Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi: Barang Indonesia Semakin Kompetitif

Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, membuka pasar ekspor baru menjadi amanat dari Presiden Joko Widodo kepada dirinya

Editor: Kanis Jehola
KOMPAS.com
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi 

POS-KUPANG.COM - Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, membuka pasar ekspor baru menjadi amanat dari Presiden Joko Widodo kepada dirinya.

Lutfi berkeyakinan, ke depan produk dalam negeri akan semakin kompetitif dengan negara lain. Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengatakan, banyak sekali perubahan produk dalam negeri sejak 6-7 tahun lalu.

"Sekarang ini kita adalah penghasil stainless steel nomor 2 di dunia karena investasi di satu tempat, yakni Sulawesi Tenggara dari Morowali. Ini menyebabkan industri tumbuh," ujar Lutfi saat berbincang bersama jajaran redaksi Tribun Network, yang dipandu Direktur Pemberitaan Febby Mahendra Putra, Selasa (16/2/2021).

Tidak Ada Box Sampah di Pasar Mbongawani

Dalam diskusi secara virtual ini, Lutfi juga memaparkan bagaimana Indonesia akan berevolusi jadi negara penjual barang industri dan industri berteknologi tinggi.  Berikut petikan wawancara Tribun Network dengan Muhammad Lutfi:

Bisa disebutkan negara mana yang daya belinya mampu menyerap produk-produk ekspor kita?

Berdasarkan data tahun 2020, yang positif dan saya bangga adalah Amerika Utara, terutama Amerika Serikat (AS) itu kita surplus 11 miliar dolar AS. Kemudian, (ekspor ke) Eropa itu di 2020 tumbuh 17,07 persen, Eropa Timur hampir 10 persen, Asia Timur yakni Korea Selatan, Jepang, China itu tumbuhnya 4 persen Lalu, kalau kita lihat Afrika Timur itu 8 persen.

NTT Provinsi Termiskin Ketiga se Indonesia, DPRD Sebut Janji Gubernur dan Wagub Masih Mimpi

Mungkin kalau Afrika Utara turun 3,12 persen karena saya yakin ini kita kirim Kijang atau Xpander ke negara di Afrika Utara kalau memiliki perjanjian perdagangan, di Afrika Utara sana berbahasa Perancis, itu akan menjadi pasar luar biasa.

Kalau di Afrika Selatan itu ada 4 negara, juga akan jadi pasar luar biasa buat Kijang sama Xpander kita.

Daya belinya masih ada di wilayah itu?

Bagus, jadi kalau melihat 10 besar destinasi ekspor terbesar Indonesia yang sama jumlahnya hampir dua pertiga ekspor non migas. China itu tahun 2020, kita ekspor 29 miliar dolar AS, tapi impornya 39 miliar dolar AS. Itu kita defisit kira-kira 9,42 miliar dolar AS.

Sementara ke Amerika Serikat, kita ekspor 18 miliar dolar AS, tapi impornya 7 miliar dolar AS. Jadi, kita surplus 11,13 miliar dolar AS.

Kalau melihat dari 10 negara terpenting atau dua pertiga ekspor nonmigas kita yang mungkin bisa terganggu karena pandemi Covid-19 itu adalah Filipina, Thailand sama India.

Namun, India yang berada di nomor 4 (dari 10 top destinasi ekspor) itu sekarang testing dan tracing-nya mungkin satu di antara paling sukses di dunia.

Karena itu, saya berkeyakinan kita tidak akan mendapatkan permasalahan yang terlalu becek untuk ekspor nonmigas kita.

Sedangkan, kalau melihat 20 besar destinasi ekspor atau sama dengan 80 persen eskpor nonmigas yang bahaya adalah nomor 19 atau Bangladesh. Sampai hari ini Bangladesh belum menemukan vaksinasinya dan Pakistan nomor 16.

Jadi, Bangladesh dan Pakistan ini adalah pembeli CPO kita. Mudah-mudahan kalau mereka belinya untuk minyak goreng, biarpun mereka sakit, harus tetap goreng dengan minyaknya begitu

Jadi, kalau melihat data di 20 besar destinasi ekspor itu, kita bisa lihat Bangladesh, Pakistan, Filipina bermasalah dan mungkin ditambah India dan Thailand.

Namun, saya yakin mereka sekarang sudah memiliki resep untuk menangani pandemi. Jadi, 20 besar negara destinasi ekspor ini sama dengan 80 persen ekspor nonmigas kita.

Kalau saya boleh cerita sedikit gambaran produknya, 10 besar produk-produk yang nilainya sama dengan 60 persen dari ekspor nonmigas.

Di antaranya crude palm oil (CPO) yakni ekspor kita 20 miliar dolar AS, batu bara 17 miliar dolar AS, besi dan baja 10,8 miliar dolar AS, dan elektronik 9,2 miliar dolar AS. Elektronik ini apa?

Ini yang kita jual adalah yang paling besar yakni senilai 3 miliar dolar AS adalah barang-barang yang dipakai untuk komunikasi. Jadi, kebanyakan adalah produk wifi, router karena orang work from home banyak sekali.

Lalu, perhiasan ekspornya 8,2 miliar dolar AS dan mobil 6,6 miliar dolar AS. Jadi, yang 10 besar produk ekspor saya yakin masih dibutuhkan orang ketika pandemi.

Sementara, kalau melihat 20 besar produk eskpor itu sama dengan 80 persen ekspor nonmigas kita.

Selain itu, 30 besar produk ekspor yang kita jual setidaknya 1 miliar dolar AS itu sama dengan hampir 90 persen total ekspor nonmigas kita. Dari angka-angka ini saya mau menunjukkan bahwa untuk tahun 2021, target saya adalah untuk tumbuh 6,3 persen.

Menurut hemat saya, kayaknya kita tidak ada masalah untuk naik 6,3 persen.

Berapa signifikan kenaikan ekonomi China terhadap Indonesia di saat pandemi?

Mungkin 3 tahun lalu itu simbiotik antara kita dengan China akurat karena kita menjual migas dan bahan mentah yakni batu bara dan gas ke China. Jadi, kalau China ekonominya tumbuh 5 persen, mungkin efeknya ke kita 0,25 persen.

Tetapi, kita sekarang lagi berevolusi untuk menjual barang industri dan industri berteknologi tinggi. Contohnya, kita menjual besi ke China itu besar sekali, ekspor kita ke China itu 7 miliar dolar AS besinya dan pada saat bersamaan kita impor 7 miliar dolar AS dari China.

Ini menunjukkan bahwa ekonomi kita ini sekarang sudah sejajar karena kita sudah berevolusi ke barang industri dan barang industri berteknologi tinggi.

Dengan kita berevolusi ke industri di masa yang akan datang, nanti ketergantungan kita dengan ekonomi China itu juga akan lebih independen karena sekarang itu meski defisit kita tinggi karena membeli barang industri dari sana dan yang kita jual masih barang mentah.

Lalu dengan tingginya investasi, apalagi kalau melihat dua produk yakni besi dan baja serta otomotif dan sparepart itu semua asal muasalnya adalah investasi.

Kalau mobil itu adalah investasi Jepang dan itu saya saksi sejarahnya karena saya waktu itu duta besar, waktu saya datang ke Jepang tahun 2010 itu, investasi Jepang ke Indonesia itu 715 juta dolar AS.

Waktu saya pulang dari Jepang, investasinya naik 700 persen ke 4,7 miliar dolar AS karena Jepang itu datang berbondong-bondong untuk investasi di mobil.

Jadi dalam 3 tahun waktu saya di sana, mungkin industri otomotif tumbuh mendapatkan investasi 8 miliar dolar AS. Jadi, Mitsubishi, Nissan, Suzuki, dan Toyota double kapasitas. Lalu, Daihatsu produksinya di Indonesia sekarang ini lebih besar daripada di Jepang.

Ini menyebabkan tiba-tiba tahun 2018, otomotif itu masuk 10 besar ekspor nonmigas kita. Sempat jadi nomor 3 dan sekarang jadi nomor 6 karena eskpor kita turun dari 315 ribu mobil menjadi 250 ribu mobil tahun lalu.

Apa yang harus dilakukan?

Saya ingin mengatakan dengan evolusi kita menjual barang industri dan industri berteknologi tinggi, ketergantungan kepada China itu makin lama akan makin sedikit. Lalu, kalau melihat investasi yang lebih dari 5 miliar dolar AS itu sangat terkait dengan ekspor nonmigas kita. Contohnya itu adalah besi dan besi baja.

Sekarang ini kita adalah penghasil stainless steel nomor 2 di dunia karena investasi di satu tempat yakni Sulawesi Tenggara dari Morowali. Ini menyebabkan industri tumbuh.

Ini akan diikuti dengan tempat-tempat industri dengan investasi yang syarat dengan modal yaitu Weda Bay di Maluku Utara, kita mendapatkan investasi besar sekali.

Di Bintan untuk alumina dan alumunium smelter ini ada sekira 5 atau 6 pusat industri lebih dari 5 miliar dolar AS.

Ini menyebabkan nanti Indonesia akan berevolusi jadi negara penjual barang industri dan industri berteknologi tinggi. Namun, masalahnya akan banyak, kita sekarang ini lagi dikerjai dimana-mana. Di Filipina dikasih anti dumping, di Vietnam dikerjai juga. (tribun network/denis/cep)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved