Timor Leste

Lepas Dari Portugis Diinvasi Indonesia, Pasukan Fretilin: 'Kami Dibunuh, Tolong Lakukan Sesuatu'

Bunga Anyelir diletakkan di moncong senjata dan juga di seragam, merupakan sebuah fakta bahwa tidak ada tembakan tatkala orang-orang turun ke jalanan

Editor: John Taena
zoom-inlihat foto Lepas Dari Portugis Diinvasi Indonesia, Pasukan Fretilin: 'Kami Dibunuh, Tolong Lakukan Sesuatu'
istimewa
Lepas Dari Portugis Diinvasi Indonesia, Pasukan Fretilin: 'Kami Dibunuh, Tolong Lakukan Sesuatu'

POS-KUPANG.COM--Bunga Anyelir diletakkan di moncong senjata dan juga di seragam, merupakan sebuah fakta bahwa tidak ada tembakan tatkala orang-orang turun ke jalanan untuk merayakan akhir kediktatoran dan perang di wilayah-wilayah jajahan Portugis.

Kudeta yang dipimpin oleh militer ini berhasil mengembalikan demokrasi kepada Portugal, mengakhiri Perang Kolonial yang tidak memihak kepada rakyat di mana ribuan serdadu Portugis diwajibkan mengemban tugas kemiliteran, dan mengganti rezim otoriter Estado Novo (Negara Baru) dan polisi rahasianya yang menekan kebebasan sipil dan kebebasan politik yang bersifat asasi.

Kejadian ini bermula sebagai protes kelas profesional[3] dari para kapten Angkatan Darat Portugis melawan sebuah undang-undang dekret: Dec. Lei nº 353/73 tahun 1973.

"Revolusi Anyelir" membawa angin segar bagi Bumi Lorosae. Masyarakat di salah satu bekas wilayah jajahan  jajahan Portugis selama berabad-abad ini akhirnya memproklamirkan kemerdekaannya.

Baca juga: Terungkap Fakta Dibalik Lepasnya Timor Leste dari Indonesia, Politisi Malaysia Salahkan BJ Habibie?

Bumi Lorosae diinvasi militer Indonesia

Di bawah kekuasaan Partai Fretilin kala itu,Bumi Lorosae pun mendeklarasikan kemerdekaannya pada 28 November 1975.

Belum genap sebulan usianya, negara baru ini langsung diinvasi Indonesia yang kala itu dibawah kekuasaan Orde Baru, Presiden Soeharto.

seroja
(Ilustrasi) Pasukan Fretilin saat menghadapi invasi militer Indonesia di Dili Desember 1975

Detik-detik pasukan Fretilin memohon bantuan Australia saat pasukan Indonesia menyerbu ibu kota Timor Leste, Dili, 45 tahun silam.

Sebuah peristiwa berdarah terjadi hari-hari berikutnya di tahun 1975 tersebut, ribuan warga tewas, saksi melaporkan.

Itulah ringkasan dari sebuah artikel yang pertama kali diterbitkan di The Sydney Morning Herald pada 8 Desember 1975.

Pasukan terjun payung, marinir menyerang Timor Timur: pasukan Fretilin melarikan diri.

Baca juga: Deklarasi Kemerdekaan Bumi Lorosae Hanya Seumur Jagung Karena Langsung Diinvasi Pasukan Indonesia

Banyak yang terbunuh saat Dili jatuh

Pasukan pro Indonesia, yang didukung oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut Indonesia, merebut ibukota Timor Portugis, Dili.

Pasukan Fretilin melarikan diri ke perbukitan di luar ibu kota, dari sana mereka berencana untuk melakukan perang gerilya.

Permintaan bantuan radio yang dipantau di Darwin kemarin pagi mengatakan wanita dan anak-anak ditembak di jalanan.

Pesan-pesan tersebut, yang diidentifikasi berasal dari anggota Komite Sentral Fretilin, mengatakan pasukan terjun payung dan marinir Indonesia memimpin invasi fajar.

Tetapi Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik, mengatakan di Jakarta bahwa pasukan pro-Indonesia menangkap Dili dan kemudian mengundang pasukan Indonesia untuk membantu mereka memulihkan keamanan.

Adam Malik mengklaim bahwa pasukan Fretilin telah membunuh banyak wanita dan anak-anak yang telah membantu pasukan Apodeti dan UDT (Persatuan Demokrat Timor) pro-Indonesia selama invasi.

Baca juga: Timor Leste Negara Muda Penuh Harapan Digambarkan Seperti Bali Sebelum Turisme Meledak

Tetapi dalam salah satu pesan radio yang terdengar di Darwin, juru bicara Fretilin memohon: "Kami akan dibunuh ... Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu."

Di Canberra kemarin, Menteri Luar Negeri, Mr Peacock, mengatakan Pemerintah Australia "sangat menyesali" jalannya peristiwa yang terjadi di Timor Leste.

Dan mantan Perdana Menteri, Mr Whitlam, mengatakan yang terbaik yang sekarang bisa diharapkan adalah pendekatan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa oleh Pemerintah di wilayah tersebut untuk mendukung program dekolonisasi yang diperbarui.

New York Agreement

Setelah upaya-upaya yang dilakukan untuk meredakan konflik tidak kunjung berhasil, Indonesia kemudian membawa masalah konflik Timor Timur ke PBB setelah melakukan perundingan dengan Portugal.

Melansir dari buku Midwifing a New State: The United Nations in East Timor karya Markus Benzing, pada 5 Mei 1999, dicapai kesepakatan antara Indonesia dan Portugal untuk membuat perjanjian referendum di Timtim.

Baca juga: Presiden Fransisco Guterres Berhasil Tidak Ada Kasus Kematian Covid-19 Bagi Warga Timor Leste

Perjanjian tersebut dikenal sebagai New York Agreement.

PBB juga membentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) untuk mengawal kesepakatan Indonesia dan Portugal dalam prosesnya menuju referendum Timtim.

Setelah membentuk UNAMET pada 11 Juni Juni 1999, Dewan Keamanan PBB juga menetapkan resolusi 1246, yaitu kesepakatan antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk menggelar referendum.

Dengan resolusi tersebut, PBB pun membentuk misi UNAMET untuk mengawal referendum yang akan segera digelar.

Hasilnya seperti kita tahu, hasil referendum menunjukkan bahwa sebanyak 94.388 penduduk atau sebesar 21,5 persen penduduk memilih tawaran otonomi khusus.

Leste
Gelombang pengungsi warga saat terjadi perang sipil pasca referendum Timor Leste Leste 1999

Sementara, 344.580 penduduk atau 78,5 persen dari total penduduk Timtim memilih untuk menolaknya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul, 'Kami akan Dibunuh, Tolong Lakukan Sesuatu', Detik-detik Fretilin Mengemis Bantuan Australia Setelah Timor Leste Diserbu Pasukan Indonesia, https://intisari.grid.id/read/032461871/kami-akan-dibunuh-tolong-lakukan-sesuatu-detik-detik-fretilin-mengemis-bantuan-australia-setelah-timor-leste-diserbu-pasukan-indonesia?page=all

Sumber: GridHot.id
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved