Memecah "Otak Korupsi" Para Kepala Desa di TTU
Beberapa kepala desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam hari-hari belakangan ini berada dalam suasana ketar-ketir.
Memecah "Otak Korupsi" Para Kepala Desa di TTU
Oleh Apolonius Anas
Direktur Lembaga Bimbingan Kursus dan Pelatihan U-Genius Kefamenanu
POS-KUPANG.COM - Beberapa kepala desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam hari-hari belakangan ini berada dalam suasana ketar-ketir. Kalau-kalau di antara mereka ada yang dapat “giliran” (daftar tunggu) dibidik Kejaksaan Negeri TTU terkait dugaan penyelewengan dana desa. Patut kita akui bahwa bidikan Kejaksaan Negeri Kefamenanu dalam sebulan ini sudah membuahkan hasil. Beberapa kepala desa ditahan. Sejumlah uang, kendaraan dan beberapa barang lain disita sebagai bukti.
Terhadap prestasi itu kita patut memberi apresiasi kepada Kepala Kejaksaan Negeri TTU saat ini yang boleh disebut “leaping over the expectation” mendukung masyarakat TTU khusus di pedesaan, hidup lebih sejahtera ke depan. Sebab teriakan “minta tolong” beberapa kalangan masyarakat dalam kepemimpinan sebelumnya belum memekak telinga pimpinan Kejaksaan Negeri TTU. Pemimpin seolah-olah “tuli” terhadap laporan beberapa kelompok masyarakat anti korupsi di TTU selama ini.
Pimpinan juga tidak punya nyali memberangus koruptor dan terkesan pasrah. Padahal bukti dan data otentik sudah ada di tangan pelapor. Hanya upaya bergeser sedikit saja dalam bentuk “sendeng hati nurani” untuk peduli pada teriakan warga dengan mengambil keputusan sehingga mampu mengusut kasus korupsi yang dilaporkan. Jadi nyali dan keluhuran hati pemimpin itu sangat penting.
Namun saat ini masyarakat TTU boleh bernapas lega khususnya di daerah pedesaan. Sebab Kejaksaan Negeri TTU di bawah pimpinan Robert Jimmy Lambila sudah memberi harapan baru bagi masyarakat TTU tentang kepastian penegakan hukum.
Robert Jimmy Lambila tentu saja peka dengan situasi warga yang diterpa kemiskinan akibat korupsi. Banyak bantuan mengalir dari pemerintah tetapi masyarakat hanya hidup pas-pasan saja. Upaya dari Kepala Kejaksaan Negeri TTU yang baru itu sejalan dan beririsan dengan visi kepemimpinan bupati Drs David Juandi dan Wakil Bupati Drs. Eusebius Binsasi (Desa Sejahtera) dalam tagline politik mereka “Mewujudkan Desa Sejahtera, Luhur dan Bermartabat”.
Kinerja apik dari pihak Kejaksaan Negeri TTU belakangan ini sudah menjadi bukti bagi publik sekaligus awasan bagi para koruptor bahwa sudah saatnya TTU bebas dari korupsi dan para koruptor tidak boleh hidup bebas di wilayah TTU mulai dari desa sampai ke kota. Pekikan itu sudah dinyatakan secara tegas oleh kepala Kejaksaan Negeri TTU yang baru setelah selesai dilantik beberapa bulan lalu.
Tentu saja hal itu dilakukan demi mengatisipasi jangan sampai pandemi virus korupsi yang menyerang pribadi kepala desa saat ini terus merambat ke institusi lain. Kejadian dalam sebulan terakhir jadi bukti. Rentetan penangkapan para kepala desa di TTU telah menyita perhatian publik TTU karena salah satu kepala desa yang ditangkap diduga telah mencetak rekor penyelewengan dana desa yang nilainya fantastik sebesar 2,1 miliar.
Gaung informasi tentang penangkapan para kepala desa oleh pihak Kejaksaan Negeri TTU juga membuat beberapa orang mulai kepanasan seperti yang diberitakan di salah satu media belakangan ini. Kalau-kalau ada oknum lain, katakanlah sejajar, setingkat, dua tingkat kepala desa atau bahkan the unique, fenomenal, big boss yang berada di atas kepala desa punya andil berada dalam pusaran korupsi Dana Desa belakangan ini. Hanya Kejaksaan Negeri Kefamenanu yang mampu menjawab hal itu.
Tentu saja publik menunggu nyali lanjutan dari pihak Kejaksaan Negeri TTU mengungkap dan memutus mata rantai penyebaran virus korupsi Dana Desa di TTU. Kalau perlu irama penangkapan para koruptor oleh Kejaksaan Negeri TTU dipercepat sehingga trust masyarakat demi menjaga marwah penegakan hukum terpelihara dengan baik sekaligus menjamin kredibilitas dan keseriusan pihak kejaksaan menumpas korupsi di TTU.
TTU Lahan Subur Koruptor
Perilaku korupsi di Kabupaten TTU memang telah membudaya bahkan sebagiannya sudah mendarah daging. Keadaan hidup masyarakat pedesaan yang lugu dan takut melapor dugaan korupsi Dana Desa membuat desa-desa di TTU menjadi lahan subur bagi kepala desa untuk terus tebal dan kebal dalam mengumpul uang haram dengan cara me-mark up Dana Desa.
Modus mark up hampir sama dan menjalar dalam diri kepala desa yang satu dengan yang lain. Mereka seolah lupa diri dan visi hidup sebelum menjadi kepala desa. Sebelum menjabat para kepala desa hidup serba kekurangan. Setelah menjabat hidup berubah total ( kaya mendadak), seperti nasib salah satu kepala desa yang ditangkap. Punya mobil, truck tanki air, dan berbagai jenis kendaraan lainnya ditambah lagi hidup berfoya-foya. Dalam hati orang sekitar mereka tentu bertanya. Dari mana uang orang ini?
Perubahan suasana dari “serba kurang” menjadi “serba ada” membuat kepala desa lupa daratan. Dari mana dia berasal, apa tujuan hidup dan sebagainya yang tercermin dalam visinya menjadi kepala desa. Para kepala desa yang sebelumnya tadi hidup serba kurang, yang awam melihat uang, tentu terkesima dan terperanga dengan jumlah uang di rekening desa yang mengalir langsung dari pusat ke desa.
Suasana hati saat melihat uang dalam jumlah besar tentu saja berkecamuk. Lalu mata batin gelap gulita setelah memikirkan jumlah digit uang yang ada di rekening desa. Lalu mencari cara atau mengakali uang desa itu secara profesional dan proporsional.
Namun mereka tidak pernah berpikir bahwa ada yang lebih profesional dari para kepala desa. Ada pihak yang mengaudit mereka. Menghadapi situasi ini tentu saja sebagai warga TTU kita prihatin. Dana Desa yang mesti digunakan untuk kemakmuran masyarakat desa diselewengkan untuk kepentingan perut para kepala desa. Makanya fakta kemiskinan di TTU tidak pernah pudar dan stigma itu belum terhapuskan karena kepala desa sebagai pemegang kekuasaan tingkat bawah telah menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaannya dengan melakukan korupsi.
Upaya Memecah Otak Korupsi
Tulisan ini tidak membahas tentang bagian otak secara fisik tetapi lebih menampilkan dampak nyata pengelolaan otak (nalar) yang ada pada para kepala desa selama mereka menjabat kepala desa. Isi kepala para kepala desa saat mereka menjabat terjebak dalam satu terpaan zaman bernama “ hedonisme”. Hedonisme telah menjalar dalam diri kepala desa. Otak hedonisme itu telah melumpuhkan nurani kepala desa sebagai pemimpin desa sebagai suatu wilayah yang lekat dengan kesahajaan, keluhuran dan keharmonisan.
Para kepala desa yang melakukan korupsi tidak pernah menggunakan otak dan perasaan mereka untuk melihat dan sadar bahwa mereka hidup dan berada bersama saudara di desa yang lekat dengan kesederhanaan dan kesahajaan itu. Tentu saja seorang kepala desa sangat malu kalau baru setahun menjadi kepala desa ada peralihan luar biasa suasana kehidupaannya. Hidup bergelimang harta benda dari tak punya kendaraan menjadi punya kendaraan. Mestinya kepala desa menjadi contoh kepada masyarakat bagaimana menggapai uang secara halal.
Maka cara memecah otak korupsi pada kepala desa antara lain, pertama penguatan literasi keuangan. Literasi keuangan sangat penting bagi seorang kepala desa agar bisa membedakan uang orang banyak dan uang pribadinya. Pasca pemilihan kepala desa, seharusnya pemimpin di atasnya atau lembaga terkait punya kepedulian terhadap para kepala desa dengan memberikan semacam bimbingan dan tuntunan dalam menggunakan Dana Desa secara simultan.
Literasi keuangan di tingkat desa harus diketahui demi menghindari upaya penyelewengan atau perilaku korupsi kepala desa. Kepala desa harus berbesar hati mengikuti bimbingan dan arahan. Selama ini hal semacam ini tidak serius dilakukan oleh pihak terkait sehingga karena ketidaktahuan, maka kepala desa melakukan penyelewengan. Aapalagi niat buruk sudah menghatui otak kepala desa.
Kedua, bimbingan secara rohani perlu juga dilakukan bagi kepala desa. Misalnya seorang tokoh agama Kristen melakukan penyuluhan bahaya menggunakan mamon bukan hanya dari mimbar tetapi face to face dengan kepala desa seperti yang diajarkan Yesus jika kepala desa itu seorang Kristen. Atau ajaran lain dari Yesus tentang pemungut cukai, tentang kaisar bisa jadi dasar biblisnya.
Sangat disayangkan jika proses penyadaran dilakukan di balik jerui besi. Tunggu setelah kepala desa berada di jeruji besi. Mestinya tindakan keselamatan itu dilakukan sedini mungkin. Jika sudah di penjara, seorang tokoh agama hanya menuruti perkataan dari seorang koruptor atau keluarganya sebagai cobaan Tuhan. Padahal kalau dibimbing dan disadarkan sejak awal, maka kepala desa akan takut menyelewengkan Dana Desa.
Ketiga, sikap anti korupsi dalam keluarga perlu ditanamkan. Dalam keluarga istri seorang kepala desa sangat berperan membedakan haram dan tidak haram duit yang didapat suami. Namun selama ini yang terjadi malahan istri mendukung upaya do it ( berkorupsi) dari sang suami. Istri lengah karena terpaan hedonisme lalu gelap mata menggunakan uang yang bukan milik suami. Mestinya istri–istri kepala desa-lah orang pertama yang menyelamatkan suaminya. Bukan sebaliknya faktor keinginan istri membuat suami sebagai kepala desa terjebak dalam perilaku korupsi.
Itulah cara-cara terbaik memecah otak korupsi yang ada pada kepala dari para kepala desa di TTU khususnya. Jika itu dilakukan maka stigma kepala desa sebagai tukang korupsi bisa dihapus. Desa sebagai kumpulan orang-orang yang hidupnya bersahaja, apa adnya namun hatinya murni mulai dipraktekkan. Mula-mula oleh kepala desanya.*