Berita Amerika

Cuma Sosok Ini yang Berani Ancam AS Lewat Embargo Minyak Tanpa Perlu Jadi Musuh, Siapa?

Cuma Sosok Ini yang Berani Ancam AS Lewat Embargo Minyak Tanpa Perlu Jadi Musuh, Siapa?

Editor: maria anitoda
zoom-inlihat foto Cuma Sosok Ini yang Berani Ancam AS Lewat Embargo Minyak Tanpa Perlu Jadi Musuh, Siapa?
Pos Kupang/Public Domain Pictures
Cuma Sosok Ini yang Berani Ancam AS Lewat Embargo Minyak Tanpa Perlu Jadi Musuh, Siapa?

"Dan di akhir dekade 1960-an dan 1970-an, (kemampuan negosiasi) itulah yang dibutuhkan Arab Saudi," tulis Wald.

Ketika Yamani memperoleh jabatan itu, Amerika Serikat ( AS) mendominasi perdagangan minyak dunia dan Arab Saudi hanyalah produsen minyak kelas menengah, menurut The Wall Street Journal.

Sebagai menteri perminyakan, Yamani dengan cepat mengonsolidasikan reputasi negara sebagai kepala Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Setelah Perang Timur Tengah 1973, di mana Mesir, Suriah, dan sekutunya melancarkan serangan terhadap Israel, negara-negara anggota OPEC di Arab menyerukan embargo minyak untuk memprotes dukungan AS terhadap Israel.

Akibatnya, harga minyak mentah meroket.

Hal itu membuat stasiun pengisian bahan bakar di seluruh AS dibanjiri antrean kendaraan.

Daniel Yergin, penulis The New Map yang merupakan sebuah buku tentang energi dan perubahan iklim, mengatakan Yamani merupakan sosok di balik embargo minyak.

"Arab Saudi, setelah krisis minyak pada 1973, menjadi negara yang sangat kaya dan menjadi bagian yang sangat penting dari perekonomian dunia,” ujar Yergin.

Dia menambahkan, Arab Saudi lantas didekati oleh bank-bank Barat dan memiliki pendapatan yang benar-benar melambung.

"Dan Yamani benar-benar pria di balik itu semua,” ujar Yergin.

Juga pada awal 1970-an, Yamani memulai proses negosiasi yang panjang untuk kontrol Arab Saudi atas apa yang saat itu disebut Arabian American Oil Co.

Perusahaan itu dulunya dikendalikan oleh empat perusahaan minyak AS yakni Exxon, Chevron, Mobil, dan Texaco.

Yergin mengatakan, Yamani memainkan kartunya dengan sangat hati-hati.

Dia menegosiasikan kesepakatan yang memungkinkan kerajaan mengendalikan perusahaan, yang sekarang dikenal sebagai Saudi Aramco, tanpa mengganggu pelayanan.

"Arab Saudi tidak hanya merebut Aramco dari perusahaan-perusahaan Barat, tetapi juga merundingkan partisipasi ini,” kata Yergin.

Halaman
123
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved