Opini Pos Kupang

Urgensi Manajemen Informasi Bencana

Badai seroja baru saja menghancurkan NTT pada tanggal 5 April 2021. Sebanyak 16 kabupaten/kota terkena dampak seroja

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Urgensi Manajemen Informasi Bencana
DOK POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Dalam Chaos Organization and Disaster Management, Bellanger menyebutkan dampak bencana sesungguhnya bisa diminimalisasi sejauh ada kesiapan semua elemen dalam masyarakat. Dengan kata lain, dampak bencana bisa ditekan jika organisasi bencana tidak hanya hadir di saat bencana tetapi di semua skala waktu. Hal ini terutama bagi wilayah-wilayah yang memiliki rekam jejak bencana sebagaimana telah dipetakan oleh lembaga formal dan nonformal.

Selain data, informasi bencana menjadi perhatian Bellanger. Sebab, tanpa ada menajemen bencana yang baik, semua data bencana menjadi sia-sia. Dua hal itu, data dan informasi bencana, merupakan prasyarat awal dan penting dalam setiap usaha penyelesaian dampak bencana.

Di titik yang lain, hubungan antara masyarakat yang terancam, respon operasional, dan kepentingan serta tindakan pejabat politik merupakan bagian penting dari apa yang disebut manajemen informasi bencana itu (McLean dan Ewart, 2020).

Menurut McLean dan Ewart jika terjadi bencana, otoritas terkait harus mengambil langkah politik bahkan yang paling tidak masuk akan sekalipun. Di sana, tugas otoritas politik ialah memastikan informasi penting terkait bencana yang dapat menyelamatkan jiwa orang-orang yang paling membutuhkannya.

Praksis ke depan

Kita tentu tidak ingin bencana Seroja muncul lagi di NTT dan di Indonesia. Kita semua tidak mau model distribusi informasi bencana dan dampak bencana macet seperti dua minggu lalu. Kita semua jelas tidak ingin mendengar teriakan saudara kita di Alor dan Malaka atau Rote dan Sabu karena dianggap tidak terkena dampak bencana.

Kita tidak mau lagi terlambat mendengar informasi bencana dari Baubau-Kupang Timur atau teriakan masyarakat Oesao yang terkena dampak bencana.

Manajemen informasi bencana jelas harus segera diperiksa. Manajemen informasi bencana harus dibangun. Dua cara yang bisa dilakukan yakni cara tradisional dan modern.

Secara tradisi, masyarakat lokal kita tentu memiliki banyak sekali kearifan lokal terkait antisipasi bencana dan pola penyebaran informasi bencana. Tugas kita semua ialah mencari, melacak, dan membuka diri untuk belajar tentang pengetahuan lokal yang diwariskan nenek moyang itu dengan sungguh dan jujur.

Olahan pengetahuan lokal itu perlu didokumentasi dan disosialisasikan kepada semua kita termasuk kita yang mengaku diri modern ini. Pengetahuan lokal itu perlu dijadikan sumber bersama dalam menghadapi bencana apa pun yang bakal datang.

Di ruang yang lebih modern, otoritas pengambil kebijakan perlu menghadirkan alat-alat teknologi sederhana tetapi efektif dalam menyampaikan informasi bencana. Alat-alat itu harus ditempatkan di semua tingkatan pemerintahan.

Manajemen informasi bencana harus pula diiringi dengan model dan pola mitigasi bencana yang mapan dan berkelanjutan. Saya membayangkan munculnya sebuah masyarakat yang sadar bencana dan hadirnya generasi antisipasi bencana di masyarakat kita. Semoga.(*)

Kumpulan Opini Pos Kupang

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved