Patrisius Lasan Sudah Lihat Tanda-tanda Awal Bencana di Lamawolo Lembata

Patrisius Lasan, seorang penyintas bencana banjir dan longsor dari Desa Lamawolo, Kecamatan Ile Ape Timur

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
Patrisius Lasan, seorang penyintas bencana banjir dan longsor dari desa Lamawolo, Kecamatan Ile Ape Timur mengisahkan saat-saat menjelang banjir menerjang desanya pada 3-4 April 2021 yang lalu. Hal ini dia ungkapkan saat LSM Barakat Lembata mengundang dirinya dalam program 'Tulung Taling' sebagai bagian dari trauma healing yang mereka lakukan pada Minggu, 9 Mei 2021. 

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA-Patrisius Lasan, seorang penyintas bencana banjir dan longsor dari Desa Lamawolo, Kecamatan Ile Ape Timur mengisahkan saat-saat menjelang banjir menerjang desanya pada 3-4 April 2021 yang lalu.

Hal ini dia ungkapkan saat LSM Barakat Lembata mengundang dirinya dalam program 'Tulung Taling' sebagai bagian dari trauma healing yang mereka lakukan pada Minggu, 9 Mei 2021.

Menurut Sius, nama panggilannya, tanda-tanda akan adanya bencana alam sudah mulai tampak dua hari sebelumnya atau pada Jumat, 2 April 2021.

Sebagai nelayan, dia melihat pasang air laut sudah cukup tinggi naik sampai ke daratan di wilayah pesisir khususnya yang dia saksikan di Teluk Hadakewa. Gejala pasang air laut ini, kata dia, tidak seperti biasanya.

Baca juga: Kampus Politeknik dan Politani Kupang MoU Dengan Biro Umum Pemprov NTT

Baca juga: Kode Redeem FF Selasa 11 Mei 2021, Buruan Klaim Kode Redeem Free Fire Terbaru

Sius mengungkapkan pada malam harinya tampak mendung di langit tidak seperti biasanya dan hujan mulai mengguyur wilayah desa Lamawolo sejak jam 9 malam.

"Bunyi dari atas gunung sudah besar, pemerintah desa sudah calling untuk mengungsi ke SD. Padahal di pemukiman sebelah ada rumah yang sudah hancur. Kejadian begitu cepat banjir dan longsor, tanah goyang, kayu dari gunung ada semua," kata Sius mengisahkan kejadian pada malam naas itu.

Kemudian, Sius pun mengarahkan istri dan anak-anaknya untuk menyelamatkan diri. Saat ingin menyelematkan ibu mertuanya, Sius sudah melihat banjir kira-kira setinggi rumah muncul dari arah lereng Ile Lewotolok.

Baca juga: BPTD Wilayah XIII NTT Bantu 200 Paket Sembako di Kabupaten Kupang

Baca juga: DPRD Desak Pemda Flotim Segera Bayar Uang Operasional Perangkat Desa

Dirinya sempat hanyut terbawa banjir. Namun akhirnya dua berhasil selamat dengan cara memanjat pohon dan bertahan di sana selama berjam-jam.

"Saya sempat minum air, saya panjat pohon dan selamatkan diri. Saya sempat berdoa Tuhan tolong saya punya anak dan istri. Saya di atas pohon dari jam 2 sampai jam 4 pagi," katanya.

Setelah kembali bertemu dengan istri dan anaknya, Sius menyampaikan, "Mama sudah tidak ada lagi. Saya peluk mereka sambil menangis, dan saya bilang mama tidak ada lagi," tambahnya.

Nyawa ibu mertuanya Theresia Tuto tidak bisa diselamatkan dari banjir bandang yang menerjang pemukiman rumah di desa Lamawolo tersebut.  Mengungsi ke sekolah di Tokojaeng.

Kanisius Soge, relawan LSM Barakat Lembata, menjelaskan Tulung Taling adalah bahasa Lamaholot yang secara harafiah berarti mengobrol dan memberi.

Pihaknya sengaja memilih nama 'Tulung Taling' sebagai bagian dari program trauma healing bagi para penyintas bencana alam Ile Ape. Secara teratur, mereka akan mengundang korban bencana alam yang kehilangan rumah dan keluarga untuk makan malam bersama sambil mengisahkan peristiwa pada malam musibah tersebut.

Dengan begitu, secara tidak langsung, para korban bisa mengungkapkan secara langsung apa yang ada di dalam hati dan pikiran mereka pasca musibah tersebut. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)

Berita Kabupaten Lembata

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved