Laut China Selatan
Begini Strategi Cerdas Jokowi yang Disebut Bisa Damaikan AS VS China di Laut China Selatan, Apa?
Begini Strategi Cerdas Jokowi yang Disebut Bisa Damaikan AS VS China di Laut China Selatan, Apa?
POS-KUPANG.COM - Begini Strategi Cerdas Jokowi yang Disebut Bisa Damaikan AS VS China di Laut China Selatan, Apa?
Kawasan Indo - Pasifik kini dipenuhi kapal-kapal perang berbagai negara yang siap menuju Laut China Selatan.
Bahkan banyak pengamat militer dunia telah memprediksi adanya perang besar beberapa saat lagi.
Baca juga: Sekolah di Mana Saja
Baca juga: Sekretaris Fraksi Ampera DPRD Kabupaten TTU : Pemerintah Berikan Perhatian Serius bagi Tenaga Medis
Baca juga: SOAL & JAWABAN TVRI SD Kelas 2 Episode 22 Kayu-Plastik di Sekitarku: Sebutkan 10 Contoh Benda Padat
Baca juga: Bikin Nama Kapolri Sigit Disebut, Ini Asal Nama Abu Janda Awalnya Tokoh Fiksi: Ngaku Muslim Sunni
Dimulai dari rencana China untuk membumi hanguskan Taiwan gegara nekat ingin memerdekakan negaranya tersebut.
Selain itu isu mengenai rencana Tiongkok menguasai kawasan Laut China Selatan beserta pulau-pulau yang sedang disengketakan dipercayai oleh dunia internasional.
Bagaimana tidak, negara-negara dengan kekuatan militer kuat seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Inggris, dan Jerman pun akhirnya mengambil tindakan.
Negara-negara tersebut pun kini telah menyetujui mengirim Angkatan Lautnya ke kawasan Indo-Pasifik.
Ditambah lagi dengan sengketa yang terjadi antara negara-negara di Asia Tenggara dengan Tiongkok kini juga makin meruncing menjadi alasan utama bakal pecah perang terjadi di Laut China Selatan.
Meski demikian, beberapa pakar militer dunia justru menaruh harapan pada Indonesia di tengah konflik yang terjadi di Laut China Selatan.
Indonesia disebut-sebut menjadi satu-satunya negara yang mampu meredam tensi panas di kawasan tersebut.
Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Profesor Ary Bainus misalnya menjelaskan peran penting Indonesia.
Pemerintah Indonesia disebut Prof Ary bisa berperan menjadi penengah antara AS dan China dalam konflik di Laut China Selatan.
Bukan tanpa alasan, kedua negara yang sedang bersengketa itu diketahui memiliki kekuatan militer yang sama.
Bahkan Prof Ary menambahkan Indonesia harus segera bertindak bila tak ingin terkena imbas jika perang benar pecah di Laut China Selatan.
Baca juga: Sekretaris Fraksi Ampera DPRD Kabupaten TTU : Pemerintah Berikan Perhatian Serius bagi Tenaga Medis
Baca juga: SOAL & JAWABAN TVRI SD Kelas 2 Episode 22 Kayu-Plastik di Sekitarku: Sebutkan 10 Contoh Benda Padat
Baca juga: Bikin Nama Kapolri Sigit Disebut, Ini Asal Nama Abu Janda Awalnya Tokoh Fiksi: Ngaku Muslim Sunni
Baca juga: Promo KFC Hari Ini 2 Februari 2021, KFC PLATTERS Milih Side Dishnya Sendiri Mulai dari Rp 40.909
"Indonesia mempunyai peluang dalam rangka memediasi permusuhan antara Amerika Serikat dengan China. Kita bisa mengambil peran di situ, terutama berkaitan dengan Laut China Selatan," kata Ary dalam diskusi bertajuk “Arah Kebijakan Presiden Amerika Joe Biden terhadap Indonesia dan Dunia,” Sabtu (30/1/2021), dikutip dari Kompas.com.
Selain itu ada alasan lain yang membuat Prof Ary yakin Indonesia mampu menjadi penengah dari konflik yang terjadi di Laut China Selatan.
Melansir dari VOA Indonesia, Minggu (31/1/2021) peluang menjadi pendamai dua kubu itu bisa dilakukan Indonesia karena tak masuk dalam konflik sengketa wilayah di Laut China Selatan.
Namun, Ary mengingatkan dengan tetap menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
Ditambah lagi seperti pernyataan yang pernah dimuat di AFP oleh mantan diplomat AS, Stanley Harsha bahwa AS tidak akan meminta Indonesia atau negara manapun untuk memihak mereka maupun China.
“Amerika akan sangat tegas, sangat tegas, mungkin tidak banyak berbeda dengan Trump," ujar Stanley.
Tetapi diketahui memang Indonesia bisa sangat membantu untuk meredam konflik di kawasan Laut China Selatan karena negara ASEAN lainnya kini sedang bersitegang dengan Tiongkok.
Konflik di Laut China Selatan dipicu oleh klaim atas pulau dan perairan oleh China, Brunei Darussalam, Taiwan, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Wilayah menjadi sengketa ini termasuk Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel.
Keenam negara pengklaim itu berkepentingan untuk menguasai hak untuk stok perikanan, eksplorasi dan ekploitasi terhadap cadangan minyak dan gas, serta mengontrol jalur pelayaran di Laut China Selatan.
Baca juga: Sekolah di Mana Saja
Baca juga: Sekretaris Fraksi Ampera DPRD Kabupaten TTU : Pemerintah Berikan Perhatian Serius bagi Tenaga Medis
Baca juga: Bikin Nama Kapolri Sigit Disebut, Ini Asal Nama Abu Janda Awalnya Tokoh Fiksi: Ngaku Muslim Sunni
Baca juga: Promo KFC Hari Ini 2 Februari 2021, KFC PLATTERS Milih Side Dishnya Sendiri Mulai dari Rp 40.909
Konflik yang telah terjadi beberapa tahun ini membuat banyak negara di bawah bendera NATO menjadi marah pada China.
Mulai 2015, Amerika Serikat dan negara-negara lain, termasuk Perancis dan Inggris, melakukan apa yang disebut kebebasan operasi navigasi di Laut China Selatan.
BACA JUGA BERITA LAINNYA:
Dibalik Ketegangan di Laut China Selatan, Amerika Serikat dengan China, Ternyata Ini yang Terjadi
AS meningkatkan tekanan militer terhadap China di tengah meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.
Pihaknya juga menuduh Beijing berupaya memanfaatkan pandemi virus corona untuk memperluas lingkup pengaruhnya di wilayah tersebut.
Selama beberapa minggu terakhir kapal-kapal Angkatan Laut AS dan pembom Angkatan Udara B-1 melakukan misi yang bertujuan mengirimkan pesan publik bahwa militer AS bermaksud mempertahankan kehadiran di wilayah tersebut dan meyakinkan sekutu, sebagaimana dikutip dari CNN.
Langkah itu dilakukan ketika AS meningkatkan tekanan secara diplomatis, dimana Presiden Donald Trump dan Menlu Mike Pompeo menyerang Beijing dengan menilai tidak bisa membendung penyebaran virus corona.
Selain itu keduanya menganggap pemerintah China tidak transparan mengungkap data selama tahap awal wabah.
Pentagon menuduh China mengeksploitasi pandemi untuk mendapatkan keuntungan militer dan ekonomi dengan memperluas area di mana ia beroperasi.
"Republik Rakyat Tiongkok berusaha menggunakan fokus regional pada Covid untuk secara tegas memajukan kepentingannya sendiri," kata juru bicara Komando Indo-Pasifik militer AS, Kapten Angkatan Laut AS Michael Kafk pada Rabu (13/5/2020) lalu.
Baca juga: Sekolah di Mana Saja
Baca juga: Sekretaris Fraksi Ampera DPRD Kabupaten TTU : Pemerintah Berikan Perhatian Serius bagi Tenaga Medis
Baca juga: SOAL & JAWABAN TVRI SD Kelas 2 Episode 22 Kayu-Plastik di Sekitarku: Sebutkan 10 Contoh Benda Padat
Baca juga: Hi Guys, Kenali 11 Manfaat Cuka Apel untuk Kesehatan Tubuh
Pentagon menjelaskan bahwa wabah corona tidak menghalangi mereka untuk merespons tindakan China.
"Kami memiliki kemampuan dan kapasitas untuk menyediakan tembakan jarak jauh di mana saja, kapan saja dan dapat membawa daya tembak yang luar biasa bahkan selama pandemi," kata Jenderal Timothy Ray, komandan komando Global Strike Air Force yang mengawasi pasukan pembom di daerah tersebut.
Pada Rabu lalu, Armada Pasifik Angkatan Laut mengumumkan bahwa semua kapal selamanya di wilayah tersebut sedang melakukan operasi.
Operasi tersebut bertujuan untuk mendukung kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka di tengah-tengah pandemi yang disebabkan oleh virus corona.
Dalam beberapa pekan terakhir, AS menerbangkan pesawat pembom B-1 dari pangkalan-pangkalan di AS ke wilayah tersebut pada tiga kesempatan terpisah.
Termasuk diantaranya operasi di Laut China Selatan dan pengerahan empat pembom B-1 dan 200 personel dari Pangkalan Angkatan Udara Dyess di Texas ke Guam.
Akhir bulan lalu Angkatan Laut AS juga menantang klaim China atas perairan di sekitar pulau Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan.
Kedua belah pihak memperebutkan pulau-pulau yang sejak lama dituduh AS sebagai tempat penyimpanan senjata dan fasilitas militer Tiongkok.
Tuduhan-tuduhan ini mendapat teguran keras dari Beijing.
Pihaknya mendesak AS untuk fokus menangani wabah corona dan menghentikan operasi militer semacam itu.
"China mendesak Amerika Serikat untuk fokus pada bisnisnya sendiri dengan pencegahan dan pengendalian pandemi, memberikan lebih banyak kontribusi pada perjuangan global melawan Covid-19, dan segera menghentikan operasi militer yang merusak keamanan, perdamaian, dan stabilitas kawasan," kata juru bicara Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat, Col Senior Li Huamin.
Sementara itu juru bicara Pentagon, Letnan Kolonel Dave Eastburn mengatakan bahwa China memanfaatkan kondisi pandemi untuk menguasai Laut China Selatan.
Baca juga: Sekolah di Mana Saja
Baca juga: Sekretaris Fraksi Ampera DPRD Kabupaten TTU : Pemerintah Berikan Perhatian Serius bagi Tenaga Medis
Baca juga: SOAL & JAWABAN TVRI SD Kelas 2 Episode 22 Kayu-Plastik di Sekitarku: Sebutkan 10 Contoh Benda Padat
Baca juga: Hi Guys, Kenali 11 Manfaat Cuka Apel untuk Kesehatan Tubuh
"Kami prihatin dengan meningkatnya, aktivitas oportunistik oleh Republik Rakyat Tiongkok untuk memaksa negara-negara tetangganya dan menekan klaim maritimnya yang melanggar hukum di Laut China Selatan, sementara dunia berfokus pada penanganan pandemi Covid-19," katanya.
China telah lama mengritik provokasi AS dan upaya militer negara adidaya itu di Laut China Selatan.
Ini berlangsung sejak beberapa tahun silam ketika Tiongkok mengajukan klaim teritorial yang disengketakan.
Laut China Selatan dianggap sebagai lokasi strategis.
Jalur ini merupakan rumah bagi beberapa rute pengiriman tersibuk di dunia serta potensi cadangan sumber daya alam seperti minyak dan gas.
Sebagian wilayah lautnya diperebutkan oleh banyak negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Taiwan.
Pejabat militer AS menilai, China telah membangun pos-pos di pulau buatan manusia di daerah yang disengketakan.
Mereka memasang fasilitas militer dan rudal di sana sebagai bagian dari upaya untuk melakukan kontrol atas jalur air strategis ini.
(*)