Opini Pos Kupang
Jalan Panjang Pandemi COVID-19 di Kota Kupang
Dengan 1 pasien terkonfirmasi positif Covid-19 saat itu, suasana Kota Kupang begitu senyap
Dengan 1 pasien terkonfirmasi positif Covid-19 saat itu, suasana Kota Kupang begitu senyap
Oleh : Ermi Ndoen Epidemiolog
POS-KUPANG.COM - "Wabah adalah perang tanpa perbatasan. Tak ada ruang dan waktu yang bisa ditata lengkap dan stabil dalam indeks dan peta. Penularan dan penyembuhan berlangsung dalam endapan sikap yang berbeda-beda tentang hidup, penyakit, dan kematian". (Goenawan Mohamad)
Lebih dari setahun perjalanan Covid-19 (C19) di dunia; 100 juta orang lebih sudah terinfeksi; dan 2.1 juta orang wafat. Kasus di Indonesia mulai menapaki angka 1 juta; dengan 28 ribu-an kematian. Provinsi NTT hingga 25 Januari sudah memiliki 4425 lebih kasus; 2162 (50 persen) sembuh, namun 122 orang (2.7 persen) meninggal.
Awal C19 di NTT di bulan April 2020.
Dengan 1 pasien terkonfirmasi positif Covid-19 saat itu, suasana Kota Kupang begitu senyap. Tidak ada orang berjalan-jalan di luar rumah. Tagar "Di Rumah Saja" bertebaran di media sosial. Di kehidupan sosial yang nyata, tanpa tagar orang patuh berada di rumah. Gereja-gereja meniadakan pelayanan mingguan atau rutinitasnya. Kantor-kantor membatasi pelayaan public. Sekolah berlangsung secara daring hingga saat ini.
Baca juga: NTT Butuh Perhatian Mabes Polri
Sebentar lagi bulan Januari akan berakhir. Saat ini NTT sudah akan memiliki lebih dari 4500-an kasus. Dari Kota Kupang, C19 sudah berlabuh di seluruh kabupaten. Lebih dari 50 persen angka konfimasi positif C19 berada di Kupang, sebagai episentrum kasus C19 di NTT. Namun kondisi sosial terbalik. Kehidupan "new normal" memaksa kita untuk beraktifitas di masa Pandemi ini.
Saat ini Kondisi Berubah
Pada awal kemunculan C19, pelaku perjalanan menjadi cluster terbanyak menyumbang angka positif. Setelah itu kluster C19 "berpindah" ke kluster-kluster kelompok, "institusi" dan perkantoran.
Pada saat itu, setiap orang yang terinfeksi virus C19 masih bisa ditelusuri asal usulnya. Penyelidikan epidemiologi melalui kontak erat (KE) bisa memetakan indeks kasusnya.
Baca juga: Bongkar Saja Gedung Pasar Lama Sumba Barat
Walau kapasitas pemeriksaan laboratorium biomolecular berbasis PCR yang masih terbatas (bahkan hingga hari ini); dan dengan delay sample yang bisa mencapai dua mingguan (sampai hari ini); kasus-kasus bisa diisolasi pergerakannya. Desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten "merah" masih gampang ditandai dan dalam hitungan hari sudah bisa "hijau" kembali.
Angka penambahan positif C19 baru di NTT yang sampai bulan Agustus 2020 masih bisa dihitung dengan jari. Sejak September 2020, penambahan kasus harus memakai kalkutator. Setiap hari selalu ada pemecahan rekor penambahan kasus baru.
Kita sampai lupa; hari ini ada rekor baru atau tidak. Di bulan ini, penambahan kasus harian bahkan bisa di atas angka 200.
Indeks kasus yang biasanya gampang dipetakan; mulai kehilangan polanya. Kasus-kasus baru mulai masuk ke kelompok terdekat dalam rumah. Bapak, ibu, anak dan seisi rumah positif menjadi hal biasa. Virus C19 sudah "berumah" bersama kita.
Rumah sakit kekurangan tempat untuk menampung pasien C19.
Fasilitas kesehatan kolaps akibat kekurangan tenaga ataupun sumber daya kesehatan. Sistem kesehatan di NTT mulai kewalahan menahan gempuran virus C19. Virus ini "berumah" di mana-mana.
Dari rumah tangga biasa hingga pejabat paling tinggi di provinsi ini. Virus ini menyerang tanpa melihat jabatan. Ternyata tidak ada yang kebal terhadap serangan virus ini.
"Flattening the curve" atau upaya melandaikan kurva untuk mencegah korban C19 tidak tertangani di rumah sakit mulai tampak gagal hampir di sebagian besar daerah di Indonesia, termasuk di NTT.
Dalam dua minggu terakhir di Januari 2021, NTT kehilangan masa berleha-leha. Dari posisi paling bawah angka penularan virus C19 di pertengahan 2020, tiba-tiba NTT menyodok ke papan atas.
Angka positif harian bahkan mendekati angka 50 persen, menyebabkan kasus C19 di NTT menjadi tidak terkendali. Kasus tinggi juga diikuti angka kematian yang naik. Kematian akibat C19 di NTT sudah mencapai 122 orang; lebih dari 50 persen berasal dari Kota Kupang. Lebih dari 60 kematian terjadi di bulan Januari 2021; dan sekitar 80 persen kematian terjadi di golongan umur >50 tahun.
Kenaikan kasus yang cepat tidak sebanding angka kesembuhan. Kecepatan naiknya kasus C19 ini karena beberapa hal; di antaranya keterbatasan fasilitas perawatan sehingga banyak pasien yang memilih isolasi mandiri di rumah.
Saat ini hanya 17 persen pasien aktif C19 yang dirawat di rumah sakit, masih ada 83 persen yang terpaksa isolasi mandiri di rumah.
Isolasi mandiri juga bukan pilihan yang salah, jika tidak bergejala atau dengan gejala yang ringan. Yang menjadi masalah kalau bergejala dan butuh perawatan lanjutan.
Belum lagi masalah kondisi lingkungan rumah; yang mungkin kurang layak untuk isolasi mandiri; membuat penularan di tingkat komunitas dan keluarga menjadi tinggi dan cepat.
Selain keterbatasan fasilitas tempat tidur rumah sakit, juga diperparah dengan masalah kekurangan supply oksigen untuk pasien yang dirawat di rumah sakit, terutama di Kota Kupang. Kebutuhan oksigen untuk pasien di RS meningkat tajam sejak kenaikan kasus C19 di NTT.
Mengikuti pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa Bali sejak tanggal 8 Januari, Walikota Kupang akhirnya juga melakukan pembatasan yang sama untuk masyakakat Kota Kupang; dan sudah perpanjang hingga 9 Februari 2021.
Jika merasa dibutuhkan; tidak ada salahnya diberlakukan jam malam di Kota Kupang, selama eskalasi kasus ini masih meningkat.
Upaya pembatasan kegiatan masyarakat ini tidak akan cukup untuk menekan laju kenaikan kasus C19 di Kota Kupang, sebagai episentrum C19 di NTT jika tidak dilaksanakan secara benar dengan kedisiplinan tinggi. Ketaatan terhadap protokol C19 juga harus makin diperketat.
Semua ini juga belum cukup. Masih dibutuhkan testing yang masif untuk menemukan kasus yang ada dimasyarakat. Kapasitas testing kita di NTT adalah yang terendah di Indonesia. Provinsi ini hanya memiliki dua laboration BM berbasis PCR untuk 5.5 juta penduduknya di 22 kab/kota.
Kita bahkan kalah dari Provinsi Papua Barat, yang penduduknya kurang dari 1 juta tapi memiliki enam (6) lab BM -PCR.
Walikota Kupang (yang pernah berjanji, saat mengunjungi pelatihan tenaga laborant Lab BM Kesmas NTT, Juni 2020) dan para bupati harusnya sudah bisa menambah lab PCR ini di tempat masing-masing tanpa tergantung pada Lab BM di RSUD Prof WZ Johanes dan Lab BM Kesehatan Masyarakat Prov NTT, yang hanya ada di level provinsi.
Kecepatan pemeriksaan virus C19 dan hasilnya akan memperkecil kesempatan virus ini menular lebih luas.
Karantina terpusat bagi pasien yang tidak bisa melaksanakan karantina mandiri secara benar harus diadakan di Kota Kupang. Dengan kondisi "darurat" saat ini; tidak menutup kemungkinan ada RS Darurat untuk menampung pasien C19 di Kota Kupang, seperti di daerah-daerah lain.
Penambahan tenaga cadangan "relawan C19" harus dipersiapkan dengan eskalasi kasus yang tinggi. Tenaga yang ada sudah bekerja hampir 10 bulan, sehingga butuh tambahan tenaga. Yang paling penting adalah upaya untuk mengatasi kelangkaan oksigen di Kota Kupang harus mendapat prioritas.
Kebutuhan oksigen di RS yang ada sekarang dan perkiraan kebutuhan tambahan untuk pasien di hari-hari mendatang harus betul-betul diperhitungkan dan dicari solusinya; baik dengan cara mencari supply tambahan di dalan NTT maupun mendatangkannya dari luar.
Satu hal yang tidak kalah penting adalah menghidupkan kembali call center Covid19 di NTT agar masyarakat bisa mendapat informasi yang benar dan cepat; juga untuk menginformasikan kerja-kerja pemerintah kepada masyarakat.
Pandemi ini masih panjang. Banyak pekerjaan rumah yang perlu kita kerjakan. Kerja sama semua pihak sangat dibutuhkan. Pemerintah Provinsi dan Kab/kota dan semua komponen masyarakat harus bersinergi membendung kasus C19 di Kota Kupang saat ini.
Karena "wabah adalah perang tanpa perbatasan. Tak ada ruang dan waktu yang bisa ditata lengkap dan stabil dalam indeks dan peta. Penularan dan penyembuhan berlangsung dalam endapan sikap yang berbeda-beda tentang hidup, penyakit, dan kematian. (*)