Rizal Ramli Cap Sri Mulyani Sebagai SPG Bank Dunia, Pemicunya Bukan Pembayaran THR ASN Tapi Soal Ini

Ekonom senior, Rizal Ramli menyindir Menteri Keuangan, Sri Mulyani terkait besarnya utang Indonesia saat ini. Dia menyebut utang indonesia abnormal.

Editor: Frans Krowin
POS KUPANG/YENI RAHMAWATI
Rizal Ramli 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Ekonom senior, Rizal Ramli menyindir Menteri Keuangan, Sri Mulyani terkait besarnya utang Indonesia saat ini.

Rizal Ramli menyebut Sri Mulyani tidak bedanya seperti SPG Bank Dunia. Sebab besarnya pinjaman Indonesia diluar batas toleransi atau  abnormal.

Sindirian Rizal Ramli tersebut terucap ketika tahu Sri Mulyani minta arahan dan bimbingan Bank Dunia dalam menghadapi utang negara membengkak.

Rizal Ramli mengungkapkan bahwa langkah yang dilakukan Sri Mulyani dengan terus-menerus minta bantuan Bank Dunia justru akan menghancurkan ekonomi Indonesia.

Baca juga: Lama Bungkam, Sri Mulyani Bongkar Borok Pemerintahan Soeharto, Singgung Aset Negara, Sindir Siapa?

Baca juga: Bambang Trihatmojo Harus Kembalikan Uang Negara,Sri Mulyani Menang di PTUN Soal Utang Sea Games 1997

Bahkan Rizal Ramli tak segan-segan menyebut bahwa sosok Sri Mulyani adalah marketing dari Bank Dunia.

"Dasar SPG Bank Dunia/IMF Undang IMF lagi, Ekonomi Indonesia akan semakin hancur spt 1998!" tulis Rizal Ramli di akun Twitter menanggapi pemberitaan mengenai pernyataan Sri Mulyani, Sabtu 17 April 2021.

Sejatinya, bukan kali ini Rizal Ramli bersikap kritis terhadap kebijakan utang luar negeri Indonesia termasuk sikap Sri Mulyani dalam mengeluarkan sejumlah kebijakan fiskal.

Sebelumnya, Sri Mulyani dalam Komite Pembangunan / Development Commitee (DC) World Bank Spring Meeting 2021 membahas soal prospek pemulihan ekonomi seiring penggunaan vaksin virus corona dan dukungan kebijakan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Meski demikian, dia menyebutkan, masih terdapat ketidakseimbangan pemulihan global sebab di beberapa negara ekonomi diproyeksikan mengalami pertumbuhan positif sementara negara yang terpukul lebih keras memiliki proyeksi pertumbuhan yang jauh lebih rendah.

“Kami berharap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional dapat meningkatkan upaya dalam mendukung negara-negara di seluruh dunia"

"untuk secara efektif mengelola beban utang mereka, meningkatkan akses mereka ke vaksin dan menerapkan strategi pemulihan pertumbuhan mereka,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan, dirinya membutuhkan bimbingan dari Bank Dunia dan IMF untuk mengatasi masalah hutang yang terus meningkat.

“Kami membutuhkan pengawasan dan bimbingan yang lebih besar dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF)"

"untuk mengatasi masalah utang yang terus meningkat dan mengurangi tekanan yang meningkat,” kata Sri Mulyani.

Komite Pembangunan / Development Commitee (DC) adalah forum tingkat Menteri dari Kelompok Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional untuk pembangunan konsensus antar pemerintah tentang isu-isu pembangunan.

Komite ini didirikan pada tahun 1974 dan memiliki 25 anggota, biasanya Menteri Keuangan atau Pembangunan dan yang mewakili keanggotaan penuh Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.

Mantan Menteri Koordinato Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengkritik ekonomi Indonesia di tengah wabah Virus Corona.
Mantan Menteri Koordinato Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengkritik ekonomi Indonesia di tengah wabah Virus Corona. (Channel YouTube Indonesia Lawyers Club)

Said Didu Minta Pemerintah Bertobat

Sementara itu, mantan Sekretaris BUMN, Said Didu kembali menyoroti melonjaknya jumlah hutang negara.

Ia mengungkapkan, saat ini telah terjadi peningkatan jumlah utang secara signifikan.

ia juga mengungkapkan, pemerintah mencari cara agar jumlah utang yang ada kini, masih berada di angka 60an persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Salah satunya, dengan tidak memasukkan komponen utang publik lainnya, semisal utang BUMN dan utang Bank Indonesia, sehingga angka utang yang saat ini masih terkesan aman.

Hal itu Said Didu sampaikan saat melakukan wawancara dengan Hersubeno Arief di akun Youtubenya.

Said Didu menerangkan, sebenarnya saat ini kondisi utang publik Indonesia sudah tidak aman lantaran sudah berada di atas 80 persen dari PDB.

"Banyak informasi yang publik harus paham. Utang publik sekarang sudah di atas 80 pesen dari PDB"

"Utang publik adalah utang yang apabila terjadi kegagalan, maka pemerintah sebagai negara akan mengambil alih dan membayarnya," ujar Said Didu dikutip Warta Kota pada Senin 5 April 2021.

Said Didu lantas menjelaskan apa itu utang publik.

Baca juga: 6 Laskar FPI Jadi Tersangka, Said Dudu Heran: Mayat Kok Jadi Tersangka, Bagaimana Nanti Disidangkan?

Baca juga: Din Syamsudin Dituduh Jadi Tokoh Radikal, Fadli Zon, Said Dudu & Hidayat Nur Wahid Heran: Mustahil!

Menurutnya, utang publik terdiri dari tiga komponen, pertama utang pemerintah langsung yang saat ini sebesar Rp6,300 triliun, kemudian utang Bank Indonesia dan utang BUMN.

"Kalau dijumlah semua utang tersebut, sampai kuartal tiga 2020, jumlahnya sudah mencapai Rp 12 ribu triliunan. Itu sudah 80 persen dari PDB.

Apabila ditambahkan utang di kuartal 4 tahun 2020 dan kuartal pertama 2021, perkiraan saya utang mungkin sudah mencapai sekitar Rp 13,5 ribu triliun, mungkin sudah 82 atau 83 persen PDB. PDB kita terus menurun dan utang kita naik," terangnya

Said Didu menjelaskan, pemerintah 'sengaja' tidak memasukkan komponen utang BUMN dan Bank Indonesia untuk memposisikan utang di bawah 60 persen dari PDB.

"Yang selalu dikatakan pemerintah bahwa utang kita saat ini masih di bawah 60 persen PDB"

"Padahal sebenarnya dia tidak memasukkan utang BI dan BUMN. Kalau dimasukkan itu, sekarang sudah 82 atau 83 persen PDB.

"Kenapa tidak dimasukkan, kalau dimasukkan dan terjadi apa-apa, tetap pemerintah yang harus bayar"

"Nah itu, teknik bersiasat kepada publik bahwa seolah-olah utang masih standar," katanya.

Ia kemudian merinci jumlah peningkatan hutan dari ketika Presiden Jokowi menjabat sebagai presiden.

Peningkatan utang terjadi dari utang pemerintah dan utang BMUN.

Sebagai gambaran, utang publik di tahun 2009 hanya Rp2200 triliun, dan sekarang menjadi Rp13 ribu triliun.

Nah, pada 2014 (utang) sebesar Rp5700 triliun sebagai debit awal dari pemerintahan presiden Jokowi .

Said Didu kemudian merinci jumlah utang masing-masing komponen dalam utang publik.

Dimana, saat ini pemerintah sudah naik dua kali lipat. Peningkatan utang pemerintah sejak 2014 dari Rp 2.600 triliun, menjadi Rp 6.300 triliun sekarang.

"Hampir tiga kali lipat naiknya selama enam tahun," kata dia.

Kemudian utang BUMN, ada dua cara menghitung. Ada yang memasukkan dana pihak ketiga di asuransi dan bank, ada yang tidak memasukkan.

"Jadi, jumlah utang BUMN kalau utang ke bank dihitung, jumlahnya sekitar Rp 6 ribu triliun, meningkat dari tahun 2014 sebesar Rp 2.400 triliun"

"Tapi kalau komponen utang bank tidak dimasukkan, utang BUMN sekarang itu sekitar Rp2500 triliun, meningkat dari tahun 2014 yang hanya sebesar Rp 500 triliun,' urainya.

Masalahnya sekarang, lanjut Said Didu, utangnya meningkat, tapi kemampuan membayarnya menurun.

"Terjadi persoalan cukup besar, karena terjadi peningkatan utang sangat besar, terjadi penurunan kemampuan membayarnya juga semakin besar."

"Untuk menutupi kebutuhan belanja 2021, pemerinah harus mencari utang Rp 1.600 triliun bruto"

"Dari angka itu, Rp 470 triliun akan digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo dan Rp1006 triliun digunakan untuk belanja APBN."

Said Didu menyebut, sekarang ada siasat pemerintah, mengulur pembayaran utang dalam jangka panjang atau menggeser pembayaran utang ke masa mendatang.

"Nah, ini yang perlu mahasiswa, anak muda, lihat Berapa yang ambil utang sekarang, dan akan dibebankan ke masa mendatang. Ada juga taktik siasat seperti ini"

"Misalnya tax amnesty, kemudian kontrak-kontrak jangka panjang. Jadi, pemerintah sekarang lepas tanggung jawab karena akan dibayar pemerintah berikutnya. Ini harus dibuka ke publik," kata dia.

Said Didu juga menyayangkan sikap DPR RI periode saat ini yang tidak cukup kritis dan terbuka dalam menghadapi persoalan utang publik, khususnya utang pemerintah.

"Biasanya hal seperti ini terbuka di DPR, tapi DPR sekarang kan nggak lagi membuka seperti itu"

"Kalau terbuka harusnya pemerintah harus menyampaikan kemampuan membayar pada saat utang itu habis tempo"

"Jangan sampai anak cucu kita, sudah habis semua minyak, habis semua tambang, habis semua yang lain, tapi dapat beban utang yang harus dibayar," imbuhnya.

Jangan sampai, sebut Said Didu, kepala negara yang sekarang mendapat julukan sebagai "Raja yang mewariskan utang."

Baca juga: Kenaikan Gaji PNS 2021 Kementerian PANRB Masih Tunggu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Batal?

Baca juga: Bambang Trihatmojo Panik Kalah dari Sri Mulyani, Putra Cendana Harus Bayar ke Negara Segini, Berapa?

Ahok dan Said Dudu
Ahok dan Said Dudu (istimewa)

"Harusnya pemerintah dan DPR membuka semua utang, tenornya, jatuh temponya kapan, supaya kita semua tahu kondisi utang Indonesia. Sekarang dengan utang jatuh tempo ditambah bunga, perkiraaan saya sudah lebih dari separuh pendapatan negara digunakan untuk membayar utang," sebutnya.

Adapun saran yang disampaikan Said Didu untuk mengatasi persoalan utang agar tidak makin membengkak adalah penghematan belanja negara, termasuk anggaran-anggaran insfrastruktur.

Soal pembangunan insfrastruktur secara masif di tengah keuangan negara yang tidak cukup baik, Said Didu mengibaratkan seorang ayah yang mewariskan rumah untuk anaknya.

Namun sang anak tidak tahu bahwa itu sejatinya adalah mewariskan utang jangka panjang.

"Tidak ada jalan lain, harus mengurangi belanja negara."

"Saya pikir sebaiknya mulai bertobat membuat wasiat dan permohonan maaf karena mewariskan utang dan proyek mangkrak," tandasnya. (Wartakotalive.com)

Berita Terkait Lainnya Di SIni

(*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Sindiran Pedas Rizal Ramli Soal Utang Negara, Sebut Sri Mulyani SPG Bank Dunia: Ekonomi Makin Hancur

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved