Berita Mancanegara
Sosok Avril Haines SENYAP Tapi MEMATIKAN! Badan Intelijen Nasional AS Dipimpin Seorang Wanita
Avril Haines dites di hadapan Komite Intelijen Senat, Rabu (20/1/20201), dan sempat menerima rintangan keras dari Senator Republik
Penunjukan di posisi itu tidak memerlukan konfirmasi Senat AS. Haines menjadi wanita pertama yang memegang jabatan wakil direktur.
Sedangkan Gina Haspel adalah perwira intelijen karier wanita pertama yang ditunjuk sebagai Direktur CIA hingga pemerintahan Trump berakhir. Biden memilih David Cohen sebagai pengganti Haspel.
Sebagai tokoh intelijen berlatar non-intelijen, Avril Haines sempat mengundang perhatian ketika ia menduduki jabatan Wakil Direktur CIA pada 2015.
Ia diberi tugas menentukan apakah personel CIA harus didisiplinkan karena meretas komputer staf Senat yang membuat laporan Komite Intelijen Senat tentang penyiksaan CIA.
Haines memilih untuk tidak mendisiplinkan mereka, dan melawan rekomendasi Inspektur Jenderal CIA. Ia berusaha menyelesaikan masalah itu secara diplomatis.
Haines ikut menyunting laporan Senat terkait program interogasi CIA, dan menghasilkan keputusan hanya 525 halaman dari 6.700 halaman rahasia CIA yang bisa dirilis.
Penentu Program Pembunuhan Menggunakan Drone
Setelah menjabat sebagai Wakil Direktur CIA, Haines diangkat sebagai Wakil Penasihat Keamanan Nasional (DNSA). Lagi-lagi ia wanita pertama yang memegang posisi itu.
Selama tahun-tahun membantu Obama di Gedung Putih, Haines bekerja sama dengan John Brennan, menentukan kebijakan "pembunuhan terarah" ekstra-yudisial menggunakan drone.
Newsweek melaporkan Haines kadang-kadang dipanggil di tengah malam untuk mengevaluasi apakah tersangka teroris dapat "dieliminasi secara sah" oleh serangan pesawat tak berawak.
Program pembunuhan menggunakan drone era Obama ini dikritik ACLU karena gagal memenuhi norma hak asasi manusia internasional.
Haines berperan penting dalam membangun kerangka hukum dan pedoman kebijakan untuk serangan pesawat tak berawak, yang menargetkan tersangka teroris di Somalia, Yaman, dan Pakistan.
Tapi menurut kelompok hak asasi manusia, serangan itu menimbulkan efek pembunuhan warga sipil tidak bersalah serta melanggar norma hokum internasional.
Kelompok penentang perang drone mencatat Avril Haines menghapus kriteria minimum bagi seorang individu untuk jadi target tindakan mematikan.
Pedoman serangan drone itu dinilai pembunuhan warga AS tanpa proses hukum.