Gegera Pernyataan Ini Mahfud MD Dikecam PKS, Dianggap Sebagai Pembuat Kegaduhan di Era Jokowi, Apa?

Gegera Pernyataan Ini Mahfud MD Dikecam PKS, Dianggap Sebagai Pembuat Kegaduhan di Era Jokowi, Apa?

Editor: maria anitoda
TribunSumsel.com
Gegera Pernyataan Ini Mahfud MD Dikecam PKS, Dianggap Sebagai Pembuat Kegaduhan di Era Jokowi, Apa? 

POS-KUPANG.COM - Gegera Pernyataan Ini Mahfud MD Dikecam PKS, Dianggap Sebagai Pembuat Kegaduhan di Era Jokowi, Apa?

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang buat gaduh. 

Sebelumnya Mahfud MD mengatakan, pemerintah bisa melanggar konstitusi negara dengan alasan untuk menyelamatkan rakyat.

Baca juga: Samsung Hadirkan Galaxy A52 Dengan Sederat Fitur Terbaik, Harga Rp 4 Jutaan, Spesifikasi Lengkapnya

Baca juga: Razia Tim Gabungan di Cafe Red Bull, Begini Penjelasan Kasat Reskrim Polres Sikka 

Baca juga: Bocoran Ikatan Cinta 21 Maret 2021, Mama Sarah Kerjasama Elsa, Andien Terpojok, Al Sadar Sesuatu

Pernyataan itu merujuk pada teori yang termaktub dalam buku Pergeseran Kekuasaan Eksekutif karya Ismail Suny.

Kontan pernyataan Menko Polhukam itu jadi sorotan dan mendapat banyak kritikan.

Ketua Departemen Politik DPP PKS, Nabil Ahmad Fauzi mengatakan, pernyataan yang bersifat teori dan akademis perlu ditempatkan secara proporsional oleh setiap pejabat negara.

"Karena hal ini berpotensi berkembang liar dan disalahpahami oleh publik. Sehingga akhirnya justru menimbulkan kegaduhan yang malah menutupi maksud asal pernyataannya," ujar Nabil, seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (21/3/2021).

Nabil berpendapat, pernyatan Mahfud MD tersebut akan mendorong orang untuk menjadi "Robin Hood". Pelanggaran hukum dapat dianggap sah dengan alasan menolong.

Baca juga: SBY Tengah Diuji, Curhat Dilukai Sahabatnya Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Lambat

Padahal, dalam ranah yang lebih luas, Indonesia saat ini tengah berjuang untuk secara konsisten menegakkan konstitusi.

Atas dasar itu, pemerintahan yang menjalankan negara juga wajib menjadi pemerintahan konstitusional yang diikat oleh konstitusi.

Menurut Nabil, semestinya pejabat negara mendorong seluruh elemen anak bangsa semakin sadar, paham, dan taat akan konstitusi.

"Bukan justru memberikan statement yang kontraproduktif dan gaduh," katanya.

Nabil menambahkan, Pasal 12 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengatur tentang darurat nasional sejatinya tidak mensyaratkan tindakan pemerintah yang melanggar konstitusi.

Sebab, ketentuan mengenai kedaruratan sudah tersedia. "Artinya situasi darurat keselamatan rakyat tetap konstitusional jika sesuai dengan ketentuan tersebut," imbuhnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)
Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan ilmu ketatanegaraan mengenal dalil yang menyatakan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi.

Hal itu disampaikan Mahfud MD dalam acara silaturahmi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkomindo) dan tokoh masyarakat di Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/3/2021).

Baca juga: Samsung Hadirkan Galaxy A52 Dengan Sederat Fitur Terbaik, Harga Rp 4 Jutaan, Spesifikasi Lengkapnya

Baca juga: Mengejutkan, Ini 4 Pernyataan Kontroversial Anies Baswedan Saat Banjir di Jakarta, Fokus di Nomor 4

Baca juga: Mengejutkan, Ini 4 Pernyataan Kontroversial Anies Baswedan Saat Banjir di Jakarta, Fokus di Nomor 4

"Dalil yang berlaku umum kalau di dalam ilmu konstitusi itu adalah salus populi suprema lex, keselamatan rakyat itu adalah hukum tertinggi. Kalau kamu ingin menyelamatkan rakyat, kamu boleh melanggar konstitusi, bahkan begitu," ujar Mahfud MD dikutip dari Kompas.tv, Kamis (18/3/2021).

Pernyataan Mahfud tersebut dikritik oleh sejumlah pihak. Beberapa hari kemudian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengklarifikasi bahwa hal itu hanya atas dasar teori dan bukan untuk kebijakan pemerintah.

Ia mengatakan, teori mengenai diperbolehkannya konstitusi dilanggar untuk kepentingan rakyat ada dalam buku karya Ismail Suny berjudul Pergeseran Kekuasaan Eksekutif.

"Halaman satu itu menyatakan bahkan sebuah pelanggaran konstitusi, yang berhasil dipertahankan itu bisa menjadi konstitusi baru," ujar dia.

BACA JUGA BERITA LAINNYA:

Diminta Hotman Paris Komentari Sikap Rizieiq Shihab Saat Sidang, Begini Ucapan Mahfud MD, Bikin Syok

Menko Polhukam Mahfud MD mengurai respon bijak saat disinggung soal sikap Rizieq Shihab dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Hal ini terungkap saat Mahfud MD ngobrol dan ngopi bareng bersama pengacara Hotman Paris di kedai kopi dan bakpao Kwon Kupang Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (20/3/2021).

Dalam kesempatan itu, Hotman Paris mengaku sempat membicarakan mengenai sikap Habib Rizieq Shihab dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Baca juga: Samsung Hadirkan Galaxy A52 Dengan Sederat Fitur Terbaik, Harga Rp 4 Jutaan, Spesifikasi Lengkapnya

Baca juga: Mengejutkan, Ini 4 Pernyataan Kontroversial Anies Baswedan Saat Banjir di Jakarta, Fokus di Nomor 4

Rizieq Shihab menolak keinginan hakim untuk menjalankan sidang secara virtual.

Ia ingin hadir langsung di pengadilan. Alasannya, sidang para koruptor bisa dilakukan secara fisik.

Eks pimpinan FPI itu bertanya, mengapa mereka bisa sedangkan dia tidak bisa.

Tribunnews.com mengutip Rizieq Shihab yang mengatakan, "Saya didorong saya tidak mau hadir, sampaikan kepada majelis hakim saya tidak ridho dunia akhirat. Saya dipaksa, didorong, dihinakan. Ini hak asasi saya yang dijamin oleh undang-undang."

Pada acara ngobrol bareng itu, Hotman Paris meminta awak media menanyakan bagaimana respon Mahfud MD melihat sikap Rizieq yang disebut tidak menghormati pengadilan.

Suasana sidang perdana virtual Muhammad Rizieq Shihab atau Habib Rizieq, Selasa (16/3/2021). Rizieq meminta dirinya dihadirkan langsung ke ruang sidang karena mengalami banyak masalah saat sidang online. (YouTube Kompastv)
Mendengar itu, Mahfud menegaskan bahwa persidangan bukanlah ranah pemerintah. Sehingga dirinya tak memiliki wewenang perihal kasus tersebut.

"Gini, gini, persidangan itu sudah keluar dari ranah pemerintah ya. Itu hakim, hakim (yang) punya wewenang untuk memerintahkan apapun," ujar Mahfud MD, di lokasi, Sabtu (20/3/2021).

"Nanti aparat pemerintah seperti polisi, kejaksaan itu nanti (yang) melaksanakan (perintah dari hakim). Kan itu sudah ada aturannya," imbuhnya.

Hotman Paris seperti tak puas mendengar jawaban dari Mahfud MD.

Dia kemudian menanyakan lagi apakah sebenarnya hakim perlu bersikap lebih keras jika dilihat dari kacamata Mahfud selaku ahli hukum.

"Sebagai Profesor, ahli hukum, perlu nggak hakim bersikap lebih keras?" tanya Hotman.

Baca juga: Samsung Hadirkan Galaxy A52 Dengan Sederat Fitur Terbaik, Harga Rp 4 Jutaan, Spesifikasi Lengkapnya

Baca juga: Razia Tim Gabungan di Cafe Red Bull, Begini Penjelasan Kasat Reskrim Polres Sikka 

Baca juga: TRIBUN WIKI : Bukit Teleng Bagaikan Surga Kecil di Ujung Timur Batas Manggarai Timur 

Baca juga: 18 Pasien Covid-19 di Sumba Timur Sembuh

"Iya dong kalau itu. Tetapi itu urusan hakim lah, gitu ya. Saya pemerintah nggak boleh 'eh hakim harus begini', tidak boleh," jelas Mahfud.

Mahfud juga mengaku sudah mendengar berita mengenai Rizieq karena sempat viral.

Namun dia kembali menegaskan dirinya bukanlah hakim, sehingga tak memiliki wewenang mengatur hal tersebut.

"Saya dengar, karena itu viral, tapi ketahuilah saya bukan hakim. Tidak boleh saya 'woi harus begini hakimnya, harus begini', nggak bisa," kata Mahfud.

Ucapan Mahfud kemudian ditimpali Hotman Paris yang mengatakan sudah mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membentuk Perpu mengenai contempt of court.

"Tadi saya usulkan agar segera dibentuk Perpu Undang-Undang contempt of court," kata Hotman, diikuti perginya Mahfud MD dari kedai kopi itu.

Korban UU ITE

Menko Polhukam Mahfud MD sempat ngobrol dan ngopi bersama dengan pengacara Hotman Paris, di kedai kopi dan bakpao Kwon Kuang Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (20/3/2021).

Obrolan Mahfud MD dan Hotman Paris ternyata turut menyentuh persoalan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Tak disangka, ternyata salah seorang korban kasus UU ITE juga hadir disana dan curhat kepada Mahfud-Hotman.

Korban itu adalah perempuan bernama Vivi Nathalia. Dia menyebut telah menjadi terpidana kasus UU ITE dan menceritakan kisahnya.

Hotman lantas berusaha menyimpulkan kasusnya. Bahwa Vivi memiliki piutang yang tak kunjung dibayarkan.

Vivi kemudian curhat melalui media sosial Facebook, namun justru dipidana karena aksinya itu.

"Intinya kau punya piutang, kau nagih utang, kau curhat di Facebook, nah orang itu berutang ke kamu, tiba-tiba orang itu mengajukan kamu (melanggar) UU ITE, malah kau dipidana berapa tahun? Jadi (dari) pemburu (utang) menjadi diburu (kasus UU ITE)?" ujar Hotman, di lokasi, Sabtu (20/3/2021).

Baca juga: Samsung Hadirkan Galaxy A52 Dengan Sederat Fitur Terbaik, Harga Rp 4 Jutaan, Spesifikasi Lengkapnya

Baca juga: Razia Tim Gabungan di Cafe Red Bull, Begini Penjelasan Kasat Reskrim Polres Sikka 

Baca juga: TRIBUN WIKI : Bukit Teleng Bagaikan Surga Kecil di Ujung Timur Batas Manggarai Timur 

Vivi menjelaskan bahwa curhat dirinya di media sosial ternyata berujung pada jeratan pidana akibat pencemaran nama baik.

Dia pun harus menjadi terpidana dua tahun hukuman percobaan.

"Pada saat itu ada yang berutang dengan saya sebesar Rp 450 juta, ketika saya curhat di Facebook, saya diadukan pencemaran nama baik dan akhirnya saya sekarang menjadi terpidana dua tahun hukuman percobaan," ungkap Vivi.

Sebagai korban, Vivi merasa UU ITE justru dimanfaatkan segelintir orang untuk mendapatkan keuntungan. Salah satunya dengan meminta uang damai dari orang yang dilaporkan.

"Saya lihat UU ITE ini jadi ajang saling melapor kemudian menjadi ajang para makelar kasus dan oknum meminta uang damai, ujung-ujungnya apakah mau dilanjutkan?" tegasnya.

Dia lantas menanyakan kepada Mahfud MD apakah Pasal 27 ayat 3 dari UU ITE ke depan akan dihapuskan. Sebab dirinya merasa telah menjadi korban.

"Apakah dimungkinkan Pasal 27 ayat 3 ini benar-benar dihapuskan? Karena pencemaran nama baik ini benar-benar jadi ajang saling melapor dan dimanfaatkan oleh banyak oknum," pungkas Vivi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul https://nasional.kompas.com/read/2021/03/21/08195131/pks-kritik-pernyataan-mahfud-soal-langgar-konstitusi-demi-selamatkan-rakyat?page=all#page2

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved