulan terakhir, dengan ibu kota New Delhi memperpanjangnya pada hari Minggu, untuk membendung lonjakan infeksi.
Sementara negara bagian yang lain telah mengumumkan pembatasan pergerakan publik dan menutup bioskop, restoran, pub, dan pusat perbelanjaan.
Modi mendapat tekanan untuk mengumumkan penguncian nasional serupa dengan yang diberlakukan selama gelombang pertama tahun lalu.
Dukungan telah mengalir dari seluruh dunia dalam bentuk tabung oksigen dan konsentrator, ventilator, dan peralatan medis lainnya untuk rumah sakit yang kewalahan. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)