DPR RI : Jangan Asal Tuduh Rente, Bulog Sendiri yang Impor Beras
Masyarakat tidak boleh terlalu rugi karena membeli beras terlalu mahal atau malah tidak ada,
Penulis: Gerardus Manyela | Editor: Rosalina Woso
Demer menilai aneh sikap Bulog atau beberapa pihak yang menyebut adanya permasalahan rente dalam rencana impor beras ini.
“Apa yang rente? Siapa yang akan ambil untung? Nanti yang akan impor beras ini juga Bulog, bukan lembaga lain, jadi siapa yang mau ambil untung sebenarnya? ” ujar Demer.
Lebih lanjut Demer mengatakan bahwa dalam proses atau rencana impor ini, Bulog memang akan berperan sebagai pengimpor. Kapan waktu impor juga belum ditentukan.
“Waktunya sendiri masih diperkirakan, berdasarkan stok yang ada saat ini dan pengalaman yang lalu,” ungkap Demer.
Demer juga menyayangkan adanya beras Bulog yang sampai rusak beberapa ratus ton. Ini membuktikan Bulog tidak memiliki kemampuan dan manajemen yang baik dalam penyimpanan beras.

Saat ini diperkirakan terdapat 300-400 ribu ton beras di gudang Bulog berpotensi turun mutu. Jumlah itu hampir setara dengan persediaan yang dimiliki Bulog.
“Jangan ketika barang rusak, kemudian panik lalu menyalahkan orang lain. Kita sudah sering membahas masalah ini di DPR. Jangan tiba-tiba sekarang malah dibicarakan ke publik hal-hal seperti ini. Kita semua bekerja untuk rakyat. Kita juga tidak mau negeri ini hancur akibat pangan,” tutup Demer.
Bulog Bikin Bingung, Beli Gabah Nggak Bisa, Jual Beras Nggak Bisa
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi kembali menyoroti masalah kinerja perusahaan BUMN Bulog. Ia menilai Bulog gagal dalam melakukan dua hal.
Pertama, kata Dedi, Bulog tak memiliki kemampuan menyerap gabah petani sehingga para petani menjual hasil padinya ke tekngkulak. Namun seringkali tengkulak tidak semuanya memiliki modal yang cukup.
"Banyak tengkulak yang baru bisa membayar setelah penjualan. Sehingga ada titik waktu banyak para petani kecil yang mengalami kekosongan keuangan karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar," kata Dedi, Kamis, (25/3/2021).
Lanjut Dedi, hal kedua yang gagal dilakukan Bulog adalah tidak maksimalnya menyerap gabah petani.
Menurut Dedi, daya serap Bulog itu rendah karena sering kali membeli beras di bawah tengkulak. Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp 4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp 3.800 per kilogram. Hal itu karena memang Bulog memiliki kehati-hatian dalam membeli gabah.
Selain itu, ujar Dedi, Bulog juga ternyata tidak mampu menjual beras. Hal itu bisa dilihat dari masih banyaknya stok lama yang tak bisa keluar.
"Banyak beras lama tak terpakai berarti tak bisa keluar kan, sehingga mengalami kerusakan," kata politisi Golkar ini.