Berita NTT Terkini
Ombudsman NTT Minta OJK Segera Selesaikan Masalah BPR Larantuka dan Nasabah, Simak Penjelasan Ini
Kepala Ombudsman Perwakilan NTT Darius Beda Daton meminta OJK segera menyelesaikan polemik kredit BPR Larantuka dengan nasabah, Lilis Keraf dan suami
Ombudsman NTT Minta OJK Segera Selesaikan Masalah BPR Larantuka dan Nasabah
Foto: Kepala Ombudsman Perwakilan NTT Darius Beda Daton (POS-KUPANG.COM/Amar Ola Keda)
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Kepala Ombudsman Perwakilan NTT Darius Beda Daton meminta OJK segera menyelesaikan polemik kredit BPR Larantuka dengan nasabah, Lilis Keraf dan suaminya Rikardus Riki Leo.
Menurut Darius, dalam menjalankan tugasnya, OJK wajib memfasilitasi persoalan ini, karena salah satu fungsi OJK melindungi konsumen.
"Saya kira OJK harus memfasilitasi masalah ini. Konfirmasi kedua pihak untuk cari solusi agar tidak ada yang dirugikan. OJK harus lakukan pengawasan agar bank atau non bank tidak berlaku seperti rentenir," ujarnya kepada wartawan, Kamis (18/2/2021).
"Nasabah punya niat baik, apalagi ada kesanggupan angsuran meski di tengah pandemi. OJK tidak bisa biarkan persoalan ini diurus sendiri nasabah dan pihak BPR," sambungnya.
Ia mengaku sudah menerima dua pengaduan nasabah BPR Larantuka, termasuk Lilis Keraf dan suaminya Rikardus Riki Leo. Meski demikian, Ombudsman tidak bisa bisa melanjutkan persoalan itu lantaran kasus itu sudah dalam proses peradilan.
"Setelah kami verifikasi berkasnya tidak penuhi syarat. Sesuai UU Ombudsman, kami dibatasi. Kita nanti dianggap mengganggu kewenangan hakim yang sedang dalam proses persidangan," katanya.
Meski demikian, ia bersedia membantu secara pribadi di luar jabatannya sebagai Ombudsman.
"Saya sudah mengkonfirmasi pihak BPR termasuk proses lelang. Dan, OJK harus menjelaskan ini, apakah sikap BPR yang lakukan sita anggunan sebelum jatuh tempo, sudah sesuai kaidah perbankan atau seperti apa," tandasnya.
Sementara itu, nasabah BPR Larantuka, Lilis Keraf mengaku kecewa dengan kebijakan BPR Larantuka yang sejatinya ikut membangun ekonomi masyarakat di tengah pandemi COVID-19, namun malah melakukan sita agunan disaat masyarakat kesulitan membayar angsuran akibat terdampak COVID-19.
Lilis mengisahkan, kasus itu berawal pada bulan September 2018, ia bersama suaminya mengajukan kredit ke BPR Larantuka sebesar Rp 500 juta, dengan anggunan sertifikat tanah dan masa kontrak tiga tahun hingga 2021.
Sebagai debitur, setiap bulan ia bersama suaminya membayar angsuran secara lancar. Namun dalam perjalanan, lanjut Lilis, pada bulan April 2019, suaminya mengalami kecelakaan dan toko mereka tidak beroperasi dengan baik. Bahkan usaha mereka tutup total hingga bulan Juni 2019.
"Tiga bulan kami tidak bayar angsuran karena keadaan kami memang sulit. Masuk bulang ke 4 kami cicil tetapi tidak sebesar nominal yang harus kami bayar. Kami dikasi teguran. Pada bulan September saya masih bayar angsuran Rp13,5 juta," jelas Lilis.
Ironisnya, setelah pembayaran tersebut, pihak BPR Larantuka mengajukan gugatan ke pengadilan. Berdasarkan putusan pengadilan negeri Larantuka, rumah Lilis yang terletak di Kelurahan Sarotari dipasang plang sita agunan.