Hari Perempuan Internasional, Ansi Minta Pemerintah dan Dewan Perkuat Kebijakan
kebijakan - kebijakan dan penganggaran untuk upaya mengurangi tindak pidana bagi perempuan, khususnya kekerasan.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
Menurut Ansy, bekerja untuk memberikan rasa keadilan tidak cukup hanya dengan memberikan kemampuan untuk mengakses hukum itu sendiri atau pengetahuan hukum tetapi juga bagaimana perempuan sebagai korban dari sebuah sistem juga berdampak pada persoalan ekonomi, kesehatan dan persoalan yang lain yang lebih luas.
"Karena kebanyakan kasus kekerasan lahir dari ketergantungan perempuan secara ekonomi dari suaminya. Misalnya dia tidak punya pekerjaan tidak punya kemampuan," tandasnya.
Ansy mengungkapkan, bekerja di LBH APIK atau di NGO lain bukan sesuatu yang mudah. Berbeda dengan pemerintah yang fasilitasnya serba lengkap, tidak demikian dengan NGO.
"Tapi dalam kekurangan kami itu menjadi sebuah peluang, sebuah kesempatan untuk kami lebih kreatif dalam memberikan pelayanan," ungkapnya.
"LBH APIK itu berjejaring jadi kita harus mengenal diri kita, potensi diri kita seperti apa, kekurangan kita seperti apa, kekurangan itu yang harus diisi oleh jejaring," tambah Ansy.
Jika misalkan ada kasus kekerasan seksual, kata Ansy, maka yang bersangkutan tidak langsung dikebut dengan pertanyaan soal apa kejadiannya tapi dilihat dulu secara physically apakah dia membutuhkan sentuhan pemeriksaan kesehatan misalnya, atau psikologinya terganggu maka yang bersangkutan direverse ke psikolog atau dibawa ke rumah sakit.
"Kalau dia datang dalam keadaan ketakutan, dia dikejar - kejar, ada rumah aman. Kami bekerjasama dengan Rumah Harapan, juga ada Rumah Perempuan, ada juga teman - teman psikolognya juga ada banyak aspek yang bisa kami berikan sesuai dengan kebutuhan si mitra," jelasnya.
"Itulah yang membedakan kami dengan lembaga yang lain. Mungkin kalau lembaga yang lain lebih mensupport untuk diselesaikan secepatnya tapi kami masih harus memprioritaskan aspek kemanusiaan dan aspek kebutuhan dia sebagai seorang perempuan," lanjut Ansy.
LBH sendiri memiliki dua pengacara yakni Ester Day yang merupakan pengacara senior di LBH APIK dan Puput Riwu Kaho.
Dalam kesempatan tersebut, Ester mengungkapkan, LBH APIK yang mulai beroperasi sejak tahun 2011 ini masih mengalami dua kendala yaitu bersifat internal dan eksternal.
"Internal terkait dengan sumber daya, fasilitas dan finansial, memang kami sangat terbatas dan juga eksternal itu mungkin lebih pada masalah - masalah teknis karena tenaga kita juga terbatas sehingga misalnya ada mitra yang datang kepada kita kadang kurang nyaman tapi kami berusaha maksimal memberikan rasa aman karena selain kami bekerja untuk pendampingan hukum, kami juga bekerja menjalin kerjasama dengan teman - teman mitra yang lain jadi kami cukup maksimal," bebernya.
Senada dengan Ester, Puput juga mengatakan hal yang sama.
"Tetapi memang kami di LBH Apik tidak hanya mengerjakan atau melakukan pendampingan kasus tapi kami juga melakukan kegiatan - kegiatan lain untuk lembaga kami atau juga itu berdampak kepada kami secara pribadi pengembangan kapasitas kami seperti kegiatan workshop penyuluhan hukum dan lain sebagainya. Nah mungkin hal itu yang agak mengganggu atau menjadi tantangan bagi penyelesaian kasus itu sendiri," kata Puput.
" Terutama jika ada kasus yang sudah terjadwal seperti persidangan yang memang sudah ada jadwalnya dan pada saat jadwalnya kami harus melakukan kegiatan yang harus kami lakukan, mau tidak mau kami harus berkoordinasi. Cara untuk mengatasinya kami berkoordinasi Saya dan ibu ester dan berbagi peran siapa yang akan melakukan pendampingan dan lain sebagainya," lanjutnya.
"Kami juga berkoordinasi dengan para legal. Kalau kasus yang kami tangani kasus - kasus non litigasi yang tidak harus ditangani oleh pengacara itu bisa kamu reverse ke para legal kami untuk pendampingan seperti misalnya pengambilan BAP bagi korban dan main sebagainya," tambahnya lagi.