Berita NTT Terkini

Cerita Sopir Bus Tujuan Amfoang, Pinjam Panci dan Tacu Untuk Masak Menunggu Air Surut

Cerita Sopir bus tujuan Amfoang, Pinjam Panci dan Tacu untuk Masak Menunggu Air Surut

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Cerita Sopir Bus Tujuan Amfoang, Pinjam Panci dan Tacu Untuk Masak Menunggu Air Surut
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
Para penumpang bis tujuan Amfoang, sedang menunggu air sungai surut agar bisa dilewati kendaran.

Cerita Sopir bus tujuan Amfoang, Pinjam Panci dan Tacu untuk Masak Menunggu Air Surut

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Sebuah ironi atas keterbelakangan dari pembangunan menjadi pelengkap kehidupan warga di daerah Amfoang, Kabupaten Kupang, NTT. Dari dan menuju Amfoang, harus membutuhkan tenaga,nyali dan biaya besar untuk sekali jalan.

Kondisi ini bukan tanpa alasan, di saat daerah lainnya perlahan mulai menghirup aroma infrastruktur jalan sebagai fasilitas penting memperlancar arus transportasi, justru bau itu masih jauh dari hirupan warga Amfoang, tak terkecuali para sopir yang setia memutar roda bisnya hanya untuk mengantar ibu dan bapak, warga setempat menuju pusat kota.

Komitmen Partai Demokrat NTT Lawan Hingga Pidanakan Kader Jika Terlibat KLB Fiktif

Melewati jembatan rapuh dan jalan berlumpur sudah menjadi hal yang biasa bagi para sopir, namun jika musim hujan tiba, tak jarang para sopir bersama penumpang harus memarkir kendaran ditepi sungai, menunggu hingga air surut agar bisa melewati jalur itu.

Bukan satu atau dua anak sungai, melainkan puluhan sungai harus di lewati, tentu ini membutuhkan kesabaran yang ekstra dari para sopir dan penumpang. Tak jarang, memasak dan tidur di tepi sungai menjadi kisah yang tak terpisahkan.

Demokrat NTT Lawan Kubu KLB, Akan Pidanakan Peserta Asal NTT

"Puluhan kali (anak sungai) harus kami lewati, tiap kali punya air sungai berbeda. Rata-rata tinggi air sampai dada oranf dewasa" tutur Iran, sopir bis Kupang Amfoang kepada POS-KUPANG.COM, Jumat, (5/3/21).

Musim hujan menjadi tanda, isi saku harus disiapkan lebih dari kalkulasi biasanya, selain bahan bakar, makan dan minum bagi penumpang wajib disiapkan pemilik bis yang bersama penumpang menepi di pinggir sungai, bahkan hingga 2 -3 malam, hanya untuk menunggu air sungai kembali bersahabat.

"Satu kali jalan, kami siap 5-7 kilogram beras dan mie instan. Di dekat sungai ada rumah warga, saya biasa pinjam tacu dan panci untuk masak makan dengan penumpang, sambil tunggu air surut" urai Iran, pira yang telah melekat dengan lengketnya tanah Amofang.

Pagi hingga malam di jalanan Amfoang yang terkenal "ganas" Iran merasa seperti sedang membawa bis di tengah kota, beraspalkan hotmix plus penerangan yang memancar terang, itu lah ucap Iran menyebutkan dirinya hanya mampu menikmati dan tidak bisa berbuat banyak atas kondisi jalan itu.

Meski Pemprov NTT dan pemkab Kupang sering melewati jalan tersebut dalam kunjungan kerja, tidak banyak merubah aroma tak sedap dari olengnya jalan ini, yang tersisa hanyalah wangi parfum pejabat yang seketika hilang diterpa angin dingin dari rimbunnya pepohonan di Amfoang.

Dalam kesempatan ini, Iran tak meminta hal yang lebih besar, ia bersama penumpangnya berharap adanya sentuhan lebih banyak lagi memperbaiki rapuhnya jembatan dan pembangunan jembatan di anak sungai agar tidak ada lagi meminjam tacu dan panci.

"Memang kadang saya rugi kalau jalan terlalu lama, tapi mau bagaimana. Mereka itu juga keluarga kita, kami saling bantu" kata Iran seraya berharap air di anak sungai sepanjang jalan ke Amfoang segera surut. (Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved