Berita NTT Terkini

Full Day Trip ke Labuan Bajo: Indahnya Pemandangan Puncak Bukit Pulau Padar

Full Day Trip ke Labuan Bajo: indahnya pemandangan puncak bukit Pulau Padar

Editor: Kanis Jehola
pos kupang.com, servan mamilianus
Pulau Padar 

Full Day Trip ke Labuan Bajo: indahnya pemandangan puncak bukit Pulau Padar

POS-KUPANG.COM - SELAMAT datang di Bandar Udara Komodo di Labuan Bajo. Suara pramugari membangunkan saya. Saat itu, jam menunjukan pukul 13.10 Wita.

Hari itu Kamis (25/2/2021). Saya bersama beberapa jurnalis dan karyawan salah satu bank syariah di Indonesia melakukan wisata. Kami berjalan menuju pintu kedatangan sembari menunjukan Health Alert Card kami.

Di luar, sudah ada Robert Salomo, pemandu wisata dari agen perjalanan Tripta Bayuaji. Robert membawa kami menuju mobil. Kami pun menikmati makan siang di Pondok Mai Ceng'go yang berlokasi di Jalan Alo Tanis, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat. Mai Ceng'go artinya Ayo Bertamu.

Nia Ramadhani: Mata Kabur

Usai menyantap makan siang, Robert menjelaskan rencana wisata di hari pertama. Berhubung cuaca Labuan Bajo lagi tak menentu, Robert menggeser jam kepergian kami ke Bukit Sylvia setelah makan siang. Kami setuju, toh lebih baik jalan sebelum hujan membatalkan semua rencana.

Dalam perjalanan, kami singgah ke Puncak Waringin, sebuah spot foto dari ketinggian dengan hamparan kapal-kapal sedang bersandar di pelabuhan. Setelah puas berfoto, kami pun menuju ke Bukit Sylvia. Perjalanan ditempuh kurang lebih 15 hingga 20 menit.

Drainase Jalan Gajah Mada Tidak Berfungsi

Menurut Robert, nama Bukit Sylvia diambil dari salah satu hotel di dekat bukit, yakni Hotel Sylvia. Biasanya, tempat itu ramai dikunjungi oleh wisatawan untuk berfoto atau pemuda-pemudi yang berpacaran.

Lokasi ini tak memerlukan tiket masuk. Jadi, kami boleh mendaki dengan gratis hingga ke atas puncak bukit. Lima belas menit pendakian, napas saya mulai tak karuan karena capai. Rasanya ingin menyerah.

Begitu sampai di puncak bukit yang sering disebut bukit cinta ini, pemandangan lautan biru yang luas langsung memanjakan mata. Hamparan bukit-bukit hijau benar-benar menyegarkan. Karena berada di ketinggian, tempat ini sering dijadikan spot foto berburu sunrise dan sunset.

Dari atas puncak, kami bisa melihat jejeran kapal nelayan dan kapal pesiar yang memenuhi pelabuhan. Sungguh suatu pemandangan yang indah. Lelah mendaki pun terbayar dengan suasana dari atas puncak Bukit Sylvia.

Setelah puas berfoto, Robert mengantar kami menginap di Hotel Bintang Flores yang beralamat di Jalan Pantai Pede. Kami beristirahat karena harus berangkat ke Pulau Komodo besok pagi.

Melihat Ora

Pada Jumat (26/2) sekitar pukul 05.00 Wita, kami bergerak menuju pelabuhan. Sekoci mengantar kami menuju Ciela Phinisi, sebuah kapal pesiar yang akan membawa kami menuju Pulau Komodo, destinasi pertama kami hari itu.

Kapten kapal, Yandri Making dan awak kapal menyambut kami dengan segelas jus semangka. Kami bertolak dari pelabuhan pukul 05.36 Wita.

Ciela Phinisi memiliki empat kabin dengan kamar mandi dalam yang punya fasilitas shower. Satu kamar bisa diisi oleh empat orang. Kapal pesiar ini dibuat di Bira, Sulawesi Selatan dan telah beroperasi di Labuan Bajo sejak tahun 2019.

Kapal ini juga memiliki dapur, sun deck, dan tempat bersantai lainnya. Sesuai dokumen, kapal bisa memuat 25 orang penumpang.

Para wisatawan tak perlu khawatir jika ingin jalan-jalan menggunakan Ciela Phinisi di tengah situasi pandemi. Selain para tamu yang menunjukan hasil rapid antigen negatif, para kru kapal juga diminta untuk melakukan tes serupa.

Mereka selalu menggunakan masker dan menyediakan hand sanitizer untuk digunakan oleh wisatawan. Kamar dan area kapal juga selalu didisinfeksi untuk memberi rasa aman dan nyaman bagi para wisatawan.

Perjalanan ke Pulau Komodo kami tempuh selama kurang lebih empat setengah jam. Kami tiba di dermaga pukul 10.06 Wita. Di pintu masuk, kami harus mencuci tangan dan tetap menggunakan masker. Kami diterima oleh Yono dan Jacky, dua Naturalist Guide yang akan menemani kami melihat komodo.

Sebelum melakukan perjalanan, kami diberi penjelasan singkat oleh Yono. Kami akan berjalan kaki sepanjang 2,5 km (medium track) dengan estimasi waktu 60 menit di Loh Liang.

Selain medium track, ada pilihan short track dengan jarak 2 km dan lama perjalanan 40 menit; long track dengan jarak 4,5 km dan lama perjalanan 120 menit; serta adventure track dengan pilihan jarak 8 km dan 10 km.

Beberapa aturan harus kami patuhi, seperti tidak boleh berpisah dari grup, tidak merokok selama perjalanan, tidak membuang sampah sembarangan, dan mengecilkan suara.

Yono dan Jacky berjalan sambil memegang tongkat kayu dengan ujung cabang menyerupai huruf Y. Tongkat itu dipakai mereka untuk melindungi wisatawan dari serangan komodo; ujung tongkat ditusuk ke leher atau hidung komodo, ia langsung berbelok arah dan tak jadi menyerang.

Taman Nasional Komodo terdiri dari tiga pulau besar, yakni Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, dan beberapa pulau kecil lain. Luas total kawasan tersebut mencapai 173.300 hektare dengan luas wilayah daratan 58.156,52 hektare dan wilayah perairan 115.143 hektare.

Wilayah daratan sebagian besar adalah savana. Untuk wilayah perairan dihuni oleh sekitar 260 jenis karang, 1000 jenis ikan terumbu, 2 jenis penyu, 6 jenis hiu, dan 2 jenis pari manta.

Pulau Komodo sendiri memiliki luas 33.037 hektare yang dihuni oleh 1500-an komodo, 128 jenis burung, 12 jenis ular, kerbau liar, rusa, babi hutan, dan kalong buah. Komodo memiliki kecepatan 15-20 km/jam. Masyarakat sering memanggil komodo dengan sebutan "Ora" menurut bahasa daerah setempat.

Kami mulai berjalan dan menemukan kotoran (tinja) komodo yang berwarna coklat dan putih. Yono berujar, tinja coklat berasal dari daging binatang yang ia makan, sedangkan tinja putih berasal dari tulang binatang. Komodo memiliki 60 jenis bakteri dalam air liurnya.

Setelah mengigit binatang, seperti rusa, babi hutan, dan kerbau liar, ia akan melepas binatang tersebut hingga mati. Ketika binatang tersebut sudah mati, maka komodo akan pergi memakannya.

Komodo tidak mengunyah, melainkan langsung menelan makanannya. Komodo bisa makan hingga 50 kg makanan dalam sekali makan. Setelah itu, lebih kurang satu bulan ia tak akan makan lagi.

Kami melanjutkan perjalanan lagi sambil melihat sekeliling kami. Jalanan setapak itu hanya bisa dilalui oleh satu orang, sehingga kami berbaris ketika berjalan bersama dalam kelompok. Kami menemukan kubangan air (waterhole) komodo yang sering dipakai untuk berendam.

"Sekarang musim hujan, jadi kebanyakan komodo ke pantai untuk berjemur atau cari mangsa. Komodo termasuk binatang berdarah dingin, kalau di hutan panasnya tidak dapat, terhalang sama pohon. Kalau musim kering mereka selalu ke sini karena air cuma ada di sini," kata Yono sembari menjelaskan pada kami tentang kubangan air di depan kami. (intan nuka)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved