UU Terorisme

Jadi Dasar Tangkap Teroris, Pengamat Bongkar Kelemahan UU No 5/2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme 

Jadi dasar tangkap teroris, Pengamat bongkar kelemahan UU No 5/2018 tentang Tindak Pidana Terorisme 

Editor: Adiana Ahmad
istimewa
Jadi Dasar Tangkap Teroris, Pengamat Bongkar Kelemahan UU No 5/2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme  

Jadi Dasar Tangkap Teroris, Pengamat Bongkar Kelemahan UU No 5/2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Pemerintah terus memburu para teroris. Keseriusan pemerintah dalam memberantas tindak pidana teroris dibuktikan dengan lahirnya UU No. 5 tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Menjadi dasar penangkapan teroris, pengamat bongkar kelemahan UU No. 5 tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.

Kelemahan UU Terorisme ini dibongkar Pengamat Ken Setiawan.

Ken Setiawan berpendapat UU Nomor 5/2018 tentang Tindak Pidana Terorisme memiliki kelemahan.

Kelemahan yang dimaksud tidak ada pasal yang mengatur agar penyebaran paham radikal bisa ditindak oleh aparat, dalam hal ini Densus 88 Anti-teror.

"Densus 88 paling hebat di dunia dalam menindak pelaku terorisme, tapi Densus belum bisa menindak di tingkat paham radikalnya sebelum melakukan aksi," ujar Ken Setiawan dalam pernyataan tertulis kepada Tribunnews.com, Minggu (9/5/2021).

Baca juga: Datangi Orang Pintar di Sukabumi, Terduga Teroris Berinisial YI Ditangkap Densus 88 Antiteror

Baca juga: Jelang Hari Raya Idul Fitri 2021 Seorang Buronan Terduga Teroris Tertangkap Densus 88 di Sukabumi

"Kelemahan UU No 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme adalah belum bisa menindak pahamnya, tapi tindakan atau aksi terorisme yang bisa ditindak," Tambah Ken.

Menurut dia, kelemahan pada UU tentang Tindak Pidana Terorisme ini menjadi penyebab di balik lemahnya langkah preventif dalam menanggulangi aksi terorisme.

"Itu dikarenakan orang atau kelompok yang hanya mengkampanyekan negara Islam atau khilafah belum bisa ditindak dengan pasal terorisme," tutur Pendiri NII Crisis Center itu.

"Kecuali mereka yang sudah bergabung dalam kelompok dengan berbaiat dan melakukan latihan untuk persiapan terorisme, itu bisa ditindak dengan ‘preventif strike’ atau pencegahan keras, jadi sebelum melakukan aksi mereka sudah bisa ditangkap aparat," sambung Ken.

Ken mengingatkan, kelemahan pada UU ini membuat intoleransi dan paham radikal seperti takfiri dan anti budaya akan terus merajalela.

Baca juga: Munarman Dibebaskan Bila Densus 88 Tak Mampu Buktikan Eks Sekum FPI Tak Terlibat Terorisme Benarkah?

Baca juga: Polri Masih Dalami Keterlibatan Munarman Dalam Aksi Terorisme di Tanah Air

Itu dikarenakan payung hukum di Indonesia belum mencakup penindakan pada penyebaran paham-paham radikalisme.

"Sosialisasi pencegahan tertang radikalisme dan terorisme oleh kementrian dan lembaga, termasuk BNPT sudah sering digaungkan, namun masih kurang. Ibarat menyalakan api, kita itu lilin, sementara kelompok radikal itu obor, jadi kita masih kalah masif," jelas Ken.

"Jumlah kelompok radikal tidak banyak, namun mereka 24 jam bergerak, sementara masyarakat yang moderat cenderung diam tidak merasa terancam dan membiarkannya sehingga ini akan terus menyebar dan semakin merajalela," kata dia.(*)

Berita terkait UU Terorisme
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ini Kelemahan UU No 5/2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme Menurut Pengamat

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved