Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Senin 5 April 2021: LAWAN HOAKS
Minggu kemarin beredar sebuah video tentang perarakan misa Minggu Palma oleh Paus Fransiskus.
Renungan Harian Katolik, Senin 5 April 2021: LAWAN HOAKS (Matius 28:8-15)
Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Minggu kemarin beredar sebuah video tentang perarakan misa Minggu Palma oleh Paus Fransiskus. Terlihat Bapa Suci dan para kardinal berarak ke panti imam memegang anyaman janur kuning. Lagu yang mengiringi adalah "Di kala Yesus disambut di gerbang Yerusalem ..." Lagu itu dibikin versi bahasa Indonesia.
Muncul komentar bahwa anyaman janur kuning dan lagu itu memang sengaja dibikin karena Bapa Suci ingin menunjukkan solidaritas Gereja sejagat dengan kita di Indonesia yang barusan diserang bom bunuh diri di gereja Katedral Makassar.
Ternyata berita itu hanyalah hoaks alias bohong. Perarakan minggu palma memang benar, tapi tidak dinyanyikan lagu versi Indonesia dan janur kuning itu tak ada kaitannya dengan bom Makassar.
Berita bohong atau hoaks memang bertebaran menghiasi jagat dunia maya. Media sosial menjadi lahan subur bertumbuh dan berkembangnya hoaks. Banyak orang membuat dan menyebarkan hoaks lewat kabar, cerita, pun video berdurasi pendek. Ada yang sekedar iseng, tapi ada yang berintensi politis atau ekonomi.
Menurut KBBI, hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 4 April 2021: Kebangkitan Kristus Melampaui Batas Ruang dan Waktu
Hoaks bukan sekadar menyesatkan, melainkan juga tidak memiliki landasan faktual; disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta. Tujuan dari hoaks antara lain menggiring pendapat, sikap dan keyakinan publik.
Meski istilah hoaks baru muncul sekitar abad 17 dan mengambil peran dalam diskusi publik kita dalam dekade belakangan ini, namun berita bohong sudah jauh lebih dulu ada.
Penginjil Mateus menyusun kisah kebangkitan sebagai tandingan atas cerita yang beredar dari mulut ke mulut tentang murid-murid yang mengambil mayat Yesus hasil rekaan para imam dan orang-orang Farisi yang disebarluaskan para penjaga kubur (Mat 28:13). Cerita dusta itu masih tersiar sampai waktu Mateus menulis injilnya (Mat 28:15).
Oleh karenanya, Matius tidak memakai kubur kosong sebagai bukti kebangkitan Yesus. Baginya, kubur kosong bukan bukti, melainkan hanya tanda bahwa Yesus telah bangkit. Matius tidak meletakkan dasar dari warta kebangkitan Yesus pada kubur kosong, tetapi pada perkataan malaikat sebagai representasi Allah.
Malaikat itulah yang memakai para wanita untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada para murid: "Katakanlah kepada para murid-Nya bahwa Kristus telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia" (Mat 28:7).
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Sabtu 3 April 2021: Lumen Christi; Cahaya Kristus dan Anugerah Kebangkitan
Jadi, kebenaran misi pewartaan kebangkitan para murid bukan pada kesaksian para wanita, melainkan pada perkataan malaikat, perkataan Yesus sendiri dan pertemuan pribadi dengan Yesus di Galilea.
Kalau begitu, penting bagi kita untuk merenungkan mengapa Yesus menyuruh ke Galilea. Padahal tempat kebangkitan-Nya itu di Yerusalem.
Alasannya, di Galilea ada sebuah bukit yang sudah dikenal. Di bukit itu Yesus pernah mewartakan kotbah-Nya yang diawali oleh kedelapan Sabda Bahagia yang terkenal itu. "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah ... yang lemah lembut ... yang lapar dan haus akan kebenaran, dst."