AS-China Saling Tuduh di LCS, AS Posisi Kebebasaan Navitasi, China Tetapkan Garis Merah
AS-China Saling Tuduh di LCS, AS Posisi Kebebasaan Navitasi, China Tetapkan Garis Merah
AS-China Saling Tuduh di LCS, AS Posisi Kebebasaan Navitasi, China Tetapkan Garis Merah
POS-KUPANG.COM - Hubungan antara Amerika Serikat dan China kembali memanas.
Hal ini dipicu setelah Amerika Serikat menuduh China memulai latihan berbahaya di Laut China Selatan.
Ini karena China melakukan latihan militer di Teluk Tokyo dan Semenanjung Lizhao pekan lalu.
Melansir laman berita Russia Today, Minggu 31 Januari 2021, sebuah pernyataan muncul tak lama setelah kelompol lobi pro NATO mengeluarkan proposal yang ditulis secara anonym berisi scenario konflik jangka panjang melawan Beijing.
Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat (PACOM) mengumumkan pada Jumat (29/1/2021) malam, penerbangan militer China selama seminggu terakhir tidak menimbulkan ancaman apa pun bagi kapal, pelaut, atau pesawat Angkatan Laut AS.
Seorang pejabat yang berbicara tanpa menyebut nama mengatakan pesawat tempur China tidak pernah terbang mendekat dalam jarak 250 mil laut (463 km) dari kelompok kapal induk USS Theodore Roosevelt, di Laut China Selatan.
Tidak jelas apakah pernyataan itu merujuk pada penerbangan akhir pekan lalu dari Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat di dekat Taiwan, atau gerakan militer apa pun.
Pulau Taiwan yang diklaim China sebagai wilayahnya sendiri, tetapi telah diperintah para nasionalis yang kalah yang melarikan diri dari daratan pada revolusi 1949.
Komando Asia Pasifik Sebut Perilaku Beijing Agresif
Di sisi lain, PACOM menggambarkan aktivitas militer China sebagai bagian "pola perilaku agresif dan destabilisator".
Sebaliknya, Beijing menuduh kehadiran kapal AS di Laut China Selatan "tidak kondusif bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan itu. ”
Pada Kamis (28/1/2021), salah satu lembaga think tank terkemuka AS, Atlantic Council, menerbitkan sebuah makalah yang panjang, yang secara tidak biasa merahasiakan identitas penulisnya.
Proposal itu menganjurkan pendekatan Perang Dingin 2.0 ke China oleh AS.
Tujuan akhir melestarikan hegemoni global Washington dan "perubahan rezim" di Beijing.