Opini Pos Kupang
Refleksi Pasca Vaksinasi Covid-19
Salah seorang pejabat di Biro Pemerintahan Provinsi NTT untuk menjadi salah satu dari pejabat publik di NTT yang mendapat Vaksin Covid-19
Oleh: Pdt. Mery Kolimon (Ketua Majelis Sinode GMIT)
POS-KUPANG.COM - Senin, 11 Januari 2021 yang lalu saya dikontak oleh salah seorang pejabat di Biro Pemerintahan Provinsi NTT untuk menjadi salah satu dari pejabat publik di NTT yang mendapat Vaksin Covid-19.
Sebelumnya saya mendengar pak Presiden Jokowi menerima vaksin perdana bersama sejumlah tokoh publik di Jakarta, termasuk dari pihak PGI. Saya menduga bahwa pelibatan tokoh masyarakat sebagai penerima vaksin pertama menjadi cara yang ditempuh pemerintah untuk meyakinkan masyarakat di tengah-tengah pro-kontra penerimaan vaksin.
Baca juga: Jangan Biarkan Korban Komodo Bertambah
Dalam keraguan yang masih ada di masyarakat tentang vaksin, kami berperan untuk meyakinkan publik. Saya percaya pemerintah tidak akan menyengsarakan masyarakatnya. Namun saya tidak mau serta merta percaya begitu saja. Dengan cepat saya mulai mencari informasi tentang keamanan vaksin. Sejumlah pertimbangan teologis saya rasa penting juga.
Mencari Informasi
Segera setelah itu saya mencari informasi tentang apa saja efek samping dari vaksin itu. Terus terang saya senang akan segera mendapat vaksin sebagai awal vaksinasi di NTT. Hal ini adalah bagian dari perjuangan melawan Covid-19 yang mengancam hidup manusia.
Tapi di pihak lain saya juga kuatir terhadap efek samping vaksin karena mendengar beberapa informasi miring tentang vaksin. Saya bersyukur sejumlah kawan yang saya kontak untuk bertanya segera menjawab dengan sangat baik.
Saya menerima daftar screening yang harus saya jawab untuk menguji diri sendiri apakah saya siap menerima vaksin. Ada daftar panjang pertanyaan tentang sejumlah hal yang perlu dicermati.
Baca juga: Kasus Buang Bayi di Sumba Timur Sudah Tahap Satu
Dijelaskan dalam daftar itu bahwa orang-orang yang pernah terpapar Covid, sedang hamil dan menyusui, sesak napas, batuk pilek, riwayat alergi, punya penyakit kelainan darah, penyakit jantung, autoimun, saluran pencernaan kronis, hipotiroid autoimun, kanker, gula darah/diabetes melitus, dan penyakit paru (seperti asma dan TBC) tidak dapat menerima vaksin.
Untuk memastikan apakah saya bisa dapat vaksin, saya segera berkonsultasi dengan sejumlah dokter yang sebelumnya pernah membantu saya dengan analisa hasil check up. Saya mendapat dukungan luar biasa dari seorang kawan epidemiolog, seorang kawan dokter di Maumere, juga dokter di Kupang dan di Denpasar.
Saya bersyukur setiap enam bulan melakukan pemeriksaan kesehatan sehingga kawan-kawan dokter itu lebih mudah melakukan analisa terhadap kondisi saya.
Karena itu saya ingin mendorong semua orang melakukan cek up rutin di fasilitas kesehatan untuk mengetahui kondisi kesehatannya. Sebab dalam situasi seperti sekarang, hasil cek up seperti itu dibutuhkan.
Selain itu saya berkoordinasi dengan kawan-kawan MSH GMIT dan pimpinan PGI di Jakarta mengenai pandangan mereka tentang vaksin. Beberapa kawan merasa ragu, namun sebagian besar mendorong saya untuk menerima vaksin.
Terutama pimpinan MPH PGI di Jakarta dan sejumlah kawan ketua majelis sinode beberapa gereja di grup WA pimpinan gereja anggota PGI sangat mendukung saya menerima vaksin, dengan catatan harus memastikan kondisi kesehatan saya baik berdasarkan konsultasi dengan dokter.
Adik saya yang perawat memberi pertimbangan berdasarkan laporan pelaksanaan vaksinasi dengan Sinovac di Brasil. Menurut informasi yang dia peroleh, bagi individu yang sudah divaksin apabila positif covid-19, 100% tidak mengalami gejala berat, 78 persen mengalami gejala ringan-sedang.