Kearifan Lokal Masyarakat Adat yang Membuat Laut Kolontobo Terhindar Dari Bom Ikan
Kearifan Lokal Masyarakat Adat yang membuat laut Kolontobo terhindar dari bom ikan
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Kearifan Lokal Masyarakat Adat yang membuat laut Kolontobo terhindar dari bom ikan
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA-Di Desa Kolontobo, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, masyarakat adat maritim dilibatkan langsung untuk menjaga laut dari aktivitas tangkap yang merusak ekosistem bawah laut.
Dalam struktur pemerintahan di desa, mereka masuk dalam kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) pantai Desa Kolontobo.
• Heribertus Ngabut Akan Rayakan Pelantikan Sebagai Wakil Bupati Manggarai Hanya di Rumah Saja
Meski demikian, sebenarnya, keberadaan masyarakat adat maritim yang bertugas menjaga kelestarian laut ini sudah diwariskan turun temurun sejak dulu kala.
Kearifan lokal ini pun terus dipertahankan dan terintegrasi dengan pemerintah desa.
• Marahnya Maia Estianty HIngga Tak Mau Kenal Ahmad Dhani Karena hal Ini, Saya Bukan Istrinya Lagi
Sepanjang 107,10 hektar wilayah laut Wewa Belen di Desa Kolontobo, Kecamatan Ile Ape, kabupaten Lembata, sudah diusul ke Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI untuk masuk Zona Pencadangan Konservasi Perairan Daerah.
Sesuai dengan SK Gubernur NTT pada Tahun 2019 Kawasan seluas 107,10 hektar tersebut telah dibagi menjadi tiga zona, yaitu Zona Kearifan lokal atau Zona Inti, Zona Pariwisata dan Zona Perikanan Tangkap dan Budaya.
Zona inti akan digunakan menjadi tempat bertelur ikan dan tidak sembarangan dimasuki nelayan penangkap ikan. Penangkapan di zona inti akan diperbolehkan kecuali sudah dibuka dengan seremonial adat.
Lalu, zona pariwisata adalah lokasi yang akan digunakan untuk kepentingan pengembangan wisata, dan terakhir adalah zona Perikanan Tangkap dan Budaya yaitu, zona yang akan digunakan sebagai area tangkap nelayan tradisional.
Tugas masyarakat adat maritim yang masuk dalam kelompok pengawas laut ini adalah memastikan tidak ada aktivitas tangkap kapal Purse Seine dan penangkapan yang menggunakan bom ikan yang bisa merusak ekosistem bawah laut di kawasan yang sudah ditetapkan tersebut.
Kawasan laut yang dijaga oleh masyarakat adat ini dalam bahasa Lamaholot disebut Muro.
"Cara menjaga laut itu ya melakukan aktivitas tiap hari di laut. Kalau nelayan tradisional boleh masuk tapi tidak boleh pakai alat tangkap yang merusak," kata Mantan Kepala Desa Kolontobo Philipus Payong saat ditemui di Pantai Wisata Ohe Kolontobo, Minggu (14/2/2021).
Menurut Philipus, sejak menjadi kepala desa, dirinya sadar betul pembagian tugas dalam struktur masyarakat adat. Karena itu, dalam setiap kebijakan pembangunan, dia selalu melibatkan masyarakat adat yang secara turun temurun sudah punya tugas sosial di kampung.
Bagi dia, kebijakan pembangunan yang mengabaikan posisi dalam struktur adat bisa dengan sendirinya akan menyisihkan masyarakat adat bersama keseluruhan narasinya.
Kolontobo
Ile Ape
Lembata
bom ikan
Masyarakat Adat
lewoleba 15 februari
POS-KUPANG.COM
berita lewoleba hari ini
berita Lewoleba terkini
Kasus Rabies Semakin Meningkat, Kecamatan Borong Sosialisasi Terkait Pencegahan Penularan Rabies |
![]() |
---|
Satlantas Polres Lembata Sita Kendaraan Bodong dari Luar NTT |
![]() |
---|
1.497 Calon Bintara Polri Panitia Daerah Polda NTT Jalani Tes Akademik |
![]() |
---|
Pemkab Sabu Raijua Gelar Rakor Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan |
![]() |
---|
Personel Polres Kupang Tangkap Pria Beristri yang Cabuli Keponakan Sendiri |
![]() |
---|